Kamis, 11 November 2010

SIAPAKAH SIVA ?

Saat ini, umat Hindu di Indonesia sering kali beranggapan bahwa kedudukan Siva adalah yang paling tinggi, Siva adalah Tuhan Yang Maha Esa. Anggapan ini adalah wajar, karena faham yang berkembang di Indonesiadi dominasi oleh Sivasidanta. Namun, apa benar Siva adalah Tuhan?
Veda menyatakan bahwa Siva adalah Tamo Guna Avatara, inkarnasi Tuhan pengendali sifat alam tamas (kegelapan) dan berfungsi sebagai pelebur alam material (Bhagavata Purana 1.2.23). Siva lahir dari Brahma dan Brahma lahir dari Garbhodakasayi Visnu, Purusa Avatara ke-2 Sri Krishna.
Satu dari perbanyakan pribadi (visnu tattva) Sri Krishna yang tak terhitung jumlahnya adalah Sadasiva yang tinggal di salah satu planet-planet Vikuntha di angkasa rohani (Chaitanya Caritamrta Adi-lila 6 ). Ketika Maha Visnu memandang sekejap kearah tenaga material (maya)-Nya, pandangan Maha Visnu sekejap ini adalah Sadasiva yang menjadi sumber keberadaan Siva. Sedangkan tenaga material (maya)-Nya termanifestasi sebagai Durgadevi,saktinya Siva.
Para jiva (makhluk hidup) dimasukkan kedalam tenaga material (maya) melalui pandangan sekejap Maha Visnu. Dengan kata lain, Siva (sebagai unsur lelaki) menghamili saktinya Durgadevi (sebagai unsur wanita) dengan para jiva dalam jumlah tak terhitung.
Disetiap alam material Siva mewujudkan diri sebagai tenaga (energi) penghancur pada diri Sankarsana yaitu Naga Ananta, tempat tidur Garbhodakasayi Visnu.
Kemudian Siva mengambil wujud pribadi dengan lahir dari kemarahan sang Pencipta dunia fana Brahma. Sementara itu, saktinya Durgadevi menjadi personifikasi alam material.
Di dunia fana, Siva bertindak sebagai purusa (unsur lelaki-pengendali). Sedangkan Durgadevi sebagai pradhana (unsur wanita yang dikendalikan).
Dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai pelebur alam material, Siva memperbanyak diri menjadi 11 (sebelas) Rudra dan disebut Eka dasa rudra.
Telah dikatakan bahwa Siva berasal dari pandangan sekejap Maha Visnu yang merupakan perbanyakan pribadi (svamsa) Sri Krishna dalam proses penciptaan alam material. Dibagian lain pustaka Veda dikatakan bahwa Siva berasal dari halo, cahaya kepala Maha Visnu. Dengan demikian, Visnu adalah sumber asli keberadaan Siva.
Kedudukan Visnu dan Siva dijelaskan oleh Brahma sebagai berikut. “Ksiram yatha dadhi vikra visesa-yogat sanjayate na hi tatah prthag asti hetoh yah sambhutam api tatha samupaiti karyad govindam adi purusam tam aham bhajami, seperti halnya susu berobah menjadi susu asam karena terkena (bercampur dengan) unsur asam; namun susu asam tidak berbeda dan juga berbeda pada saat yang sama dari sumbernya yaitu susu. Demikianlah saya sembah Govinda , Tuhan nan asli asal keberadaan Sambhu (Siva) yang berfungsi sebagai pelebur alam material” (Brahma Samhita 5.45).
Dengan kata lain, Visnu yang membiarkan dirinya terselimuti sifat-sifat alam material khususnya sifat tamas (kegelapan), adalah Sambhu (Siva). Fakta ini ditunjuk kan oleh kehidupan eksentrik Siva sendiri. Beliau tinggal di tempat-tempat pembakaran mayat (krematorium), mengolesi seluruh tubuhnya dengan abu mayat, menghias dirinya dengan untaian kalung tengkorak dan menari-nari dalam suka cita bersama berbagai jenis hantu dan makhluk halus.
Siva adalah pemimpin segala jenis bhuta, hantu dan makhluk halus. Karena itu, nama lain beliau adalah Bhutanatha atau Bhutapati. Oleh karena sangat akhli menari, beliau disebut Natharaja, rajanya para penari.
Meskipun Siva tinggal di tempat-tempat kotor dan bergaul dengan para makhluk halus (bhuta) berperangai jahat, berkehidupan kotor dan menjijikkan dan berkebiasaan buruk, namun beliau tetap dalam keadaan suci. Karena itu, nama beliau adalah Siva, ia yang maha suci.
Sri Krishna (Visnu atau Narayana) mengambil wujud Siva dengan maksud secara bertahap mensucikan para jiva yang berkehidupan rendah sebagai bhuta menuju keinsyafan yang lebih tinggi hingga pada akhirnya bisa kembali membina hubungan bhakti (cinta-kasih) yang telah putus dengan-Nya.
Siva juga berkegiatan mensejahterakan kehidupan segala makhluk dengan menopang diatas kepalanya aliran deras dan dahsyat sungai Ganga yang jatuh dari alam sorgawi supaya Bhumi tidak hancur. Karena itu, nama lain Siva adalah Gangadhara, sang Penopang sungai Ganga. Air Ganga berasal dari kaki padma Visnu dalam inkarnasi-Nya sebagai Vamanadeva.
Veda menyatakan, “Vaisnavanam yatha sambhuh, diantara semua penyembah (bhakta) Visnu, Sambhu (Siva) adalah yang paling utama” (Bhagavata Purana 12.136). Kenapa dikatakan begitu? Sebab Siva senantiasa berbuat untuk memuaskan Sri Visnu (Krishna) dan selalu bermeditasi kepada Beliau dalam inkarnasi-Nya sebagai Sankarsana yaitu Naga Ananta, tempat tidur Garbhodakasayi Visnu.
Kepada Sankarsana, Siva berdoa sbb. “Om namo bhagavate maha purusaya sarva guna sakhany anantasya vyaktaya nama iti …. O Tuhanku, hamba bersujud kepada-Mu dalam perwujudan-Mu sebagai Sankarsana. Anda adalah sumber segala kekuatan rohani. Meskipun Anda memiliki sifat-sifat tak terbatas, Anda tetap tak dikenal oleh mereka yang bukan penyembahMu” (Bhagavata purana 5.17.17).
Dalam doa-doa pujian yang diajarkan kepada para Praceta (Bhagavata Purana 4.24.33 – 69), Siva menyatakan bahwa Visnu atau Hari adalah pujaannya. Siva antara lain berdoa, “Tuhan maha pengasih, orang-orang bijaksana sadar bahwa jika mereka tidak memuja diri-Mu, maka seluruh hidupnya sia-sia. Mereka tahu bahwa Anda adalah Parambrahman dan Paramatma. “Meskipun seluruh jagat takut kepada diriku Rudra yang memusnahkan segala sesuatu pada hari pralaya (kiamat), namun orang bijaksana menjadikan Anda tujuan yang tidak pantas ditakuti”.
Setelah dibingungkan oleh Mohini, inkarnasi Sri Narayana (Visnu) sebagai wanita super cantik, Siva berkata kepada istrinya Parvati, “Wahai Devi, engkau telah lihat tenaga mengkhayalkan Sri Hari yang menjadi Penguasa setiap orang. Meskipun diriku adalah salah satu perbanyakan-Nya, namun aku sendiri dikhayalkan oleh tenaga-Nya. Lalu apa yang harus dikatakan tentang mereka yang selalu bergantung pada tenaga material (maya)-Nya?” (Bhagavata Purana 8.12.42).
Siva lanjut berkata, “ Ketika aku dimasa lalu selesai melaksanakan pertapaan yoga mistik selama 1000 tahun, engkau bertanya kepadaku, ‘kepada siapa aku ber-meditasi?’. Sekarang, inilah Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa, Hari yang sang waktu tidak mampu tembus dan personifikasi Veda tidak mampu pahami” (Bhagavata Purana 8.12.43).
Potensi/kekuatan/tenaga (sakti) ke-Tuhan-an 100% hanya ada pada diri Sri Krishna. Para avatara-Nya (yang tergolong visnu-tattva) memiliki potensi ke-Tuhan-an sampai 95%. Brahma memiliki maksimal sampai 64%, sedangkan Siva memilikinya sampai 80%. Demikian disimpulkan oleh para Vaisnava-Acarya berdasarkan pustaka suci Veda.
Dengan demikian Siva berpotensi lebih kecil dari Visnu. Fakta ini ditunjukkan oleh kejadian-kejadian yang diceritrakan dalam Veda-Smrti (Purana dan Itihasa) dan diringkas pada daftar berikut.

Para pemuja Siva menganggap beliau Tuhan Yang Maha Esa, sumber segala sesuatu berdasarkan argumen bahwa dalam Ramayana disebutkan Rama memuja Siva. Tetapi sebenarnya Rama (sebagai Visnu-avatara) memuja Siva karena alasan etika semata.
Rama memuja Siva agar beliau tidak marah karena Rama bertempur melawan penyembah Siva yang dianggap paling mulia yaitu Rahvana. Dengan kata lain, Rama memuja Siva untuk mohon ijin membunuh Rahvana.
Setelah Rahvana terbunuh, Parvati bertanya kepada Siva mengapa beliau tidak mau melindungi Rahvana. Siva menjawab bahwa dirinya tidak memiliki kekuatan melindungi si Raja Raksasa.
Siva sendiri senantiasa mengucapkan nama Rama ketika berjapa dengan untaian manik-manik rudraksanya. Dalam Padma-Purana Uttara-Kanda 72.335 tentang Visnu-sahasra nama stotra, Siva berkata sebagai berikut.
“Rama rameti rameti rame rame manorame sahasra namabhis tulyam rama nama varanane”
(Saya senang mengucapkan nama suci Rama, Rama dan berbahagia dengan suara nama suci ini. Mengucapkan satu nama Rama sama dengan mengucapkan seribu nama Visnu).
Sebagai vaisnava paling agung, Siva memiliki garis perguruan sendiri yang disebut Rudra-sampradaya. Garis perguruan vaisnava dari Rudra ini mengajarkan bahwa Visnu, Krishna atau Narayana adalah Tuhan Yang Maha Esa, asal mula segala sesuatu.
Para pengikut Rudra-sampradaya adalah murid-murid Acarya Visnusvami. Kini Rudra-sampradaya dikenal sebagai Vallabha-sampradaya (perhatikan Bhagavata Purana 4.24.18). Veda (Padma-purana) menyatakan bahwa garis perguruan vaisnava lainnya adalah: Brahma sampradaya, Sri sampradaya dan Kumara sampradaya.
Disamping dikenal sebagai vaisnava paling tinggi, Siva juga dikenal sebagai salah satu dari 12 mahajana, rohaniawan mulia yang memahami isi dan kesimpulan Veda. Ke 12 mahajana dimaksud adalah: Brahma, Narada, Sambhu (Siva), Catur Kumara, Kapila, Manu, Prahlada, Jaka, Bhisma, Vali Maharaja, Sukadeva Gosvami dan Yama (Bhagavata Purana 6.3.20).
Para mahajana ini menyimpulkan bahwa bhakti yoga yang dimulai dari pengucapan nama-nama suci Sri Krishna dan Rama adalah prinsip dharma (agama) tertinggi di masyarakat manusia (Bhagavata Purana 6.3.22).
Dalam Padma Purana 62.31, Sri Narayana (Krishna) memberitahu Siva, “Svagamaih kalpitas tvam ca janan mad vimukhan kuru mam ca gopaya yena syat srtir esottarottara, tolong berikan tafsiran anda sendiri atas kitab suci Veda hingga kebanyakan manusia tidak mengenal diri-Ku sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Juga tutupi diri-Ku dengan cara begitu rupa hingga manusia menjadi lebih tertarik pada ikhtiar memajukan peradaban material dan melahirkan anak-cucu yang hampa pengetahuan spiritual”.
Dalam Siva Purana disebutkan pula perintah Tuhan yang sama sebagai berikut, “Dvaparadau yuge bhutva kalaya manusadisu svagamaih kalpitas tvam ca janan mad vimukhan kuru, mulai awal Dvapara Yuga sesatkan orang-orang pada umumnya dengan menyajikan tafsiran anda sendiri atas kitab suci Veda, sehingga mereka tidak mengenal diri-Ku sebagai Tuhan Yang Maha Esa”.
Sesuai perintah Sri Krishna tersebut, Siva memberitahu istrinya Parvati, “Mayavadam asac-chastram pracchanam bauddham ucyate mayaive kalpitan devi kalau brahmana rupena, wahai Devi istriku, pada jaman Kali dalam wujud seorang brahmana, aku akan mengajarkan filsafat palsu mayavada yang tidak lain adalah Budhisme terselubung” (Padma-purana Uttara-Khanda 25.7). Brahmana dimaksud adalah Acarya Sankara.
Filsafat Mayavada juga di-sebut Advaita-vada atau Vivarta-vada. filsafat ini menyatakan bahwa makhluk hidup (atma) identik (sama) dengan Tuhan (Paramatma). Dan Tuhan itu sendiri adalah Brahman tanpa wujud, sifat dan ciri apapun. filsafat mayavada ini telah menjangkiti mayopritas penganut ajaran Veda.
Dalam hubungannya dengan perintah Tuhan tersebut diatas, maka ajaran Saiva-agama pun berkembang pesat. Para penyembah Siva menganggap beliau Tuhan Yang Maha Esa, sumber segala sesuatu dengan menyembah linga (simbul kelamin Siva) dan yoni (simbul kelamin saktinya yaitu Durga).
Praktek ajaran Saiva-agama amat bervariasi. Ada kelompok (sekte) yang melakukan persembahyangan dengan acara “persetubuan”, kegiatan yang mewujudkan bersatunya linga dan yoni yang dipuja.
Ajaran Saiva-agama tertua adalah Pasupata. Tetapi pada abad ke 13 berkembang ajaran Saiva-siddhanta di India Selatan yang memiliki sekitar 14 kumpulan kitab agama. Inti ajarannya adalah pemujaan kepada Siva sebagai Tuhan, asal mula segala sesuatu.
Sampai saat ini pengaruh ajaran Saiva-siddhanta masih nampak jelas di Indonesia khususnya di Bali. Kitab-kitab Bhuvanakosa, Vrhaspati tattva, Usana deva, Tattva jnana, dansebagainya adalah kitab-kitab ajaran Saiva Siddhanta.
Sementara filsafat mayavada menjangkiti masyarakat kaum intelektual, ajaran Saiva-agama dan juga Sakta-agama menjadi pedoman hidup rakyat pada umumnya. Maka praktis kebanyakan orang yang mengaku penganut ajaran Veda, tidak mengerti dan juga tidak mau percaya bahwa Krishna yang juga disebut Visnu atau Narayana, sebagaimana disimpulkan oleh Veda, adalah Tuhan Yang Maha Esa, asal-mula segala sesuatu.
Dalam Padma-Purana dan Siva-Purana (sebagaimana di-kutip dalam Laghu Bhagavatamrta 2.4 dan Chaitanya Caritamrta Madhya-Lila 11.31) disebutkan bahwa Parvati bertanya kepada suaminya Siva, “Dari segala macam persembahyangan, persembahyangan kepada siapakah yang paling sempurna? Dan siapakah kepribadian tertinggi yang paling pantas dipuja?”
Siva menjawab, “Aradhananam sarvesam visnor aradhanam param, dari segala macam persembahyangan, persembahyangan kepada Visnu adalah yang paling tinggi tingkatannya. Tasmat parataram devi tadiyanam samarcanam, tetapi O Devi, ada lagi persembahyangan yang lebih utama dari ini yaitu memuja para penyembah (bhakta) Visnu”.
Jawaban Siva ini sama dengan pernyataan Sri Krishna kepada Arjuna dalam Adi-Purana, “Ye me bhakta janah partha na me bhaktas ca te janah, wahai Partha, orang yang berkata dirinya adalah bhakta-Ku, sesungguhnya bukan bhakta-Ku. Mad bhaktanam ca ye bhakta te me bhaktata mamatah, tetapi orang yang berkata bahwa dirinya adalah bhakta dari bhakta-Ku, dialah bhakta-Ku yang sebenarnya”.
Jadi jika seseorang memuja Siva sebagai bhakta Sri Krishna atau Visnu, itulah yang benar dan menyenangkan baik Siva maupun Visnu. Tetapi jika seseorang memuja Siva dengan menganggap beliau adalah Tuhan sendiri, itu adalah penghinaan kepada Siva atau Visnu. Ini sama saja dengan perbuatan mengolok-olok seperti menyebut sang Lurah adalah Perdana Menteri dan sang Perdana Menteri adalah Lurah.
Siva sendiri menjelaskan kedudukan dirinya sbb. “Sattvam visuddham vasudeva sabditam … sattve ca tasmin bhagavan hy adhoksaje me namasa vidhiyate, saya senantiasa sujud kepada Vasudeva (Krishna) yang berada pada tingkat spiritual murni. Pada tingkat spiritual murni inilah terungkap keberadaan Beliau yang sebenarnya” (Bhagavata Purana 4.3.23).
Siva lanjut berkata, “Naham virinco hi kumara naradam na brahmo-putra munayah suresah …. na tat svarupam prthag isa maninah ……, baik saya maupun Brahma, Asvini-kumara, Narada dan para Rishi lain putra Brahma dan juga para Deva, tidak mampu memahami kegiatan dan pribadi rohani Tuhan Yang Maha Esa. Meskipun kami adalah bagian-bagian dari Beliau, namun kami menganggap diri sebagai para pengendali yang bebas dan terpisah dari-Nya. Karena itu, kami tidak mampu mengerti diri-Nya”. (Bhagavata Purana 6.17.32).
Jiva-tattva atau makhluk hidup (jiva) adalah perbanyakan berbeda dan terpisah (vibhinamsa) Sri Krishna. Jiva-tattva merupakan tenaga marginal (tatastha-sakti) Beliau sebab ia bisa berada di tingkat material atau pun spiritual. Dan ia di-ikat kuat oleh hukum-hukum alam material.
Visnu-tattva adalah perbanyakan pribadi (svamsa) Sri Krishna yang tinggal di berbagai planet Vaikuntha di angkasa rohani dan yang turun ke dunia fana sebagai Visnu-avatara untuk melaksanakan fungsi pemeliharaan alam material. Para Visnu-tattva selamanya berada pada tingkat spiritual. Mereka tidak terkena atau tunduk pada hukum-hukum alam material atau spiritual.
Siva-tattva adalah perbanyakan Sri Krishna yang membiarkan dirinya diliputi sifat-sifat alam material khususnya tamo-guna (sifat kegelapan). Yang tergolong siva-tattva adalah Siva sendiri beserta ke 11 perbanyakannya yang disebut Eka dasa rudra. Para siva-tattva tidak pernah terkotori oleh sifat-sifat alam material meskipun berada di alam material.
Karena itu, Veda menyatakan, “Yas tu narayanam devam brahma rudradi daivitaih samat venaiva vikseta sa pasandi bhaved dhruvam, tetapi orang yang menganggap Sri Narayana (Visnu atau Krishna) sama atau setingkat dengan para Deva seperti Brahma dan Siva, maka dia disebut pasandi, manusia atheistik (Padma Purana).
Alam material disebut Devi-dhama, tempat tinggal Durgadevi. Di alam material, tempat tinggal Siva adalah di Kailasa, Ilavrta-varsa dan Vitala-loka. Di ketiga tempat ini Siva tinggal di bawah pohon, sebab beliau tidak punya rumah apalagi istana.
Tempat tinggal Siva di luar (diatas) Devi-dhama adalah Mahesa-dhama. Diatas Mahesa-dhama adalah Hari dhama, tempat tinggal Hari ( dan para Visnu-tattva lainnya). Dan diatas Hari- dhama adalah Goloka-dhama, tempat tinggal Sri Krishna pribadi (perhatikan Brahma Samhita 5.43).
Selain para penganut Saiva agama, pada jaman Kali yang disebut modern dewasa ini, Siva dipuja oleh:
• Orang-orang saleh yang hidup sederhana sesuai ritual tradisional dengan sedikit pengetahuan tentang beliau.
• Para politikus, bisnismen dan berbagai jenis manusia berwatak materialistik yang tujuan hidupnya memperoleh kedudukan/jabatan, kekuasaan dan kekayaan material.
Mereka yang tidak sadar dirinya telah dijangkiti filsafat mayavada.

Pada umumnya para pemuja Siva tidak perduli pada kegiatan spiritual beliau yakni khusuk bermeditasi kepada Sri Visnu dan hidup amat sederhana. Mereka memuja nya untuk mencapai tujuan-tujuan material semata-mata karena Siva amat mudah dipuaskan, sehingga nama lain beliau adalah Asutosa.
Bahkan para pemujanya yang berwatak materialistik tidak segan meniru kegiatan Siva dengan merokok, menghisap ganja, minum miras,melakukan kegiatan cinta-birahi bebas dan berbagai perbuatan eksentrik.
Mereka tidak perduli peringatan Veda, “Jangan meniru perbuatan para kepribadian agung dan mulia, tetapi turuti perintah-perintahnya” (Perhatikan Bhagavata Purana 10.33.30 -31).
Sumber: Anonim (file dari Bhagiratha Dasa)

Mengapa Memuja Sri Krishna?

Pemujaan Kepada Sri Krishna dan penjelmaan-penjelmaan-Nya (awatara) telah menjadi tradisi yang berlangsung sejak ribuan tahun lamanya di India. Dalam beberapa mazab Waisnawa, Sri Krishna dipuja dalam perwujudan-Nya sebagai Sri Wishnu. Selain itu, Sri Krishna juga dipuja dalam perwujudan-Nya sebagai Lakmsi Narayana. Pemujaan Sri Krishna dalam bentuk Radha-Krishna merupakan pemujaan yang dilakukan dalam garis perguruan atau sampradaya Brahma-Madhva-Gaudiya Waisnawa.
Bila kita mempelajari dan mendalami uraian kitab-kitab Weda, Purana, dan Upanisad, maka akan dapat kita temukan begitu banyak sloka yang membenarkan bahwa Sri Krishna adalah Purna-Awatara, atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Para Resi, para acarya, dan orang-orang yang sudah mencapai keinsafan diri pada zaman dahulu membenarkan kenyataan ini. Dalam kitab Bhagavad-gita, yang diakui sebagai kitab Weda Kelima (Pancama Weda) kedudukan Sri Krishna sangatlah jelas :
“Tidak ada Kebenaran yang lebih tinggi dari-Ku” (Gita 7.7);
“Aku adalah sumber segala dunia rohani dan dunia material, seluruh ciptaan berasal dari Diriku (Gita 10.8)
sarvasya cähaà hådi sanniviñöo
mattaù småtir jïänam apohanaà ca
vedaiç ca sarvair aham eva vedyo
vedänta-kåd veda-vid eva cäham
“Akulah yang harus diketahui dari segala Weda” (Gita 15.15)

arjuna uväca
paraà brahma paraà dhäma
pavitraà paramaà bhavän
puruñaà çäçvataà divyam
ädi-devam ajaà vibhum
ähus tväm åñayaù sarve
devarñir näradas tathä
asito devalo vyäsaù
svayaà caiva bravéñi me

“Arjuna berkata : Engkau adalah Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa, tempat tinggal tertinggi, Yang Mahasuci, Kebenaran Mutlak. Anda adalah Yang Mahaabadi, Yang Rohani dan melampaui dunia ini, Kepribadian Asli dan tidak terlahirkan dan Yang Mahabesar. Semua resi yang mulia seperti Narada, Asita, Devala, dan Wyasa membenarkan kenyataan ini tentang Anda, dan sekarang Anda Sendiri menyatakan demikian kepada hamba.” (Gita 10.12-13)

Ashram Narayana Smrti menyelenggarakan program dan aktivitasnya dengan berlandaskan pada ajaran-ajaran Weda, Upanisad, dan Purana (khususnya kitab Bhagavad-gita dan Bhagavata Purana). Dalam kitab Bhagavad-gita, Sri Krishna mengajarkan empat jalan (Catur Marga Yoga) yang dapat ditempuh oleh manusia untuk mendekatkan diri dan mencapai kepada Tuhan. Keempat jalan itu adalah :
1) Karma Yoga (melepaskan ikatan terhadap hasil pekerjaan seseorang dan menyerahkannya kepada Tuhan);
2) Jnana Yoga (mendekatkan diri kepada Tuhan melalui pengembangan pengetahuan spiritual);
3) Raja Yoga (mendekatkan diri kepada Tuhan melalui jalan yoga, meditasi, serta pengekangan dan pengendalian diri);
4) Bhakti Yoga (mendekatkan diri kepada Tuhan melalui pengembangan rasa bhakti, cinta kasih, dan penyerahan diri kepada Tuhan).
Latihan pengembangan kehidupan spiritual yang dilakukan di Ashram Narayana Smrti lebih dititikberatkan dan difokuskan pada pelaksanaan ajaran Bhakti Yoga. Bhakti Yoga inilah yang menjadi ajaran dan praktek spiritual utama dalam tradisi Hindu Waisnawa, yang telah ada dan berkembang sejak ribuan tahun yang lalu di India. Waisnawa adalah nama yang diberikan untuk para penganut Hindu yang menempatkan Wisnu, atau Sri Krishna beserta penjelmaan-penjelmaan-Nya sebagai tujuan pemujaan tertinggi.
Mempelajari ajaran Weda dan pengetahuan rohani lainnya dibawah bimbingan seorang guru kerohanian (guru spiritual) yang dapat dipercaya merupakan sebuah tradisi penting dalam Hindu yang telah berlangsung dan dipelihara sejak berabad-abad, khususnya di India. Sama halnya dengan orang yang belajar ilmu pengetahuan duniawi membutuhkan bimbingan seorang guru atau dosen yang ahli dalam bidangnya, begitu pula dalam mempelajari pengetahuan rohani, sangat dianjurkan agar seseorang dibimbing oleh seorang guru kerohanian.
Pentingnya belajar dari seorang guru kerohanian ini ditekankan oleh Sri Krishna dalam Bhagavad-gita 4.34 sebagai berikut :

tad viddhi praëipätena
paripraçnena sevayä
upadekñyanti te jïänaà
jïäninas tattva-darçinaù

Cobalah mempelajari kebenaran dengan cara mendekati seorang guru kerohanian. Bertanya kepada beliau dengan tunduk hati dan mengabdikan diri kepada beliau. Orang yang sudah insyaf akan dirinya dapat memberikan pengetahuan kepadamu karena mereka sudah melihat kebenaran itu.

Dalam tatanan spiritual kebudayaan Weda, para guru kerohanian tersebut umumnya adalah para sannyasin/ bhiksuka, yaitu mereka yang telah memasuki tahap hidup pelepasan ikatan terhadap hal-hal duniawi. Inilah alasan yang melahirkan tradisi parampara dan sampradaya dalam kebudayaan Weda. Parampara adalah suksesi guru-murid atau garis perguruan rohani yang menjadi perantara pewarisan dan pelestarian pengetahuan dan ajaran Weda.
Begitu pula, ajaran Waisnawa yang dipraktekkan di Ashram Narayana Smrti khususnya adalah ajaran Waisnawa yang diajarkan dalam sampradaya (garis perguruan rohani) Brahma-Madhva-Gaudiya Waisnawa. Dalam garis perguruan ini, diyakini bahwa pengetahuan Weda yang diajarkan bermula dari wahyu yang disampaikan oleh Sri Krishna kepada Dewa Brahma, lalu Brahma mengajarkannya kepada Rsi Narada. Rsi Narada selanjutnya mengangkat Rsi Wyasa (yang dikenal dan diakui sebagai penyusun kitab-kitab Weda) sebagai muridnya. Rsi Wyasa memiliki banyak murid, murid ini mempunyai murid, dan seterusnya. Hingga saat ini, garis perguruan ini masih tetap eksis dan berkembang. Di jaman modern ini, salah seorang guru kerohanian yang terkemuka yang berasal dari tradisi Brahma-Madhva-Gaudiya Waisnawa itu adalah Om Visnupada A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada (1896 1977), atau yang secara luas dikenal dengan nama Srila Prabhupada.
Atas perintah guru kerohaniannya, Srila Prabhupada pergi ke Amerika Serikat pada tahun 1965 untuk mengajarkan Bhakti Yoga ke dunia Barat, khususnya tradisi pemujaan kepada Sri Krishna, sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh jutaan penganut Waisnawa di India sejak ribuan tahun yang lalu. Untuk menjalankan misinya, Srila Prabhupada mendirikan organisasi International Society for Krishna Consciousness (Masyarakat Kesadaran Krishna Sedunia) di New York pada tahun 1966. Selanjutnya, selama 12 tahun pengajarannya (1965-1977) Srila Prabhupada berkeliling dunia sebanyak 14 kali (ke Rusia, Asia, Afrika, Eropa, Australia, dll) dan mendirikan lebih dari 108 kuil/temple, ashram, pusat pertanian, gurukula, dan pusat-pusat pembelajaran Weda lainnya. Perkumpulan ini secara mendunia lebih dikenal dengan sebutan Hare Krishna Movement (Perkumpulan Hare Krishna).
Srila Prabhupada berkunjung ke Indonesia pada tahun 1973, dan memberikan ceramah di Lembaga Administrasi Negara, bertemu beberapa pejabat negara, serta berkunjung ke beberapa tempat lainnya di Jakarta. Sejak saat itulah Hare Krishna mulai berkembang di Indonesia. Hingga saat ini, terdapat kurang lebih 25 ashram besar dan kecil di seluruh Indonesia. Selain ashram terdapat juga pusat perkampungan dan pertanian Waisnawa di Lampung (seluas 75 hektar, telah memiliki fasilitas TK dan SD sendiri) dan di Kalimantan Tengah (seluas 120 hektar, dalam tahap pengembangan). Narayana Smrti Ashram yang berlokasi di Yogyakarta ini adalah salah satu dari kurang lebih 700 ashram serupa yang tersebar di seluruh dunia.

man-manä bhava mad-bhakto
mad-yäjé mäà namaskuru
mäm evaiñyasi satyaà te
pratijäne priyo ‘si me

“Berpikirlah tentang-Ku senantiasa, menjadi penyembah-Ku, bersembahyang kepada-Ku dan bersujud kepada-Ku. Dengan demikian, pasti engkau akan datang kepada-Ku. Aku berjanji demikian kepadamu karena engkau kawan-Ku yang sangat Kucintai (Gita 18.65)

yat karoñi yad açnäsi
yaj juhoñi dadäsi yat
yat tapasyasi kaunteya
tat kuruñva mad-arpaëam

Apapun yang engkau lakukan, apapun yang engkau makan, apapun yang engkau persembahkan atau berikan sebagai sumbangan serta pertapaan apapun yang engkau lakukan lakukanlah kegiatan itu sebagai persembahan kepada-Ku, wahai putra Kunti. (Gita 9.27)

Siapakah Sri Krishna? Mengapa Sri Krishna dipuja sebagai Tuhan? Bukankah Sri Krishna hanyalah salah satu awatara atau inkarnasi dari Sri Wishnu? Bukankah selama ini, Sri Krishna dikenal hanya sebagai tokoh kepahlawanan dalam Epos Mahabharata? Tidakkah Sri Wishnu adalah salah satu dari Tri Murti dalam Hindu, yaitu Brahma, Wishnu, dan Siwa?
Untuk dapat memahami dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, diperlukan sebuah pengkajian dan penelaahan yang lebih mendalam dan menyeluruh terhadap konsep ketuhanan dalam kitab-kitab Weda, Purana, dan Upanisad.
Bila kita mempelajari dan mendalami uraian kitab-kitab Weda, Purana, dan Upanisad, maka akan dapat kita temukan begitu banyak sloka yang membenarkan bahwa Sri Krishna adalah Purna-Awatara, atau Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam kitab Bhagavata Purana 1.3.28, dinyatakan bahwa Sri Krishna adalah sumber dari segala awatara. Setelah dalam sloka-sloka sebelumnya menguraikan berbagai wujud dan kegiatan rohani para awatara atau penjelmaan Tuhan yang jumlahnya tidak terhingga, Rsi Wyasa menyatakan :

ete cäàça-kaläù puàsaù
kåñëas tu bhagavän svayam
indräri-vyäkulaà lokaà
måòayanti yuge yuge

Semua penjelmaan tersebut di atas adalah penjelmaan yang berkuasa penuh, atau bagian dari bagian yang berkuasa penuh dari Tuhan, tetapi Sri Krishna adalah Kepribadian Tuhan Yang Asli. Semua penjelmaan itu muncul di berbagai alam semesta, kapanpun terjadi gangguan yang ditimbulkan oleh orang yang ateis. Tuhan menjelma untuk melindungi para penyembah-Nya.
Para Resi, para acarya, dan orang-orang yang sudah mencapai keinsafan diri pada zaman dahulu membenarkan kenyataan ini. Dalam kitab Bhagavad-gita, yang diakui sebagai kitab Weda Kelima (Pancama Weda), kedudukan Sri Krishna sangatlah jelas :

“Wahai Dhananjaya (Arjuna), tidak ada Kebenaran yang lebih tinggi daripada-Ku. Segala sesuatu bersandar kepada-Ku, bagaikan mutiara diikat pada seutas tali.” (Gita 7.7);



“Aku adalah sumber segala dunia rohani dan dunia material. Segala sesuatu berasal dari-Ku. Orang bijaksana yang mengetahui kenyataan ini secara sempurna menekuni bhakti kepada-Ku dan menyembah-Ku dengan sepenuh hatinya. (Gita 10.8)

sarvasya cähaà hådi sanniviñöo
mattaù småtir jïänam apohanaà ca
vedaiç ca sarvair aham eva vedyo
vedänta-kåd veda-vid eva cäham

“Aku bersemayam di dalam hati setiap makhluk. Ingatan, pengetahuan, dan pelupaan berasal dari-Ku; Akulah yang harus diketahui dari segala Weda, memang Akulah yang menyusun Wedanta, dan Akulah yang mengetahui Weda” (Gita 15.15)

arjuna uväca
paraà brahma paraà dhäma
pavitraà paramaà bhavän
puruñaà çäçvataà divyam
ädi-devam ajaà vibhum

ähus tväm åñayaù sarve
devarñir näradas tathä
asito devalo vyäsaù
svayaà caiva bravéñi me

“Arjuna berkata : Engkau adalah Kepribadian Tuhan Yang Mahaesa, tempat tinggal tertinggi, Yang Mahasuci, Kebenaran Mutlak. Anda adalah Yang Mahaabadi, Yang Rohani dan melampaui dunia ini, Kepribadian Asli dan tidak terlahirkan dan Yang Mahabesar. Semua resi yang mulia seperti Narada, Asita, Devala, dan Wyasa membenarkan kenyataan ini tentang Anda, dan sekarang Anda Sendiri menyatakan demikian kepada hamba.” (Gita 10.12-13)
Pemujaan Kepada Sri Krishna dan penjelmaan-penjelmaan-Nya (awatara) telah menjadi tradisi yang berlangsung sejak ribuan lalu di India. Dalam beberapa mazab Waisnawa, Sri Krishna dipuja dalam perwujudan-Nya sebagai Sri Wishnu. Selain itu, Sri Krishna juga dipuja dalam perwujudan-Nya sebagai Laksmi – Narayana. Pemujaan Sri Krishna dalam perwujudan Radha-Krishna merupakan pemujaan yang dilakukan dalam garis perguruan atau sampradaya Brahma-Madhva-Gaudiya Waisnawa dan berbagai sampradaya lainnya.

Yoga dan Meditasi

Yoga bukanlah sesuatu yang berhubungan dengan agama atau kepercayaan tertentu. Yoga adalah Yoga. Yoga merupakan suatu tehnik spiritual yang lebih tua dari agama apa pun juga di dunia, termasuk agama Hindu, agama tertua yang dikenal dalam catatan sejarah manusia.
Agama Hindu adalah agama yang berdasarkan kitab suci Veda. Sementara kitab Veda pertama kali digubah sekitar tahun 5000 SM, pada saat masuknya bangsa Arya ke India. Sementara Yoga sudah dikenal oleh masyarakat India jauh sebelum datangnya bangsa Arya. Para Yogi (praktisi yoga) sudah terdapat di India jauh sebelum jaman Veda. Sampai saat ini, praktisi yoga tidak hanya pemeluk Hindu saja, namun dari berbagai agama dan kepercayaan. Bahkan dalam beberapa literatur, disebutkan beberapa nabi dan orang-orang suci pun juga menjadi praktisi yoga, seperti Yesus dan nabi-nabi lain yang sulit disebutkan di sini. Yoga adalah milik dunia, milik semua insan yang ingin menjalani kehidupan spiritual. Tanpa ada ikatan agama maupun tradisi. Sebagaimana sinar matahari, semua insan berhak berjemur dibawahnya.
Namun harus diakui, bahwa Yoga yang diketahui sekarang merupakan warisan dari khazanah budaya India. Maka istilah-istilah dalam Yoga mempunyai banyak kesamaan dengan istilah-istilah dalam agama Hindu, karena keduanya sama-sama lahir dalam tradisi kebudayaan India. Oleh karenanya, bila ingin mendalami Yoga, harus tidak keberatan menerima istilah-istilah India. Sebagaimana kita tidak pernah keberatan menggunakan istilah-istilah Latin, bila belajar ilmu kedokteran. Menggunakan istilah-istilah Jepang dalam belajar Karate dan istilah-istilah Cina dalam belajar Kungfu. Atau, mempelajari buku-buku bahasa Inggris untuk mendalami ilmu Ekonomi.
Yoga berasal dari suku kata yuj, dalam bahasa Sansekerta berarti "menghubungkan" atau "mempersatukan". Secara kebetulan, kata ini semakna dengan sholat yang berasal dari kata washola, dalam bahasa Arab yang juga berarti “menghubungkan” atau “mempersatukan”. Untuk menyatukan diri dengan Tuhan kalangan muslim melakukan sholat, berupa doa-doa dan gerakan-gerakan tertentu. Dalam Yoga, doa-doa disebut mantra yoga dan gerakan-gerakan disebut hatha yoga. Tujuan sholat adalah untuk berzikir – mengingat Allah. (QS 20:14). Hasilnya adalah tercegahnya perbuatan keji dan mungkar. Dan ritual ini (sholat) dipandang oleh Tuhan sebagai ritual yang lebih besar manfaatnya daripada ritual lainnya. (QS 29:45). Jika anda setuju, maka Yoga merupakan ritual yang besar manfaatnya.
Bila kita mengenal Karate atau Kungfu sebagai sebagai suatu tehnik untuk membela diri, maka Yoga merupakan suatu tehnik untuk mengenal diri. “Siapa yang mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya”. Perlu ditegaskan lagi, bahwa Yoga adalah suatu sadhana (latihan yang bersifat spiritual). Bukan sebagaimana dipahami sekarang,Yoga diartikan sebagai senam atau latihan kanuragan.
Sebagaimana ilmu bela diri, berlatih Yoga juga memerlukan disiplin yang keras. Tidak ada dispensasi untuk memperpendek jalan. Namun, berlatih Yoga tidak ada istilah terlambat untuk dimulai. Apakah seorang anak - orang tua, wanita - pria, cacat - sehat, terpelajar - buta huruf, bahkan seorang yang suci atau pendosa pun dengan kesungguhan hati semuanya dapat berlatih Yoga.

Jenis-jenis Yoga
Secara garis besar Yoga ada 4 jenis, yaitu :
Karma Yoga, Bakti Yoga, Jnana Yoga, dan Raja Yoga.
Adapun Mantra Yoga, Japa Yoga, Hatha Yoga, Kundalini Yoga, Kriya Yoga, dll. dikatagorikan sebagai Raja Yoga.
Karma Yoga, yoga yang dilakukan melalui kehidupan tanpa pamrih. Para praktisinya tidak pernah mengeluh menghadapi persoalan. Semua masalah dipandang merupakan akibat dari karma, maka harus diterima dan dihadapi. Konsep ini banyak disalah-pahami sebagai konsep hidup pasip, padahal konsep ini justru membawa manusia menjadi aktip dalam menghadapi kehidupan. Karma Yoga mengajarkan pada manusia untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan, bukan melarikan diri dari persoalan.
Bila anda praktisi Karma Yoga, maka persoalan apapun yang terjadi harus anda terima, tidak melarikan diri. Melarikan diri bukan solusi, tapi justru menimbun persoalan dan membuat persoalan baru. Persoalan tidak akan pernah hilang, yang ada hanyalah penundaan dan penumpukan. Untuk menyelesaikannya, mau - tidak mau, suka-terpaksa, semua harus dihadapi. Entah kapan, yang jelas semua persoalan perlu penyelesaian. Banyak penderita stress, bahkan yang bunuh diri, dikarenakan tidak mau menerima suatu persoalan sebagai kenyataan dan menyelesaikannya, kemudian melarikan diri tanpa mau menghadapi dan menyelesaikannya.
Bakti Yoga, yoga yang dilakukan dengan berbakti kepada Tuhan, yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Tuhan. Semuanya dilakukan dengan cinta tanpa memiliki pamrih apa pun (termasuk ingin masuk sorga). Kecintaan praktisi Bakti Yoga (Bakta) bermakna luas. Bukan hanya pada Tuhan, namun juga pada semua mahluk ciptaan-NYA. Mencintai ciptaan-NYA merupakan manifestasi dari mencintai Sang Pencipta. Cinta seorang Bakta tidak membeda-bedakan ras, suku, bangsa, dan agama. Tidak membenci yang miskin - yang kaya, yang indah - yang buruk, yang pintar - yang bodoh, yang beriman - yang kafir. Semuanya dicintai, bahkan binatang, tumbuhan, dan batu-batuan pun tidak luput dari kecintaan seorang praktisi Bakti.
Jnana Yoga, yoga yang dilakukan dengan jalan pengetahuan. Praktisi yoga ini adalah para intelektual, dengan cara mengkikis kebodohan manusia. Dengan terkikisnya kebodohan, maka manusia semakin pandai. Semakin pandai manusia, terhapuslah kemiskinan, ketidak-adilan, dan kesewenangan. Dengan demikian semakin damai dunia. Semua itu dikarenakan manusia tahu akan hakekat dirinya. Manusia yang tahu hakekat dirinya, maka dia akan tahu hakekat Tuhannya. Itulah tugas para praktisi Jnana Yoga.
Raja Yoga, yoga yang dilakukan dengan cara mempraktekkan secara langsung tata cara pengedalian pikiran dan kesadaran indra-indra manusia. Raja Yoga memuat berbagai disiplin fisik dan pikiran, semua dilakukan dalam rangka menuju kepenyatuan seorang hamba dengan Tuhan. Hasil dari semua itu disebut Pencerahan, Manunggaling Kawula Gusti (Jw.). Makrifatullah (Is.). Apapun namanya, bukan suatu masalah yang patut diperdebatkan. Bagi praktisi yoga, yang penting adalah pelaksanaannya.
Perkembangan kemudian, hanya Raja Yoga lah yang dikenal sebagai Yoga. Bagi praktisi Raja Yoga, praktek Hatha, Japa, Mantra, Kundalini, dsb. bukanlah sesuatu yang terpisah. Sebagaimana praktek Sholat, tidak pernah memisahkan antara “bacaan” (doa-doa) dengan “gerakan-gerakannya”, semuanya sakral. Seorang praktisi Yoga yang sempurna, juga melakukan praktek Bakti, Karma, dan Jnana. Sebagaimana seorang yang taat beragama, tidak hanya melakukan ritual peribadatan pada Tuhan saja, tapi juga melakukan semua aturan moralitas dan hukum yang telah digariskan.

Guru
Belajar Bakti, Karma, Jnana bisa saja tanpa guru, tapi belajar Raja Yoga keberadaan seorang guru/pembimbing merupakan syarat mutlak. Seperti melakukan Kundalini Yoga, mengaktifkan cakra-cakra adalah pekerjaan yang sukar dan berbahaya tanpa adanya bimbingan seorang guru. Kitab Siva Samhita menerangkan bahwa belajar Yoga tanpa guru sungguh tidak berguna, lemah, dan menyedihkan. Bagi seorang murid yoga, mendapatkan seorang guru merupakan suatu anugrah yang luar biasa, tidak bisa diukur dengan harta,tahta, dan nyawa sekali pun karena hanya pengetahuan yang diberikan dari bibir seorang guru saja yang penuh kekuatan dan sangat berguna.
Seorang guru dapat memberikan sakti sancara (pemberian kekuatan batin) kepada murid. Cara yang dilakukan pemberian tersebut dengan jalan spharsa (menyentuh), dharsana (memandang), atau dengan cara sankalpa (berkehendak). Orang yang sering bermeditasi akan merasakan betapa berbedanya meditasi sendiri selama bertahun-tahun dibanding meditasi dengan seorang guru beberapa menit saja. Kekuatan rohani seorang guru memberikan berkah baginya. Demikian pula dalam Yoga keberadaan seorang guru adalah sangat esensial.
Mencari seorang guru bukan hal yang mudah. Seseorang yang berdekatan dengan guru akan mengalami ketenangan. Seorang guru terbebas dari segala problem mental. Seorang guru hidup penuh kemuliaan moralitas. Seorang guru memiliki kontrol terhadap semua lapisan jiwa. Seorang guru tidak hanya mengajar, tapi juga menuntun murid pada kemajuan lebih lanjut. Demikian sekilas tentang ciri-ciri seorang guru yang berkwalitas menurut kitab-kitab Yoga. Selama bumi masih berputar, seorang guru selalu ada. Seringkali seorang guru menghampiri kita. Persoalannya, apakah kita mau menjadi murid atau tidak. Keangkuhan dan kebodohan diri yang seringkali menjadi hambatan untuk berjumpa dengan guru.
Teknik yoga merupakan explorasi terhadap diri sendiri, sehingga dapat memaksimalkan segenap potensi diri yang belum dikenali. Tubuh manusia merupakan perangkat komputer yang super canggih sekaligus pesawat yang dapat membawa dirinya menjelajah ke seluruh pelosok penjuru bumi dan langit (semacam peristiwa mi`raj Nabi Muhammad-Is.). Yoga membawa manusia untuk melampaui yang fana, baik yang tampak maupun tidak tampak.
Belajar yoga menuntut pengalaman langsung. Tidak hanya berkutat pada pengetahuan saja, seperti para cendekiawan, pakar agama, dan ahli filsafat. Mereka lebih senang berolah pikir dan berdebat tentang alam, manusia, dan Tuhan. Namun, tidak pernah sampai pada pengalaman yang lebih jauh tentang alam, manusia, dan Tuhan. Bahkan seringkali justru terjerumus pada pen-dewa-an akal dan alam, kemudian mengesampingkan Tuhan. Mereka tidak memiliki pengalaman rohani, karena tidak pernah menterjemahkan pengetahuannya dalam hidup sehari-hari. Menguasai berbagai kitab suci, tapi tidak memahaminya. Memahaminya tapi tidak melaksanakan. Di sini-lah perbedaan antara para yogi (sufi-Is.) dengan para ahli kitab (cendekiawan).
Latihan yoga tidak harus meninggalkan keluarga dan menyepi di hutan. Seorang yogi (praktisi yoga) bisa saja berada di tengah keramaian dunia. Seperti bunga teratai yang tumbuh di lumpur, tapi tidak tercemar oleh lumpur. Tidak hanya orang Hindu atau Buddha saja yang dapat menjadi yogi. Siapa pun bisa menjadi yogi, bahkan banyak orang yang tidak pernah mendengar istilah-istilah dalam ajaran yoga, tetapi hidup mereka bagaikan seorang yogi.

Patanjali
Patanjali, seorang yogi (praktisi yoga), menerangkan bahwa yoga memiliki 8 bagian yang tidak terpisahkan, yaitu : Yama (mengendalikan diri), Niyama (ketaatan), Asana (Sikap badan), Pranayama (pengaturan nafas), Pratyahara (Pengaturan diri/indra), Dharana (Konsentrasi), Dhyana (Meditasi), dan Samadhi (Keseimbangan). Bagian-bagian yoga tersebut tidak dapat dipisahkan, sebagaimana bagian tubuh manusia yang juga tidak dapat dipisah-pisahkan. Pengaturan nafas tanpa pengaturan diri, bukanlah Yoga, demikian seterusnya. Kedelapan bagian tersebut adalah satu kesatuan.
Lebih lanjut Pantanjali menjelaskan. Yama berarti menghindari kekerasan (Ahimsa), mantap dalam kebenaran (satya), mantap dalam kejujuran (asteya), Hidup dalam Tuhan (Brahmacharya), tidak tamak (Aparigraha). Dan, Niyama berarti menjaga kebersihan dan kesucian diri (sauca), merasa puas dengan apa adanya (samtosa), sederhana (tapah), mempelajari diri sendiri (swadaya), dan menyerahkan segalanya pada Tuhan (Iswara pranidhana).
Asana tidak hanya berarti sikap yang nyaman dalam postur-postur yoga, tapi pola hidup yang nyaman, yaitu pola hidup yang seimbang. Makan tidak berlebihan-puasa juga tidak berlebihan. Mencintai tidak berlebihan-membenci juga tidak berlebihan, dan seterusnya. Rasa nyaman ini harus permanen-tidak temporer.
Pranayama yaitu menyadari proses pernafasan. Menyadari proses pernafasan berarti menyadari tipisnya jarak antara kehidupan dan kematian. Bermula dari sini manusia akan mencapai tingkatan kasih tanpa pamrih. Tingkatan ini-lah yang membedakan antara manusia dengan hewan.
Pratyahara berarti menyadari pola-pola berpikir. Pola pikir terkendali maka kontrol diri (indra-indra) juga terkendali. Dengan demikian seseorang tidak akan tergoda oleh objek-objek duniawi. Peng-haram-an atas objek-objek dunia, seperti sex bebas, narkoba, dsb. Tidak akan banyak membantu. Justru, pelarangan tersebut seringkali membuat seseorang terobsesi. Ajaran yoga tidak mengharamkan sesuatu apa-pun, tapi menuntut pengendalian/pelepasan diri terhadap objek-objek duniawi tersebut. Demikian-lah yoga, menuntut pelepasan ego secara luas. Selama seseorang belum dapat mengendalikan dirinya, maka tidak dianjurkan melakukan yoga (jalan spiritual). Karena tujuan yoga adalah menenangkan danau pikiran manusia sehingga bayangan ilahi nampak terlihat dengan sangat jelas. Oleh sebab itu, supaya pikiran tidak kacau maka dibutuhkan niat yang kuat dalam melaksanakan yoga.
Dharana (konsentrasi), mencapai konsentrasi berarti seseorang telah mencapai ketenangan yang alami. Ketenangan yang permanen-bukan dibuat-buat. Pada bagian ini seseorang mencapai kedamaian Illahi sekaligus memancarkan cahaya ilahi pada lingkungannya. Tidak ada lagi gundah-gulana, sedih-gembira, baik-buruk, yang dapat mempengaruhinya.
Selanjutnya Dhyana (meditasi yang mendalam), menyadari sesuatu tanpa ada gangguan lagi.
Kemudian bagian terakhir Samadhi (tujuan akhir meditasi), kondisi ini tidak dapat lagi dijelaskan. Inilah pencerahan, tempat pertemuan antara kekasih dengan yang dikasihi, pertemuan antara hamba dengan Tuan, pertemuan antara Khalik dengan mahluk.
Demikian sekilas penjelasan tentang 8 bagian yoga yang diajarkan oleh Patanjali. Kedelapan bagian tersebut berkaitan-tidak bisa dipisahkan. Pelaksanaan dari 8 bagian tersebut itu-lah yang disebut yoga dalam arti yang sesungguhnya. Ini perlu dijelaskan karena bagi masyarakat Indonesia, yoga seringkali disalahartikan sebagai “akrobat” atau semacam “praktek-praktek klenik”, dan lain sebagainya..

Yoga dan Meditasi

Yoga bukanlah sesuatu yang berhubungan dengan agama atau kepercayaan tertentu. Yoga adalah Yoga. Yoga merupakan suatu tehnik spiritual yang lebih tua dari agama apa pun juga di dunia, termasuk agama Hindu, agama tertua yang dikenal dalam catatan sejarah manusia.
Agama Hindu adalah agama yang berdasarkan kitab suci Veda. Sementara kitab Veda pertama kali digubah sekitar tahun 5000 SM, pada saat masuknya bangsa Arya ke India. Sementara Yoga sudah dikenal oleh masyarakat India jauh sebelum datangnya bangsa Arya. Para Yogi (praktisi yoga) sudah terdapat di India jauh sebelum jaman Veda. Sampai saat ini, praktisi yoga tidak hanya pemeluk Hindu saja, namun dari berbagai agama dan kepercayaan. Bahkan dalam beberapa literatur, disebutkan beberapa nabi dan orang-orang suci pun juga menjadi praktisi yoga, seperti Yesus dan nabi-nabi lain yang sulit disebutkan di sini. Yoga adalah milik dunia, milik semua insan yang ingin menjalani kehidupan spiritual. Tanpa ada ikatan agama maupun tradisi. Sebagaimana sinar matahari, semua insan berhak berjemur dibawahnya.
Namun harus diakui, bahwa Yoga yang diketahui sekarang merupakan warisan dari khazanah budaya India. Maka istilah-istilah dalam Yoga mempunyai banyak kesamaan dengan istilah-istilah dalam agama Hindu, karena keduanya sama-sama lahir dalam tradisi kebudayaan India. Oleh karenanya, bila ingin mendalami Yoga, harus tidak keberatan menerima istilah-istilah India. Sebagaimana kita tidak pernah keberatan menggunakan istilah-istilah Latin, bila belajar ilmu kedokteran. Menggunakan istilah-istilah Jepang dalam belajar Karate dan istilah-istilah Cina dalam belajar Kungfu. Atau, mempelajari buku-buku bahasa Inggris untuk mendalami ilmu Ekonomi.
Yoga berasal dari suku kata yuj, dalam bahasa Sansekerta berarti "menghubungkan" atau "mempersatukan". Secara kebetulan, kata ini semakna dengan sholat yang berasal dari kata washola, dalam bahasa Arab yang juga berarti “menghubungkan” atau “mempersatukan”. Untuk menyatukan diri dengan Tuhan kalangan muslim melakukan sholat, berupa doa-doa dan gerakan-gerakan tertentu. Dalam Yoga, doa-doa disebut mantra yoga dan gerakan-gerakan disebut hatha yoga. Tujuan sholat adalah untuk berzikir – mengingat Allah. (QS 20:14). Hasilnya adalah tercegahnya perbuatan keji dan mungkar. Dan ritual ini (sholat) dipandang oleh Tuhan sebagai ritual yang lebih besar manfaatnya daripada ritual lainnya. (QS 29:45). Jika anda setuju, maka Yoga merupakan ritual yang besar manfaatnya.
Bila kita mengenal Karate atau Kungfu sebagai sebagai suatu tehnik untuk membela diri, maka Yoga merupakan suatu tehnik untuk mengenal diri. “Siapa yang mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya”. Perlu ditegaskan lagi, bahwa Yoga adalah suatu sadhana (latihan yang bersifat spiritual). Bukan sebagaimana dipahami sekarang,Yoga diartikan sebagai senam atau latihan kanuragan.
Sebagaimana ilmu bela diri, berlatih Yoga juga memerlukan disiplin yang keras. Tidak ada dispensasi untuk memperpendek jalan. Namun, berlatih Yoga tidak ada istilah terlambat untuk dimulai. Apakah seorang anak - orang tua, wanita - pria, cacat - sehat, terpelajar - buta huruf, bahkan seorang yang suci atau pendosa pun dengan kesungguhan hati semuanya dapat berlatih Yoga.

Jenis-jenis Yoga
Secara garis besar Yoga ada 4 jenis, yaitu :
Karma Yoga, Bakti Yoga, Jnana Yoga, dan Raja Yoga.
Adapun Mantra Yoga, Japa Yoga, Hatha Yoga, Kundalini Yoga, Kriya Yoga, dll. dikatagorikan sebagai Raja Yoga.
Karma Yoga, yoga yang dilakukan melalui kehidupan tanpa pamrih. Para praktisinya tidak pernah mengeluh menghadapi persoalan. Semua masalah dipandang merupakan akibat dari karma, maka harus diterima dan dihadapi. Konsep ini banyak disalah-pahami sebagai konsep hidup pasip, padahal konsep ini justru membawa manusia menjadi aktip dalam menghadapi kehidupan. Karma Yoga mengajarkan pada manusia untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan, bukan melarikan diri dari persoalan.
Bila anda praktisi Karma Yoga, maka persoalan apapun yang terjadi harus anda terima, tidak melarikan diri. Melarikan diri bukan solusi, tapi justru menimbun persoalan dan membuat persoalan baru. Persoalan tidak akan pernah hilang, yang ada hanyalah penundaan dan penumpukan. Untuk menyelesaikannya, mau - tidak mau, suka-terpaksa, semua harus dihadapi. Entah kapan, yang jelas semua persoalan perlu penyelesaian. Banyak penderita stress, bahkan yang bunuh diri, dikarenakan tidak mau menerima suatu persoalan sebagai kenyataan dan menyelesaikannya, kemudian melarikan diri tanpa mau menghadapi dan menyelesaikannya.
Bakti Yoga, yoga yang dilakukan dengan berbakti kepada Tuhan, yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Tuhan. Semuanya dilakukan dengan cinta tanpa memiliki pamrih apa pun (termasuk ingin masuk sorga). Kecintaan praktisi Bakti Yoga (Bakta) bermakna luas. Bukan hanya pada Tuhan, namun juga pada semua mahluk ciptaan-NYA. Mencintai ciptaan-NYA merupakan manifestasi dari mencintai Sang Pencipta. Cinta seorang Bakta tidak membeda-bedakan ras, suku, bangsa, dan agama. Tidak membenci yang miskin - yang kaya, yang indah - yang buruk, yang pintar - yang bodoh, yang beriman - yang kafir. Semuanya dicintai, bahkan binatang, tumbuhan, dan batu-batuan pun tidak luput dari kecintaan seorang praktisi Bakti.
Jnana Yoga, yoga yang dilakukan dengan jalan pengetahuan. Praktisi yoga ini adalah para intelektual, dengan cara mengkikis kebodohan manusia. Dengan terkikisnya kebodohan, maka manusia semakin pandai. Semakin pandai manusia, terhapuslah kemiskinan, ketidak-adilan, dan kesewenangan. Dengan demikian semakin damai dunia. Semua itu dikarenakan manusia tahu akan hakekat dirinya. Manusia yang tahu hakekat dirinya, maka dia akan tahu hakekat Tuhannya. Itulah tugas para praktisi Jnana Yoga.
Raja Yoga, yoga yang dilakukan dengan cara mempraktekkan secara langsung tata cara pengedalian pikiran dan kesadaran indra-indra manusia. Raja Yoga memuat berbagai disiplin fisik dan pikiran, semua dilakukan dalam rangka menuju kepenyatuan seorang hamba dengan Tuhan. Hasil dari semua itu disebut Pencerahan, Manunggaling Kawula Gusti (Jw.). Makrifatullah (Is.). Apapun namanya, bukan suatu masalah yang patut diperdebatkan. Bagi praktisi yoga, yang penting adalah pelaksanaannya.
Perkembangan kemudian, hanya Raja Yoga lah yang dikenal sebagai Yoga. Bagi praktisi Raja Yoga, praktek Hatha, Japa, Mantra, Kundalini, dsb. bukanlah sesuatu yang terpisah. Sebagaimana praktek Sholat, tidak pernah memisahkan antara “bacaan” (doa-doa) dengan “gerakan-gerakannya”, semuanya sakral. Seorang praktisi Yoga yang sempurna, juga melakukan praktek Bakti, Karma, dan Jnana. Sebagaimana seorang yang taat beragama, tidak hanya melakukan ritual peribadatan pada Tuhan saja, tapi juga melakukan semua aturan moralitas dan hukum yang telah digariskan.

Guru
Belajar Bakti, Karma, Jnana bisa saja tanpa guru, tapi belajar Raja Yoga keberadaan seorang guru/pembimbing merupakan syarat mutlak. Seperti melakukan Kundalini Yoga, mengaktifkan cakra-cakra adalah pekerjaan yang sukar dan berbahaya tanpa adanya bimbingan seorang guru. Kitab Siva Samhita menerangkan bahwa belajar Yoga tanpa guru sungguh tidak berguna, lemah, dan menyedihkan. Bagi seorang murid yoga, mendapatkan seorang guru merupakan suatu anugrah yang luar biasa, tidak bisa diukur dengan harta,tahta, dan nyawa sekali pun karena hanya pengetahuan yang diberikan dari bibir seorang guru saja yang penuh kekuatan dan sangat berguna.
Seorang guru dapat memberikan sakti sancara (pemberian kekuatan batin) kepada murid. Cara yang dilakukan pemberian tersebut dengan jalan spharsa (menyentuh), dharsana (memandang), atau dengan cara sankalpa (berkehendak). Orang yang sering bermeditasi akan merasakan betapa berbedanya meditasi sendiri selama bertahun-tahun dibanding meditasi dengan seorang guru beberapa menit saja. Kekuatan rohani seorang guru memberikan berkah baginya. Demikian pula dalam Yoga keberadaan seorang guru adalah sangat esensial.
Mencari seorang guru bukan hal yang mudah. Seseorang yang berdekatan dengan guru akan mengalami ketenangan. Seorang guru terbebas dari segala problem mental. Seorang guru hidup penuh kemuliaan moralitas. Seorang guru memiliki kontrol terhadap semua lapisan jiwa. Seorang guru tidak hanya mengajar, tapi juga menuntun murid pada kemajuan lebih lanjut. Demikian sekilas tentang ciri-ciri seorang guru yang berkwalitas menurut kitab-kitab Yoga. Selama bumi masih berputar, seorang guru selalu ada. Seringkali seorang guru menghampiri kita. Persoalannya, apakah kita mau menjadi murid atau tidak. Keangkuhan dan kebodohan diri yang seringkali menjadi hambatan untuk berjumpa dengan guru.
Teknik yoga merupakan explorasi terhadap diri sendiri, sehingga dapat memaksimalkan segenap potensi diri yang belum dikenali. Tubuh manusia merupakan perangkat komputer yang super canggih sekaligus pesawat yang dapat membawa dirinya menjelajah ke seluruh pelosok penjuru bumi dan langit (semacam peristiwa mi`raj Nabi Muhammad-Is.). Yoga membawa manusia untuk melampaui yang fana, baik yang tampak maupun tidak tampak.
Belajar yoga menuntut pengalaman langsung. Tidak hanya berkutat pada pengetahuan saja, seperti para cendekiawan, pakar agama, dan ahli filsafat. Mereka lebih senang berolah pikir dan berdebat tentang alam, manusia, dan Tuhan. Namun, tidak pernah sampai pada pengalaman yang lebih jauh tentang alam, manusia, dan Tuhan. Bahkan seringkali justru terjerumus pada pen-dewa-an akal dan alam, kemudian mengesampingkan Tuhan. Mereka tidak memiliki pengalaman rohani, karena tidak pernah menterjemahkan pengetahuannya dalam hidup sehari-hari. Menguasai berbagai kitab suci, tapi tidak memahaminya. Memahaminya tapi tidak melaksanakan. Di sini-lah perbedaan antara para yogi (sufi-Is.) dengan para ahli kitab (cendekiawan).
Latihan yoga tidak harus meninggalkan keluarga dan menyepi di hutan. Seorang yogi (praktisi yoga) bisa saja berada di tengah keramaian dunia. Seperti bunga teratai yang tumbuh di lumpur, tapi tidak tercemar oleh lumpur. Tidak hanya orang Hindu atau Buddha saja yang dapat menjadi yogi. Siapa pun bisa menjadi yogi, bahkan banyak orang yang tidak pernah mendengar istilah-istilah dalam ajaran yoga, tetapi hidup mereka bagaikan seorang yogi.

Patanjali
Patanjali, seorang yogi (praktisi yoga), menerangkan bahwa yoga memiliki 8 bagian yang tidak terpisahkan, yaitu : Yama (mengendalikan diri), Niyama (ketaatan), Asana (Sikap badan), Pranayama (pengaturan nafas), Pratyahara (Pengaturan diri/indra), Dharana (Konsentrasi), Dhyana (Meditasi), dan Samadhi (Keseimbangan). Bagian-bagian yoga tersebut tidak dapat dipisahkan, sebagaimana bagian tubuh manusia yang juga tidak dapat dipisah-pisahkan. Pengaturan nafas tanpa pengaturan diri, bukanlah Yoga, demikian seterusnya. Kedelapan bagian tersebut adalah satu kesatuan.
Lebih lanjut Pantanjali menjelaskan. Yama berarti menghindari kekerasan (Ahimsa), mantap dalam kebenaran (satya), mantap dalam kejujuran (asteya), Hidup dalam Tuhan (Brahmacharya), tidak tamak (Aparigraha). Dan, Niyama berarti menjaga kebersihan dan kesucian diri (sauca), merasa puas dengan apa adanya (samtosa), sederhana (tapah), mempelajari diri sendiri (swadaya), dan menyerahkan segalanya pada Tuhan (Iswara pranidhana).
Asana tidak hanya berarti sikap yang nyaman dalam postur-postur yoga, tapi pola hidup yang nyaman, yaitu pola hidup yang seimbang. Makan tidak berlebihan-puasa juga tidak berlebihan. Mencintai tidak berlebihan-membenci juga tidak berlebihan, dan seterusnya. Rasa nyaman ini harus permanen-tidak temporer.
Pranayama yaitu menyadari proses pernafasan. Menyadari proses pernafasan berarti menyadari tipisnya jarak antara kehidupan dan kematian. Bermula dari sini manusia akan mencapai tingkatan kasih tanpa pamrih. Tingkatan ini-lah yang membedakan antara manusia dengan hewan.
Pratyahara berarti menyadari pola-pola berpikir. Pola pikir terkendali maka kontrol diri (indra-indra) juga terkendali. Dengan demikian seseorang tidak akan tergoda oleh objek-objek duniawi. Peng-haram-an atas objek-objek dunia, seperti sex bebas, narkoba, dsb. Tidak akan banyak membantu. Justru, pelarangan tersebut seringkali membuat seseorang terobsesi. Ajaran yoga tidak mengharamkan sesuatu apa-pun, tapi menuntut pengendalian/pelepasan diri terhadap objek-objek duniawi tersebut. Demikian-lah yoga, menuntut pelepasan ego secara luas. Selama seseorang belum dapat mengendalikan dirinya, maka tidak dianjurkan melakukan yoga (jalan spiritual). Karena tujuan yoga adalah menenangkan danau pikiran manusia sehingga bayangan ilahi nampak terlihat dengan sangat jelas. Oleh sebab itu, supaya pikiran tidak kacau maka dibutuhkan niat yang kuat dalam melaksanakan yoga.
Dharana (konsentrasi), mencapai konsentrasi berarti seseorang telah mencapai ketenangan yang alami. Ketenangan yang permanen-bukan dibuat-buat. Pada bagian ini seseorang mencapai kedamaian Illahi sekaligus memancarkan cahaya ilahi pada lingkungannya. Tidak ada lagi gundah-gulana, sedih-gembira, baik-buruk, yang dapat mempengaruhinya.
Selanjutnya Dhyana (meditasi yang mendalam), menyadari sesuatu tanpa ada gangguan lagi.
Kemudian bagian terakhir Samadhi (tujuan akhir meditasi), kondisi ini tidak dapat lagi dijelaskan. Inilah pencerahan, tempat pertemuan antara kekasih dengan yang dikasihi, pertemuan antara hamba dengan Tuan, pertemuan antara Khalik dengan mahluk.
Demikian sekilas penjelasan tentang 8 bagian yoga yang diajarkan oleh Patanjali. Kedelapan bagian tersebut berkaitan-tidak bisa dipisahkan. Pelaksanaan dari 8 bagian tersebut itu-lah yang disebut yoga dalam arti yang sesungguhnya. Ini perlu dijelaskan karena bagi masyarakat Indonesia, yoga seringkali disalahartikan sebagai “akrobat” atau semacam “praktek-praktek klenik”, dan lain sebagainya..

Senin, 01 November 2010

Kita ini Bukan Badan

dehi nityam avadhyo ‘yam dehe sarvasya bharata
tasmat sarvani bhutani na tvam socitum arhasi
“O putra dari keluarga Bharata, dia yang tinggal di dalam badan adalah kekal dan dia tidak dapat dibunuh. Karena itu anda tidak perlu meratap untuk makhluk apapun”. (Bg.2.30).
Langkah pertama dalam keinsafan diri ialah menginsafi bahwa, identitas kita ini lain daripada badan. Menginsafi bahwa, “Saya ini bukan badan melainkan saya ini roh” merupakan syarat untuk semua orang yang ingin mengatasi kematian dan masuk dunia rohani diluar dunia ini. Bukan semata-mata soal menyatakan, “Saya ini bkan badan,” tetapi soal benar-benar menghayati bahwa saya bukan badan. Mungkin soal ini nampaknya gampang dilakukan jika dipikirkan sepintas lalu, tetapi sebetulnya tidak segampang itu. walaupun kita ini bukan badan yaitu, kita ini kesadaran yang suci, namun bagaimanapun juga kita sudah terbungkus dengan badan jasmani. Kalau sesungguhnya kita ingin kebahagiaan dan pembebasan yang mengatasi kematian, maka kita harus menjadi mantap dan tinggal dalam kedudukan kita yang dasar sebagai kesadaran yang suci.
Kalau kita masih mempunyai pengertian yang jasmani, maka persangkaan kita tentang kebahagiaan seperti persangkaan orang yang sedang menggigau. Ada beberapa orang ahli Filsafat yang menyatakan bahwa, keadaan mempersembahkan diri dengan badan yang diumpamakan sebagai orang yang menggigau hendaknya disembuhkan dengan cara menghindari segala macam kegiatan sema sekali. Oleh karena kegiatan duniawai telah menjadi sumber keduka-citaan bagi kita, orang-orang ahli Filsafat tersebut menyatakan bahwa, seharusnya ktia menghentikan kegiatan itu. tingkatan kesempurnaan tertinggi bagi mereka adalah sejenis nirvana dimana tidak ada kegiatan yang dilakukan sama sekali. Sang Budha menyatakan bahwa, oleh karena suatu kombinasi dari unsur-unsur alam badan ini suda berwujud, dan jika bagaimanapun juga unsur-unsur alam itu dipisahkan atau dibongkar, maka sumber penderitaan dihilangkan. Kalau kita terlalu susah membayar pajak yang begitu tinggi karena kita memiliki rumah yang besar, maka salah satu cara yang sederhana terhadap masalah itu adalah menghancurkan rumah itu. akan tetapi dalam Bhagavad-gita ditunjukkan bahwa, badan jasmani ini bukan segala sesuatu. Diluar kombinasi dari unsur-unsur alam tersebut ada roh, dan kesadaran adalah gejala dari roh itu.
Adanya kesadaran tidak dapat ditolak. Sebuah tubuh tanpa kesadarannya adalah mayat. Selekas kesadaran itu diambil dari badan, mulut tidak bisa berbicara, mata tidak bisa melihat, mulut tidak bisa berbicara, mata tidak bisa melihat, dan kuping tidak bisa mendengarn. Anak-anak pun dapat mengerti hal itu. memang benar bahwa, adanya kesadaran merupakan syarat mutlak untuk menggerakkan badan. Apa artiny kesadaran itu ? Seperti halnya pemanas atau asap merupakan gejala-gejala dari api, begitu pula kesadaran merupakan gejala dari roh. Tenaga dari roh atman dihasilkan dalam bentuk kesadaran. Memang, adanya kesadaran membuktikan adanya roh. Filsafat ini tidak hanya disebut dalam Bhagavad-gita saja, tetapi juga merupakan kesimpulan dari semua Pustaka Suci Veda.
Para penganut Sankaracarya yang tidak mengakui bentuk pribadi Tuhan, beserta pula para Vaisnava yang mengikuti garis perguruan rohani dari Sri Krsna, mengakui adanya roh sebagai kenyataan, tetapi ada suatu golongan ahli Filsafat yang tidak mengakui adanya roh. Penganut-penganut Filsafat tersebut menyatakan bahwa, pada suatu tingkatan kombinasi dari unsur-unsur alam menghasilkan kesadaran, tetapi pendapat itu terbukti salah oleh kenyataan bahwa, walaupun segala bahan-bahan alam tersedia, kita tidak dapat menghasilkan kesadaran dari unsur-unsur itu. semua unsur alam barang kali ada dalam sebuah mayat, tetapi kita tidak sanggup menghidupkan mayat itu sehingga menjadi sadara. Badan ini tidak seperti mesin. Apabila suatu bagian dari sebuah mesin menjadi rusak, maka bagian itu dapat titukar, dan mesin itu dapat bekerja lagi. Tetapi apabila badan menjadi rusak dan kesadaran keluar dari badan, maka tidak mungkin kita menukar bagian badan yang rusak dan menghidupkan kembali kesadarannya. Roh itu lain daripada tubuh, dan selama roh masih ada, badan bisa bergerak, tetapi tidak mungkin menggerakkan badan kalau tidak ada roh.
Oleh karena kita belum dapat melihat roh dengan memakai indria-indria kita yang kasar, kita tidak mengakui adanya roh. Banyak sekali hal-hal yang diluar kesadaran kita, namun hal-hal itu benar-benar ada, hanya kita belum bisa melihatnya. Kita belum bisa melihat udara, siaran radio, suara, ataupun bakteri-bakteri yang sangat kecil dengan memakai indria-indria kita yang kasar. Tetapi ini tidak berarti hal-hal tersebut tidak ada. Dengan memakai mirkoskop dan alat-alat yang lain, banyak sekali benda-benda yang dapat dilihat, padahal adanya benda-benda itu dahulu kala tidak diakui oleh indria-indria yang kurang sempurna. Hendaknya kita jangan menarik kesimpulan bahwa tidak ada roh yang ukurannya sekecil atom hanya karena roh belum dapat dilihat oleh indria-indria ataupun dengan memakai alat-alat. Akan tetapi adanya roh itu dapat dimengerti dari gejala-gejala dan hasi-hasilnya.
Dalam Bhagavad-gita Sri Krsna menunjukkan bahwa, segala kesengsaraan disebabkan karena kita mempersamakan diri dengan badan.
matra-sparsas tu kaunteya sitosna-sukha-duhkha-dah
agamapayino ‘nityas tams titiksasva bharata
“O putra Kunti, munculnya panas dan dingin, suka dan duka yang bersifat sementara, kemudian lenyapnya pada waktu yang berikut, bagaikana halnya musim dingin dan musim panas mulai dan kemudian berakhir. O prabu dari keluarga Bharata, hal-hal tersebut berasal dari penglihatan indria-indria dan seseorang harus mempelajari cara menahan hal-hal itu tanpa tergoyahkan. (Bg. 2.14).
Pada musim panas barangkali ktia bersenang hati kena air, tetapi pada musim dingin kita menghindari air yang sama, karena terlau dingin. Baik pada musim panas maupun pada musim din gin, airnya sama saja, tetapi kita merasakan bahwa air itu menyenangkan atau menyakitkan karena hubungannya dengan badan. Segala perasaan keduka-citaan dan kesenangan disebabkan oleh badan. Asal saja ada keadaan yang tertentu, badan dapat merasakan kesenangan dan keduka-citaan. Sebenarnya kita rindu akan kebahagiaan karena kedudukan roh yang dasar ialah kedudukan kebahagiaan. Roh-roh adalah bagian-bagian dari Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai isifat yang sama seperti Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha Esa bersifat sac-ideology-ananda-vigrahan. Yaitu, perwujudan dari pengetahuan, kebahagiaan dan kekekalan. Memang nama Krsna, yang tidak hanya dimiliki satu kelompok tertentu, berarti, kebahagiaan yang paling tinggi”. Krs adalah sarinya kebahagiaan, dan kita sebagai bagian-bagian dari Beliau yang mempunyai sifat yang sama seperti Beliau, kita pun rindu akan kebahagiaan. Satu tetes air laut mempunyai segala sifat dari lautan yang luas, demikian pula kita mempunyai sifat-sifat tenaga yang sama seperti Tuhan Yang Maha Esa, padahal kita hanya bagian-bagian yang kecil sekali dari Keseluruhan Yang Utama, Tuhan Yang Maha Esa.
Sungguhpun roh sangat kecil sekali seperti atom, namun roh lah yang menggerakkan badan sehingga badan itu banyak bertindak dengan cara yang ajaib. Alangkah banyaknya kota-kota, jalan raya, jembatan, gedung yang tinggi, tugu dan peradaban yang agung yang kita lihat di dunia, tetapi siapakah yang membuat segala-galanya itu ? Segala-galanya dibuato leh bunga api rohani yang sangat kecil, yang berada didalam badan. Kalau keajaiaban-keajabain seperti yang tersebut diatas dapat dilakukan oleh bunga api rohani yang sangat kecil, maka kita belum dapat membayangkan apa yang dapat dicapai oleh Keseluruhan Rohan Yang Paling Utama. Keinginan yang wajar bagi bunga api rohani yang kecil ialah keinginan untuk mendapatkan sifat-sifat dari keseluruhan, yaitu pengetahuan, kebahagiaan dan kekekalan. Tetapi keinginan-keinginan tersebut sekarang dialang-alangi karena badan jasmani. Keterangan tentang cara mencapai apa yang diinginkan oleh roh itu diberikan dalam Bhagavad-gita.
Sekarang ini kita berusaha untuk mencapai kekekalan, kebahagiaan dan pengetahuan dengan cara memakai alat yang kurang sempurna. Sesungguhnya kemajuan kita menuju pada tujuan-tujuan tersebut dialangi-alangi oleh badan jasmani, karena itu kita harus menginsafi kehidupan kita diluar badan tidaklah cukup. Kita harus selalu menjaga agar diri kita menyediri dari badan dan mengendalikan badan, janganlah kita menjadi hamba untuk badan. Kalau kita sudah tahu cara mengemudi mobil dengan baik, maka mobil itu akan melayani kita dengan baik, tetapi kalau kita belum tahu cara mengemudikan, maka kita berada dalam keadaan bahaya.
Badan terdiri dari indria-indria, dan indria-indria selalu haus akan obyeknya. Mata melihat orang yang cantik atau tampan, kemudian memberitahukan kepada kita, “Wah, disana ada gadis yang cantik, disana ada lelaki yang tampan. Marilah kita kesana untuk melihat.”
Telinga memberitahukan kepada kita, “Wah, disana ada musik yang bagus. Marilah kita pergi mendengar musik itu”. Lidah mengatakan “Disana ada restoran yang bagus yang menghidangkan makanan yang lezat. Marilah kita kesana”. Seperti itulah indria-indria menarik diri kita dari suatu tempat ketempat yang lain, dan karena itu kita menjadi bingung.
indriyanam hi caratam yan mano’ nuvidhiyate
tad asya harati prajnam vayur navam ivambhasi
“Bagaikan kapal diatas air dibawah pergi oleh angin yang keras, begitu juga kecerdasan seseorang dapat dibawah pergi bahkan oleh satu saja diantara indria-indria yang menjadi pusat perhatian bagi Pikiran”. (Bg. 2.67).
Kita harus belajar cara mengendalikan indria-indria. Gelar gosvami diberikan kepada orang yang sudah mengetahui cara menklukan indria-indria. Go berarti “indria-indria, dan svami berarti “pengendali, demikian orang yang dapat mengendalikan indria-indria disebut gosvami. Krsna menunjukkan bahwa, orang yang mempersembahkan dirinya dengan badan jasmani yang bersifat khalayan, dia tidak dapat menjadi mantap dalam identitasnya yang benar, yaitu, sebagai roh atau atman. Kebahagiaan jasmani berkelip-kelip dan memabukkan, dan kita tidak dapat menikmati kebahagiaan jasmani karena sifatnya sementara saja. Kebahagian yang sejati berasal dari roh atau atman, bukan dari badan. Kita harus membentuk kehidupan kita supaya kita tidak akan disesatkan oleh kebahagiaan jasmani. Bagaimanapun kalau kita disesatkan, maka tidak mungkin kesadaran kita dijadikan mantap dalam identitasnya yang sejati, yaitu lain daripada badan.
bhogaisvarya-prasaktanam ta yapahrta-cetasam
vyavasayatmika buddhih samadhau na vidhiyate
trai-gunya-visaya veda nistrai-gunyo bhavarjuna
nirdvandvo nitya-sattva-stho niryoga-ksema atmavan
“Orang-orang yang pikirannya terlau terikat dengan kepuasan indria-indria dan kekayaan duniawi sehingga pikirannya menjadi bingung karena hal-hal itu, mereka tidak dapat bertambah hati dengan mantap untuk berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Veda pada umumnya menguraikan tentang tiga sifat alam (tri-guna), O Arjuna. Atasilah tiga sifat alam itu. atasilah semuanya. Lepaskanlah diri anda dari segala hal yang relatif dan kecemasan akan keuntungan dan keselamatan, dan menjadi mantap pada Paramatma (Roh Yang Utama)”. (Bg. 2.44-45).
Kata Veda berarti “buku ilmu pengetahuan.” Ada banyak buku pengetahuan yang lain sesuai dengan negeri, penduduk, lingkungan, dan sebagainya. Di India, Kita-kitab Pengetahuan disebut Veda. Di negara-negara Barat, Kitab-Kitab pengetahuan disebut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Umat Islam mengakui Al Quran. Apa maksud daripada semua Kitab-kitab tersebut ialah melatih kita agar kita dapat mengerti kedudukan kita sebagai roh-roh yang bersifat suci. Maksudnya ialah mengendalikan kegiatan jasmani dengan aturan-aturan yang tertentu disebut norma-norma moril. Misalnya dalam Kitab Injil ada sepuluh perintah yang dimaksudkan untuk mengatur kehidupan. Badan harus dikendalikan agar kita dapat mencapai kesempurnaan yang paling tinggi, dan tanpa prinsip-prinsip untuk mengatur, tidak mungkin ktia menyempurnakan kehidupan kita. Aturan-aturan mungkin berbebda diantara satu negeri dan negeri yang lain, atau diantara salah satu Kitab Suci dan Kitab Suci yang lain, tetapi itu tidak menjadi soal sebab peraturan-peraturna tersebut dibuat sesuai dengan zaman, keadaan dan mental rakyat (desa, kala, patra). Tetapi prinsipnya sama saja, yaitu, pengendalian secara tertatur. Begitu pula pemerintah menetapkan peraturan-peraturan untuk dituruti oleh penduduk negara. Tidak mungkin ada kemajuan dalam pemerintahan ataupun dalam peradaban tanpa ada peraturan-peraturan. Dalam sloka yang disebut diatas, Sri KRsna memberitahukan kepada Arjuna bahwa, aturan-aturan dalam Veda dimaksudkan untuk mengendalikan tiga sifat alam, yaitu sattva (kebaikan), rajas (nafsu), dan tamas (kebodohan) traigunya-visaya vedah). Akan tetapi, Krsna memberi nasehat kepada Arjuna agar Arjuna menjadi mantap dalam kedudukannya yang dasar sebagai roh diluar hal-hal yang relatif dari alam duniawi.
Sebagaimana ditunjukkan tadi, hal-hal relatif tersebut, seperti misalnya, panas dan dingin, rasa senang dan rasa sakit, timbul karena hubungan indria-indria dengan obyek-obyeknya. Dengan kata lain, hal-hal tersebut muncul karena seseorang mempersamakan dirinya dengan badan. Krsna Menerangkan bahwa, orang yang gemar akan kenikmatan dan kewibawaan dipengaruhi oleh kata-kata dari Veda yang menjanjikan kebahagian dan kenikamtan di svarga dengan cara melakukan pengorbanan dan kegiatan yang teratur. Kenikmatan adalah hak asasi kita, sebab itu merupakan sifat dari roh, tetapi roh itu berusaha menikmati secara duniawi, dan inilah kesalahannya.
Semua orang mencari kenikmatan dalam hal-hal duniawi dan berusaha untuk mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya. Ada orang yang menjadi ahli ilmu kimia, ada yang menjadi ali ilmu fisika, ahli politik, ahli seni rupa, dan lain-lain. Seorang orang mengetahui banyak tentang sesuatu hal, dan juga mengetahui sekedar tentang segala hal, dan inilah yang biasanya disebut pengetahuan. Tetapi ketika kita meninggalkan badan, segala pengetahuan tersebut akan hilang. Dalam penjelmaan dahulu, mungkin seseorang pernah menjadi orang yang sangat berpenegetahuan, tetapi selama penjelmaan ini dia harus mulai lagi dengan masuk sekolah dan belajar cara membaca dan menulis dari dasar-dasarnya. Orang-orang sudah lupa akan segala pengetahuan yang didapatinya selama penjelamaannya yang dahulu. Sebenarnya kita mencari pengetahuan yang kekal, tetapi pengetahuan yang kekal itu tidak dapat diperoleh dengan badas jasmani ini. Kita semua mencari kebahagiaan melalui badan-badan ini, tetapi kenikmatan jasmani bukan kenikmatan yang sejati. Kenikmatan jasmani bersifat tiruan saja. Kita harus mengerti bahwa, kalau kita ingin melanjutkan kenikmatan tiruan tersebut, maka kita tidak akan dapat mencapai kedudukan kita yang kekal, yaitu, kedudukan dimana kita menikmati untuk selamanya.
Harus dianggap bahwa badan itu adalah seperti keadaan sakit. Orang yang sakit tidak dapat menikmati sesuatu secara layak. Misalnya, orang yang sakit kuning merasakan manisnya gula sebagai pahi, tetapi orang yang sehat dapat merasakan anisnya gula itu. baik bagi orang yang sakit, maupun bagi orang yang sehat, gula nya sama saja, tetapi sesuai dengan keadaan kita rasanya lain. Kalau pengertian kehidupan jasmani yang telah diumpamakan sebagai keadaan sakit belum disembuhkan, maka tidak mungkin kita merasakan manisnya kehidupan rohani. Kalau kita belum sembuh dari pengertian tersebut, maka kehidupan rohan rasanya pahit bagi kita. Pada waktu yang sama, dengan meningkatkan kenikmatan kita dari kehidupan duniawi, kita semakin memperparah keadaan sakit. Orang yang sakit tyupus tidak boleh makan makanan yang padatr. Kalau seseorang memberi makanan yang padat kepada si penderita agar dia menikmati, kemudian si penderita makan makanan itu, maka dia menyebabkan penyakit itu menjadi semakin parah dan membahayakan keselamtan si penderita. Kalau kita benar-benar ingin bebas dari penderitaan duniawi, maka kita harus mengurangi kebutuhan dan kenikmatan kita yang bersifat jasmnai. Sebenarnya kenikmatan duniawi itu sama sekai bukan kenikmatan. Kenikmatan yang sejati tidak ada habis-habisnya. Dalam Mahabharata ada sebuah sloka yang berbunyi : ramante yogino, nante, yang berarti bahwa, para yogi (yogino) yang berusia untuk naik tingkat sampai tingkatan rohani, sebenarnya mereka menikmati (ramante), tetapi kenikmatan itu bersifat anante, yaitu tidak ada habis-habisnya. Ini karena kenikmatan para yogi ada hubungannya dengan Yang Maha Menikmati (Rama), yaitu, Sri Krsna. Sebenarnya Bhagavan Sri Krsna yang menikmati, dan ini dibenarkan dalam Bhagavad-gita :
bhoktaram yajna-tapasam sarva-loka-mahesvaram
suhrdam sarva-bhutanam jnatva mam santim rcchati
‘Para resi yang mengetahui bahwa akhirnya Aku yang menikmati hasil dari segala pertapaan dan pengorbanan (yajna), bahwa Aku Tuhan Yang Maha Esa yang berkuasa atas semua planet-planet dan dewa-dewa, dan bahwa Aku teman baik bagi setiap makhluk hidup, merekalah yang mencapai kedamaian bebas dari sedihnya kesengsaraan duniawi. (Bg. 5.29).
Bhoga berarti “kenikmatan”, dan kenikmatan kita berasal dari pengertian tentang kedudukan kita, yaitu, bahwa kita dinikmati. Sebenarnya yang menikmati ialaha Tuhan Yang Maha Esa, dan kita semua menikmati oleh Beliau.
Sebuah contoh daripada hubungan tersebut dapat ditemui di dunia ini, yaitu, hubungan antara suami dan isteri, sang suami yang menikmati (purusa), dan sang isteri yang dinikmati (prakrti). Kata pri berarti “wanita”. Purusa, atau kerohanian, adalah subyek, dan prakrti, atau alam, adalah obyek. Akan tetapi suami-istri keduanya berpartisipasi dalam kenikmatan. Apabila kenikmatan benar-benar ada, maka tidak ada perbedaan, misalnya bahwa suami lebih menikmati atau istrinya kurang menikmati. Walaupun lelaki yang lebih berkuasa, tidak ada perbedaan dalam rangka menikmati. Dalam skala yang lebih luas, tidak ada makhluk hidup yang menikmati.
Tuhan Yang Maha Esa tenaga-Nya menjelma menjadi banyak, dan kita ini penjelmaan-penjelmaan itu. Tuhan adalah satu yang tiada duanya, tetapi Beliau ingin supaya tenaga-Nya menjadi banyak supaya Beliau dapat menikmati. Kita sudah mengalami bahwa, kalau kita duduk sendirian di kamar bercakap-cakap dengan diri sendiri, hampir tidak ada kenikmatan. Akan tetapi, kalau ada lima orang, maka kenikmatan kita ditingkatkan, dan apabila kita dapat bercakap-cakap tentang Krsna bersama banyak orang, maka kenikmatannya lebih tinggi lagi. Kenikmatan berarti keaneka-warnaan. Tenaga Tuhan menjadi banyak demi kenikmatan Beliau, demiian kedudukan kita ialah sebagai “yang dinikmati. Walaupun Krsna yang menikmati dan kita yang dinikmati, semua dapat berpartisipasi dalam kenikmatan secara merata. Kenikmatna kita dapat disempurnakan apabila kita berpartisipasi dalam kenikmatan Tuhan. Tidak mungkin menikmati sendiri pada bidang-bidang jasmani. Dalam banyak sloka dari Bhagavad-gita dinasihati supaya orang jangan menikmati secara dunaiwi pada tingkatan badan jasmani yang kasar.
matra-sparsas tu kaunteya sitosna-sukha-duhkha-dah
agamapayino ‘nityas tams titiksasva bharata
“O putra Kunti, munculnya panas dan dingin, suka dan duka yang bersifat sementara, kemudian lenyapnya pada waktu yang berikut, bagaikan halnya musim dingin dan musim panas mulai dan kemudian berakhir. O prabu dari keluarga Bharata, hal-hal tersebut berasal dari penglihatan indria-indria dan seseorang harus mempelajari cara menahan hal-hal itu tanpa tergoyahkan. (Bg.2.14).
Badan jasmani yang kasar adalah akibat dari hal saling mempengaruhi dari tiga sifat alam, dan sudah ditakdirkan bahwa badan itu akan dibinasakan.
antavanta ime deha nityasyoktah saririnah
anasino prameyasya tasmad yudhyasva bharata
Yang dapat dibinasakan hanyalah tubuh dari makhluk hidup, dan makhluk hidup itu sendiri bersifat kekal, tidak dapat termusnahkan ataupun diukur ukurannya. Demikian, bertempurlah anda O putra dari keluarga Bharata. (Bg.2.18).
Demikian Sri Krsna memberi semangat kepada kita agar kita mengatasi pengertian kehidupan yang jasmani dan agar kita mencapai kehidupan rohani yang sejati.
gunan etan atitya trin dehi deha-samudbhavan
janma-mrtyu jara-duhkhair vimukto ‘mrtam asnute
“Apabila makhluk yang berbadan dapat mengatasi tiga sifat tersebut, yaitu, kebaikan, nafsu dan kebodohan, maka ia dapat bebas dari kelahiran, kematian masa tua dan penderitaannya dan bahkan selama kehidupan ini pun ia dapat menikmati amrta. (Bg. 14.20).
Supaya kita dapat menjadi mantap pada tingkatan rohani yang disebut brahma-bhuta, diatas tiga sifat ala, kita harus memulai cara Kesadaran Krsna. Berkat dari Sri Caitanya Mahaprabhu, yaitu, cara mengucapkan nama-nama Krsna-Hare Krsna, Hare Krsna, Krsna Krsna, Hare Hare / Hare Rama, Hare Rama, Rama Rama, Hare Hare mempermudah cara tersebut. Cara ini disebut bhakti-roga atau mantra-yoga dan mantra itu dipergunakan oleh para rohaniawan yang paling agung. Bagaimana para rohaniawan insaf akan identitasnya diluar kehalhiran dan kematian, diluar badan jasmani, serta bagaimana mereka memindahkan dirinya keluar dari alam semesta sampai alam semesta rohani, itulah yang merupakan mata pembicaraan dalam bab-bab berikut.
(dikutip Dari Buku ”Diluar Kelahiran & Kematian” karangan Om Visnupada A.C. Bhaktivedanta Swami Prabhupada ; Acharya dan Pendiri dari International for Krishna Consciousness).**