Senin, 20 September 2010

Rasionalitas Pemujaan Dewa-Dewa.

AYAH,DENGAN SEGALA HORMAT, BAGAIMANA SEORANG DAPAT MENDUKUNG PEMUJAAN DEWA-DEWA?

Nak, bahkan Adi Shankaracharya, rasul besar philsafat Adwaita, tidak menganggap remeh praktek pemujaan Dewa-dewa. Untuk memulainya, orang-orang ada pada tingkat yang berbeda untuk memahami kebenaran. Orang-orang biasa yang hanya mengerti mitologi, sangat sulit untuk menyadari fakta bahwa hanya ada satu Tuhan. Mari kita ambil energi listrik sebagai contoh. Aku dapat menjelaskannya kepadamu dengan mudah dengan bantuan theori electron, sementara ibuku memahaminya dengan sebuah pernyataan bahwa "listrik mengalir

seperti air." Subyek yang sama tapi ibuku dan aku memahaminya dalam dua bentuk yang berbeda sekalipun kami berdua memiliki hasil yang sama bila menggunakan energi listrik.

Lagi pula, Krishna sudah menjanjikan bahwa sekalipun kamu memuja seribu bentuk Tuhan, melalui semua bentuk itu kamu sesungguhnya memuja Dia – bukan Krishna sang Awatara, tapi Krishna Yang Maha Kuasa.

Akhirnya, dengan kode etik Hindu, para Yogi diperingatkan untuk tidak merusak kepercayaan rakyat. Menurut agama Hindu, bila orang memiliki keyakinan yang kuat atas idealnya, dia akhirnya akan menemukan kebenaran. Jadi betapapun tampak remehnya cara memujanya, kebenaran akhirnya akan datang kepadanya.

Pemujaan orang-orang Hindu terhadap Dewa-Dewa mirip sekali dengan pemujaan ornag-orang Katolik atas para santo pelindungnya. Orang-orang Katolik memuja santo-santo seperti Saint Jude, Saint Anthony dan Saint Sophia dan lain-lain untuk membantu mengatasi berbagai problem yang berbeda. Orang Hindu memuja Ganesha untuk menghilangkan segala hambatan, Lakshmi untuk kemakmuran, dst.

APAKAH TIDAK ADA MASALAH DALAM PEMUJAAN BANYAK DEWA ITU?

Seperti kukatakan sebelumnya, tidak ada masalah mengenai pemujaan Dewa-Dewa, tapi satu yang perlu diperhatikan oleh seorang pemuja adalah perasaan bahwa satu bentuk Tuhan tertentu lebih tinggi dari bentuk Tuhan yang lain. Dalam bhakti kepada Tuhan, seorang diharapkan untuk menghilangkan "ke-akuan" ("I-ness"), atau menghapus ego. Sebaliknya bila seseorang mengembangkan ego dengan berperang untuk Tuhannya, maka seluruh dasar dari bhakti Yoga hilang lenyap sama sekali. Ego adalah ego, apapun bentuknya, dan adalah baik sekali bagi seorang bhakta untuk sejak awal menyadarinya dan menghapuskannya.

Ingatlah perkelahian antara penganut Waisnawa dan Siwaisme yang hanya membuat agama Hindu mundur sampai akhirnya Adi Sankaracharya mengembalikannya kepada kejayaannya dewasa ini. Jadi kamu boleh memuja Istha Dewatamu (personal God) tapi coba melihatnya dalam semua bentuk dari Tuhan. Dengan demikian kamu akan mampu membangun keesaan dari Tuhan dan juga sekaligus menghilangkan egomu yang merupakan batu penghalang bagi perkembangan spiritualmu.