Minggu, 26 Desember 2010

Konsepsi Manusia dalam Perspektif Hindu

Konsep Hindu mengatakan bahwa manusia terdiri dari 2 unsur, yaitu jasmani dan rohani. Jasmaninya adalah badan, tubuh manusia sedangkan rohani merupakan hakekat Tuhan yang abadi, kekal, yang disebut dengan Atman. Manusia memiliki 3 lapisan badan yang disebut Tri Sarira yang terdiri dari Stula Sarira, Suksma Sarira, dan Anta Karana Sarira. Stula Sarira atau raga manusia dalam konsep Hindu terdiri dari unsur-unsur Panca Maha Bhuta yaitu Pertiwi, Apah, Teja, Bayu, Akasa. Tubuh manusia merupakan Bhuana Alit atau Bhuana Sarira. Proses terbentuknya pun sama seperti proses terjadinya Bhuana Agung atau alam semesta. Sedangkan Suksma Sarira yaitu badan halus yang terdiri 3 unsur yang disebut Tri Antahkarana terdiri dari manas atau alam pikiran, Buddhi atau kesadaran termasuk didalamnya intuisi dan Ahamkara atau keakuan atau ego. Dalam Suksma Sarira terdapat unsur halus dari Panca Maha Bhuta yang disebut Panca Tan Matra yaitu ; Sabda, Sparsa, Rupa, Rasa, Gandha membentuk berbagai indra ( Panca Buddhindriya dan Panca Karmendriya). Sedangkan Anta Karana Sarira merupakan unsur rohani yaitu jiwatman sendiri yang sifatnya sama seperti paramaatman, kekal abadi.
Manusia secara harpiah, berasal dari kata manu yang artinya mahluk yang berpikir. Jadi manusia merupakan mahluk yang telah dibekali salah satu kelebihan dibandingkan mahluk lainnya. Dalam Hindu terdapat konsep Tri Pramana, yang terdiri dari Bayu, Sabda , Idep. Tumbuhan hanya memiliki bayu atau tenaga untuk tumbuh, sedangkan binatang memiliki bayu dan sabda dimana binatang memiliki tenaga untuk bertumbuh, berkembang dan mengeluarkan suara, sedangkan manusia memiliki ketiganya. Pikiran hanya dimiliki oleh manusia yang telah dibekali sejak dilahirkan. Dengan memiliki pikiran maka diharapkan manusia mempunyai wiweka mampu membedakan mana yang baik dan buruk. Pikiran dipakai berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan. Manusia juga dengan pikirannya diharapkan mengetahui asal, tujuan dan tugas serta kewajibannya. Dengan mengetahui hal ini maka pola hidup serta cara pandangnya terhadap kehidupan akan mampu mengilhami setiap tindakannya sehingga tetap berada pada jalur yang benar, sesuai etika dan ajaran-ajaran dharma yang telah diungkapkan dalam ajaran agama. Namun manusia juga termasuk makhluk yang lemah, karena tidak seperti binatang yang lahir begitu saja langsung bisa berdiri, terbang, berjalan tanpa memerlukan bantuan dari yang lain. Maka hendaknya ini dipahami terlebih dahulu untuk mengetahui dan dapat memisahkan esensi dari raga ini yang terpisah dengan atman yang sejati.

2.2. EKSISTENSI DAN MARTABAT MANUSIA
Kata eksistensi diambil dari bahasa latin existere, yang artinya berdiri keluar atau muncul sendiri. Yang menjadi masalah bagi eksistensi manusia karena manusia tidak sempurna sebagai bagian dari alam atau lingkungannya. Manusia tidak seperti hewan, yang hidup harmonis dengan lingkungan sekitarnya. Manusia yang memiliki pikiran, manah jarang sekali merasa cukup dan utuh sebagai bagian dari lingkungan alamnya, selalu gelisah berupaya untuk memaknai dunia dan dirinya sendiri. Dengan demikian, manusia adalah mahluk yang unik, yang secara konstan segera mentransendensikan tempat dan waktu dimana dia hidup melampaui unsur fisik dan kodratinya.
Konsepsi ini dikonkretkan dalam relasi dialektis antara eksistensi manusia dan pengharapannya, yang merupakan transendensi dari eksistensinya. Dengan begitu, manusia bisa dilihat dari dua dimensi. Yang pertama adalah dimensi eksistensinya didunia ini. Yang kedua, manusia adalah mahluk yang mentransendensikan eksistensinya itu. Dengan kata lain, manusia mampu ‘melampaui’ kediriannya. Pelampauan itulah yang disebut sebagai pengharapan. Manusia adalah tegangan antara kediriannya dengan pengharapannya. Permasalahan tentang manusia adalah peristiwa (tegangan) dirinya akan cita-cita dan harapannya dengan eksistensinya, antara apa seharusnya dia menjadi atau apa yang diinginkannya terjadi dengan apa yang sesungguhnya dia menjadi, atau apa yang menjadi realitasnya.
Eksistensi manusia mendahului esensinya. Hal yang menjadi titik tolak utama bagi eksistensialisme adalah, subyektifitas, yang berarti bertanggung jawab penuh pada diri sendiri atas keputusan-keputusan yang telah dibuatnya, yang nantinya juga akan memberikan pengaruh pada orang lain. Manusia adalah mahluk yang sepenuhnya terlibat dalam proses penciptaan dirinya sendiri dan dunianya. Proses penciptaan itu dilakukan dengan membuat pilihan-pilihan dalam tindakan nyata yang kita hadapi sebagai manusia. Proses membuat pilihan tersebut mengandaikan juga adanya proses pemberian nilai pada tindakan dan pilihannya tersebut. Di titik inilah bisa dikatakan bahwa manusia adalah mahluk yang memiliki dimensi transendensi dalam dirinya. Manusia adalah mahluk yang ada bagi dirinya sendiri karena pengaruh Suksma Sarira. Nilai manusia terletak pada usahanya untuk memberi tegangan pada paham yang memandang manusia semata-mata sebagai apa yang telah dicapainya dalam konteks kepemilikan, atau kekayaan. Konsep manusianya mau menegaskan bahwa setiap manusia, baik itu yang lemah secara fisik maupun ekonomis, memiliki nilai pada dirinya sendiri yang harus dihargai, di luar dimensi kekayaannya. Nilai ini berkembang seiring eksistensinya sebagai manusia dapat ditrasformasikan dalam setiap tindakan. Pemahaman manusia yang selalu melihat dan memandang manusia sebagai apa yang dia miliki sehingga citra nya akan terbentuk oleh apa yang dimilikinya. Sebenarnya manusia memiliki dimensi intrinsik dalam dirinya melampaui apa yang dia miliki dan punyai, statusnya, kekayaannya, kemampuannya, dan sebagainya. Dimensi intrinsik itulah yang disebut sebagai martabat manusia.
Manusia merupakan sebagai salah satu komponen penggerak roda kehidupan. Di tangan manusia dunia ini bisa menjadi aman, seimbang, ataupun rusak. Manusia seiring perkembangan maka pola pikiran manusia juga berubah. Juga semakin bertambahnya jumlah manusia telah menimbulkan persaingan. Disamping mengorbankan alam untuk dieksplorasi sampai habis-habisan, tidak menutup kemungkinan juga sampai mengorbankan sesama. Ini telah terjadi dan sepanjang sejarah terjadi beberapa kali. Sejak dulu sampai tahun 2000 saja telah terjadi kurang lebih 3000 kali perang yang menelan korban. Sampai sekarangpun secara tidak langsung akibat persaingan ini masih terjadi pergolakan dan peperangan di beberapa negara, baik dengan alasan keamanan, perebutan wilayah, serta berbagai masalah lainnya. Ego manusia yang selalu ingin mempertahankan apa yang merasa menjadi haknya telah membutakan mata hati manusia untuk terus mengejar kesenangan diri atau ingin melampaui apa yang menjadi bagiannya. Nilai diri yang berlebihan akan membawa dampak penghancuran yang besar bagi eksistensi manusia itu sendiri.

2.3. TUJUAN HIDUP MANUSIA
Setiap kelahiran jika dipahami sesungguhnya manusia membawa perannya masing-masing. Manusia yang telah melakukan perenungan secara mendalam dengan pikiran yang jernih akan bertanya, apa sesungguhnya yang menjadi tujuan hidupnya. Ada 2 macam tujuan hidup manusia yaitu tujuan duniawi dan spiritual. Tujuan duniawi berupa keinginan untuk mengejar harta, kekayaan dan keinginan. Sedangkan tujuan spiritual yaitu keinginan untuk bersatu kepada yang hakekat dan asal yang sesungguhnya. Dalam Hindu, tujuan hidup manusia terdapat dalam Catur Purusartha. Yang terdiri dari 4 bagian yaitu : Dharma, Artha, Kama Moksa. Dharma merupakan ajaran kebenaran, sebagai pandangan hidup, tuntunan hidup manusia. Artha yaitu Kekayaan yang berupa materi. Kama merupakan keinginan dan Moksa yaitu bersatunya sang diri atau jiwatman dengan yang lebih tinggi atau paramaatman. Jadi jelas dalam hidup manusia selalu mengejar artha, kama dan moksa. Namun dalam mengejar artha dan kama harus berdasarkan dharma, berdasarkan kebajikan, kebenaran bukan dengan cara-cara yang tidak baik.
Penyatuan kepada yang hakekat merupakan tujuan yang harus dicapai manusia dengan berdasarkan etika keagamaan dan dharma yang telah ditentukan. Pembangkitan kesadaran bahwa kita merupakan salah satu bagian dari pada esensi dunia ini merupakan hal yang harus dicapai agar pikiran dapat terbuka, menyadari hakekat sang diri. Harapan tersebut dapat terwujud dengan mengimplementasikan ajaran dharma. Dalam pustaka suci Hindu telah disebutkan bahwa menjelma menjadi manusia merupakan suatu keberuntungan dan hal yang utama. Dengan manas atau pikiran yang dimiliki, maka manusia dapat menolong dirinya sendiri dari keadaan samsara dengan jalan berkarma yang baik. Kesadaran akan mampu meluruskan pikiran yang selalu hanya mementingkan kehidupan duniawi.
Dalam Sàrsamuccaya 8 disebutkan ;
Mànusyam durlabham pràpya vidyullasita cañcalam,
bhavakûayem atiá kàyà bhavopakaraóesu ca.
artinya ;
Menjelma menjadi manusia itu, sebentar sifatnya, tidak berbeda dengan kerdipan petir, sungguh sulit (didapat), karenanya pergunakanlah penjelmaan itu untuk melaksanakan dharma yang menyebabkan musnahnya penderitaan. Sorgalah pahalanya.
Tentang tujuan hidup manusia, setiap orang tentunya mempunyai pandangan masing-masing, dan berdasarkan pandangannya itu mereka mengusahakan untuk mencarinya. Dalam mewujudkan tujuan hidupnya itu, tidak sedikit orang yang hanya mementingkan diri, egois merasa benar sendiri dan harus selalu menang dan mampu mengalahkan yang lain. Pendidikan yang keliru, misalnya sejak anak-anak telah ditanamkan bahwa orang tuanya berasal dari golongan yang kaya, derajatnya tinggi, bangsawan dan memandang rendah mereka para rakyat jelata, para pekerja, buruh, pembantu rumah tangga dan sebagainya, pada hal belum tentu orang yang dipandang rendah martabatnya, karena lahir dari keluarga yang dianggap rendah tidak memiliki budhi pekerti yang luhur. Dalam kehidupan masyarakat, tidak sedikit kita memperhatikan di lingkungan kita anak-anak yang sejak dini menganggap orang yang karena kelahiran dari keluarga petani, peternak, buruh, nelayan dan pekerja pada umumnya derajat dianggap rendah, mengembangkan sifat yang arogan, egostis, tidak peduli dengan lingkungan dan minta selalu dihormati.
Dalam kehidupan modern dewasa ini, seseorang menghargai orang lain dari penampilannya, sikapnya yang sopan, lemah lembut, tutur katanya manis dan ramah dan memancarkan budhi pekerti yang luhur. Orang-orang yang demikian keadaannya, apalagi sangat giat belajar, giat bekerja, rendah hati dan ramah, serta memiliki keimanan yang tinggi senantiasa akan mendapatkan perlindungan Tuhan Yang Maha Esa, karena pada dirinya memancarkan kasih sayang yang sejati. Ketika seseorang merenung dengan dalam tentang arti dan tujuan hidupnya, maka bagi mereka yang mendalami ajaran agama Hindu, tujuan hidup yang pertama adalah mewujudkan Dharma yakni kebajikan, kebaikan, kebenaran, kasih sayang, taat kepada hukum dan taat kepada ajaran agama.

2.4. TUGAS DAN KEWAJIBAN MANUSIA
Kecendrungan manusia yang lupa terhadap tujuannya karena pengaruh kenikmatan duniawi telah merubah prilaku manusia untuk menyimpang dari ajaran kebenaran. Kenikmatan duniawi tiada berkesudahan ini mempengaruhi prilaku manusia sehingga jalan apapun terkadang dihalalkan. Sesuai dengan tujuan yang mesti di capai manusia yaitu suatu penyatuan kepada yang tertinggi, maka ini dibarengi dengan tindakan yang searah dengan tujuan tersebut. Tujuan tersebut mustahil akan tercapai jka arah dan jalan yang ditempuh itu salah. Maka hal pertama yang menjadi tugas manusia adalah menjalankan Dharma. Menjalankan etika dan ajaran-ajaran yang mulai dilupakan maka keseimbangan dunia akan terganggu. Manusia memiliki tanggungjawab untuk menjaga keseimbangan ini. Dengan pikiran yang dimiliki, manusia mampu membuat kehidupan ini baik maupun hancur. Untuk itulah, tugas dan kewajiban utama manusia adalah mengamalkan dan melaksanakan ajaran Dharma kebajikan yang utama. Melaksanakan berbagai yadnya yang diperuntukan untuk menjaga keseimbangan alam semesta.
Dalam Bhagawad Gita telah banyak dijelaskan tentang 4 jalan yang disebut Catur Marga Yoga yaitu 4 jalan yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kebahagiaan lahir bhatin yaitu : Bhakti Yoga, Karma Yoga, Jnana Yoga, dan Raja Yoga. Rahasia kebahagiaan dari ke 4 ajaran Yoga merupakan jalan dari hakekat kehidupan untuk manusia agar dapat bersatu dengan Tuhan. Apapun kesulitan kita, hendaknya kita tetap berpegang teguh pada ajaran dharma tanpa ada keraguan yang akan dapat membuat kita kembali jatuh ke dunia materiil yang penuh dengan kesenangan sementara. Ikatan keluarga hanya ada pada kehidupan ini, namun jika kita sudah mengetahui konsepsi sebagai manusia, maka hal itu tidak akan membuat goyah kesadaran kita. Setiap manusia telah menentukan sendiri jalan hidupnya sehingga itu bukan alasan untuk berpaling dari jalan yang telah diyakini. Seseorang tidak bisa ikut campur tangan atas karma seseorang sehingga kita hendaknya berusaha melepaskan keterikatan tersebut. Kesenangan duniawi hanya memberikan kebahagiaan sementara bagi indra-indra manusia. Namun bukan kebahagiaan yang sejati, karena yang sejati itu tak dapat dilukiskan dengan kata-kata semata.
prije više od godinu dana