Senin, 23 Agustus 2010

Atma/Atman

oleh : Ketut Oka

Kepercayaan umat Hindu yang kedua adalah “Atma Tatwa”, yaitu filsafat tentang adanya atma atau jiwa yang menjadi sumber hidup mahluk.

Dalam Weda Parikrama disebutkan : “Eko Devah sarva bhutesu gudhah sarva vyapi sarva bhutaratma karma dhyaksah sarva bhutadiwasah. Saksi ceto. Kevalonirgunasca”, Satu That yang bersembunyi dalam setiap mahluk yang mengisi semuanya, yang merupakan jiwa bathin semua mahluk, raja dari semua perbuatan yang tinggal dalam semua mahluk, saksi yang hanya dalam pikiran saya.

Jadi, atma merupakan percikan-percikan kecil dari ParamaAtma/Hyang Widhi yang berada dalam setiap mahluk hidup. Atma merupakan bagian dari Brahman/Hyang Widhi yang memberikan energi hidup pada badan jasmani segala mahluk sesuai dengan hukum yang ditentukan oleh Hyang Widhi. Atma sering disebut dengan “Swatman” atau “Jiwatman” yaitu roh yang memberikan tenaga untuk hidup.

Karena Atma merupakan bagian dari Brahman/Hyang Widhi maka sifatnya gaib seperti halnya Hyang Widhi, tidak pernah mengalami kelahiran dan kematian (Na jayate naha niyamane). Beberapa sifat-sifat atma menurut Bhagawad Gita adalah :
• Achodya (tidak terluka oleh senjata)
• Adahya (tidak terbakar oleh api)
• Akledya (tidak terkeringkan oleh angin)
• Acesyah (tidak terbasahkan oleh air)
• Nitya (kekal abadi)
• Sarwagatah (ada dimana-mana)
• Sthanu (tidak berpindah-pindah)
• Acala (tidak bergerak)
• Sanatana (selalu sama)
• Awyakta (tidak dilahirkan)
• Achintya (tidak terpikirkan)
• Awikara (tidak berubah)
Atma juga tidak laki-laki maupun perempuan, sempurna seperti halnya Brahman/Hyang Widhi. Namun, setelah atma memasuki badan wadah mahluk dipengaruhi oleh sifat-sifat kemayaan/keduniawian dan kegelapan (awidya), sehingga tidak lagi menyadari asal dan sifat aslinya Brahman. Adakalanya mengalami pasang surut sifat kemayaan sehingga atma sifatnya dapat semakin menjauhi sifat Brahman.

Dalam filsafat Hindu, mahluk hidup di dunia terutama manusia terdiri dari 3 (tiga) unsur pokok yang disebut dengan Tri Sarira (tiga lapis badan) yaitu:
• Anta Karana Sarira (Badan Penyebab) atau Atma, yaitu tenaga hidup bagi manusia dan mahluk lainnya
• Suksma Sarira/Lingga Sarira (Badan Halus) atau Citta, yaitu alam pikiran atau akal perasaan yang terdiri dari “budo manasahamkara”, indra dan intuisi.
• Sthula Sarira (Badan Kasar) atau badan wadag, yaitu tubuh mahluk, seperti darah, daging, tulang, kulit, sumsum dan sebagainya yang berasal dari unsur “Panca Tanmatra” dan “Panca Maha Buta”.
Karena adanya atmalah yang menjadi tenaga hidup yang menjiwai sthula sarira, mahluk dapat berpikir, indra dapat menikmati suatu rasa, organisme tubuh dapat bergerak serta sel-selnya dapat berkembang biak dan sebagainya.

Hubungan Atma dengan Raga (Angga)

Perpaduan atma dengan raga manusia menyebabkan manusia itu hidup, disebut dengan jiwa raga, atau nama rupa. Jiwatma disebut dengan nama dan raga disebut rupa. Jiwatma lah yang memiliki nama maka yang mati bukanlah atma (nama), melainkan raga (rupa) karena ditinggalkan oleh atmanya. Hal ini dikarenakan atma itu bersifat kekal abadi.

Dalam Bhagawad Gita disebutkan “Ia yang berpikir bahwa jiwa adalah pembunuh dan ia yang berpikir bahwa jiwa dapat dibunuh, kedua mereka ini tak mengetahui kebenaran yang sejati. Jiwa ini tidak dapat dibunuh” (BG. II, 19)

“Sebagaimana halnya seseorang melemparkan bajunya yang sudah robek dan memakai yang baru lainnya, demikian juga keadaan jiwa yang sejati, jiwatman membuang badan yang sudah hancur dan memasuki badan wadag yang baru” (BG. II,22)

Dalam Bisma Parwa disebutkan pula : “Kadi rupa Sang Hyang Aditya, Yan praksa niking sarwa loka, Mangkana ta Sang Hyang Atman, Prakasanaken niking sarira, Sira ta marganiya mawenang maperewerti”, Seperti halnya Sang Hyang Aditya menerangi dunia, demikianlah Sang Hyang Atma menerangi badan, dialah yang menyebabkan kita dapat berbuat.

Demikianlah keadaan atma yang menjiwai alam pikiran (citta) dan badan jasmaninya (sthula sarira), apabila ada salah satu organ dari alam pikiran atau badan yang rusak, walaupun ada atma maka mahluk itupun tidak akan bisa hidup dengan semestinya. Sehingga ketiganya merupakan kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat erat secara timbal balik. Hubungan inilah yang berbeda-beda setiap mahluk sehingga masing-masing mahluk memiliki karakteristik yang berlainan.

Secara umum ada 3 (tiga) jenis dari hubungan atma, citta dan sthula sarira yang disebut dengan Tri Guna, yang menentukan sifat kelakuan (ahamkara) dari mahluk yaitu :
1. Ahamkara Waikerta, bersifat Satwam (baik, adil, bijaksana) yaitu sifat mahluk dimana pengaruh atma lebih besar daripada citta dan sthula sarira.
2. Ahamkara Raijasa, bersifat Rajah (aktif dan dinamis) yaitu sifat mahluk dimana pengaruh citta lebih besar daripada atma dan sthula sarira.
3. Ahamkara Bhutadi bersifat Tamah (malas, lamban, bodoh) yaitu sifat mahluk dimana pengaruh sthula sarira lebih besar dari atma dan citta.

Sifat berpengaruh lainnya disebut dengan Tri Antah Karana yaitu :
1. Manas (Alam pikiran)
2. Budhi (Kebijaksanaan, intelegensi)
3. Ahamkara (Kelakuan, ego)

Semakin besar pengaruh keduniawian terhadap atma sehingga melupakan dirinya, dan tidak lagi menyadari sifat aslinya maka semakin jauh dia untuk menyatu dengan Brahman. Dalam Bhagawad Gita disebutkan “Orang yang jiwanya tidak terikat oleh sentuhan duniawi akan mendapatkan kebahagiaan bathin, dan orang yang suksmanya selalu menunggal dengan Brahman akan mencapai kebahagiaan abadi”.

Hubungan Atma dengan Brahman (Hyang Widhi)

Sesungguhnya Atma adalah Brahman yang dalam keadaan terkurung pada setiap mahluk, maka atma tidak terpengaruh oleh wisaya (keadaan lahir, hidup, mati, sakit dan lainnya) akan tetapi jiwa (sebagai Saktinya atma) dapat terkena wisaya atau indriya seperti memfitnah, mencaci dan sebagainya dan dapat ditekan oleh angga/badan jasmani misalnya : sakit, merana, duka dan lainnya.

Dalam kitab Upanisad disebutkan “Angusthamatrah Purusa ntaratman, Sada jananam, Hrdaya, Samnivish thah, Hrada Mnisi Manasbhiklrto, Yaetad. Viduramrtaste Bhavanti”, Ia adalah jiwa yang paling sempurna (Purusha), Ia adalah yang paling kecil yang menguasai pengetahuan, yang bersembunyi dalam hati dan pikirannya, mereka yang mengetahuinya menjadi abadi.

Sifat-sifat Atma sama dengan Brahman/ Hyang Widhi dan memenuhi alam semesta ini. Getaran atau percikan Hyang Widhi yang menjadi atma ada 7 (tujuh) jenis menurut tingkatan alam yang ditempatinya disebut dengan Sapta Atma atau "Sapta Ongkara" atau "Sapta Pranawa", yaitu :
1. Atma di Bhur Loka
2. Antaratma di Bhuah Loka
3. Paramatma di Swah Loka
4. Niratma di Tapa Loka
5. Adhyatma di Jana Loka
6. Niskalatma di Maha Loka
7. Suniyatma di Satya Loka

Sapta Ongkara atau Sapta Prenawa biasanya digunakan dalam memuja atau menurunkan Hyang Widhi pada suatu tempat (ngelingihang Bangunan Bali) dengan mantram :

Om, Om, Parama Siwa, Suniyatmane namah
Om, Om, Sada Siwa, Niskalatmane namah
Om, Om, Sada Rudra Adhyatmane namah
Om, Om, Mahadewa Niratmane namah
Om, Mang, Iswara Paramatmane namah
Om, Ung, Wisnu Antaratmane namah
Om, Ang, Brahma Atmane namah

Jadi jelaslah bahwa Atma adalah percikan-percikan kecil dari Brahman/Hyang Widhi, dan memiliki sifat yang sama, kekal abadi, abstrak dan gaib
Kesadaran Pikiran
Intisari dari semua indria adalah pikiran;intisari dari pikiran adalah Buddhi; Intisari dari Buddhi adalah Ahamkara; dan esensi dari Ahamkara adalah sang Jiva (jiwa individu). Brahman atau Sudha Chaitanya adalah rahim, Yoni atau Adishtana dari segalanya. Ia adalah segalanya. (Sri Svami Sivananda)