Senin, 23 Agustus 2010

PERSIAPAN OPTIMAL BERTEMU DENGAN DZAT TUHAN

PERSIAPAN OPTIMAL BERTEMU DENGAN DZAT TUHAN
“yang bisa saya mengerti, itu esensiku; yang saya percayai itu eksistensiku: Tuhan saya itu ADAku, saya ADA, sebagaimana saya mencintai”
Artikel ini untuk menjawab pertanyaan yang sering diajukan para blogger di blog-blog yang bernuansa spiritual. Yaitu pertanyaan “apa itu Tuhan?” Meskipun artikel ini jauh dari memadai untuk menjawab pertanyaan tersebut, namun setidaknya bisa menjadi satu referensi bagi kita semua, yang sedang mencari jawaban yang cukup sulit namun penting ini.
Kutipan di atas adalah pernyataan mistikus Jerman, Karl Jaspers (1883-1969), yang terkait dengan pemikirannya tentang Tuhan. Sebelumnya, akan dipaparkan siapa Jaspers. Pemikir brilian ini lahir di Oldenburg, Jerman Utara pada 23 Februari 1883, bersekolah di Gymnasium Oldenburg, meneruskan di Universitas Heidelberg, dan Munchen. Jaspers memiliki minat besar pada psikiatri dan filsafat. Ia juga pada akhirnya terseret ke dalam dunia mistik saat menerbitkan buku “Der Philosophische Glaube angesichts der Offenbarung” Salah satu hasil pikiran Jaspers yang saya pandang cukup penting untuk disampaikan di blog WONG ALUS ini adalah jawaban dari pertanyaan APA ITU TUHAN?. Menurut Jaspers, TUHAN adalah EKSISTENSI, juga disebut ROH. Selain EKSISTENSI, TUHAN juga bersifat TRANSENDENSI. Manusia ada di dunia, tetapi ADANYA (Dasein) ini belum merupakan EKSISTENSI. Adanya manusia termasuk bidang empiris, berada dalam ruang dan waktu. Sebagai DASEIN kita akan meninggal, tetapi EKSISTENSI kita masih bersifat KEMUNGKINAN.
EKSISTENSI itu suatu panggilan untuk mengisi kebebasan. Di dalam waktu, kata Jaspers, manusia harus memutuskan bagaimana MANUSIA bisa ABADI dan BISA MENJADI TUHAN. Maka “Saya menjadi seperti yang saya percaya”. Menurut mistikus kondang ini, manusia memiliki kecenderungan untuk tidak mengetahui banyak hal. KETIDAKTAHUAN ini memaksa manusia untuk mengambil keputusan-keputusan. Salah satu keputusan yang cukup penting adalah ketika dia ingin menjadi AKU YANG SEJATI. Keputusan inilah yang akan menciptakan DIRI menjadi EKSISTENSI atau TUHAN. Adanya manusia selalu dibatasi oleh situasi-situasi tertentu. Situasi situasi di mana manusia bisa menemukan diri sebagai EKSISTENSI atau AKU YANG SEJATI itu disebut dengan pengalaman dalam SITUASI-SITUASI BATAS. Dalam kegelisahannya memikirkan KEMATIAN, PENDERITAAN, KESALAHAN, dst.. manusia merasa betapa fana hidupnya.
SITUASI PERBATASAN memperlihatkan bahwa hidup kita di dunia tidak merupakan kenyataan terakhir. Ternyata, ada kenyataan yang lebih besar, sesuatu yang akan membawa manusia entah kemana. Yang ada di seberang batas-batas hidup, dunia, dan pengetahuan kita disebut dengan TRANSENDENSI atau KEILAHIAN. Di sini, konsep Jaspers tentang Tuhan yang BEREKSISTENSI dan TRANSENDENSI ini bisa dikatakan sama dengan konsep ketuhanan bahwa TUHAN itu bersifat LAHIR dan juga BATIN.
Bagaimana dzat TUHAN? Kata “TUHAN”, menurut Jaspers, hanya merupakan simbol KEILAHIAN dibelakang semua nama dan konsep. KEILAHIAN selalu berbicara dengan memakai simbol-simbol (Chiffer) atau dalam bahasa Arab disebut dengan Sifr yang merupakan terjemahan dari Sansekerta, SUNYA atau KEKOSONGAN. Manusia tidak mungkin untuk mengetahui dzat Tuhan pada dirinya sendiri. Manusia harus menerjemahkan dan mengisi simbol-simbol bila ingin mengetahui SUBSTANSI KETUHANAN.
Menerjemahkan KEHENDAK TUHAN adalah tugas manusia yang mulia dan hal ini ditentukan oleh IMAN dan KEYAKINAN kita. IMAN mendapat artinya melalui cara hidup kita. Manusia oleh sebab itu bisa MEMBACA dan MENAFSIRKAN SIMBOL dengan syarat dirinya mampu mengisi KEBEBASAN. Kata Jaspers, manusia bebas karena Tuhan menyembunyikan diri. Ini berarti Segala sesuatu itu dapat menjadi WAHYU ILAHI, menjadi GEMA atau JEJAK dari TRANSENDENSI/TUHAN. Segala sesuatu dapat menjadi TEMBUS CAHAYA, BENING dan JERNIH. (Dalam bahasa mistik Jawa, segala sesuatu itu adalah KITAB TELES, terj. penulis)
Fakta sejarah dibeber oleh Jaspers. Dua kali dalam sejarah, kata Jaspers, diperlihatkan oleh TUHAN apa yang terjadi bila manusia mencoba untuk mengetahui DZAT TUHAN diseberang semua SIMBOL. Yang pertama adalah CANDI BOROBUDUR sedangkan yang kedua adalah pemikiran seorang mistikus bernama MEISTER ECKHART (1260-1327). CANDI BOROBUDUR memperlihatkan kepada manusia bagaimana sesudah semua gambaran tentang DZAT TUHAN ( simbol, konsep, kata-kata) ditinggalkan akhirnya yang tertinggal adalah KESUNYIAN / KASUNYATAN. Bila jiwa manusia telah kosong setelah semua kesadaran terlewati dan SIMBOL-SIMBOL ( simbol, konsep, kata-kata) ditinggalkan, berarti itu merupakan persiapan optimal untuk BERTEMU dengan DZAT TUHAN.
Yang kedua adalah pemikiran MEISTER ECKHART yang salah satu tema besarnya terpapar dalam kalimatnya yang berbunyi: WHEN GOD MADE MAN, THE INNERMOST HEART OF GODHEAD WAS PUT INTO MAN. Artinya “Saat Tuhan Menciptakan Manusia, Inti Ketuhanan telah Dipaterikan di Hati Terdalamnya.” Apa dan bagaimana penjelasan lengkapnya, akan dipaparkan dalam artikel selanjutnya. SALAM PANTA RHEI…
Wong Alus