Senin, 23 Agustus 2010

Keselarasan Ajaran Leluhur Dalam Menghadapi Alam Semesta Dengan Pengetahuan Ilmiah

Antara Manusia dan alam Semesta
Dengan panca inderanya manusia mengetahui bahwa di antara bumi dan langit terdapat tumbuh-tumbuhan dan hewan dengan sifat tertentu. Matahari, bulan, bintang, dan bumi dengan gunung dan samuderanya juga mempunyai sifat tertentu. Di luar manusia, lingkungan alam mempunyai sifat, kodrat tertentu. Manusia mempunyai akal, dan dapat berpikir, berbicara serta bertindak berdasarkan akalnya, itulah yang membedakan manusia dengan lingkungannya. Apabila terjadi suatu aksi terhadap suatu benda di alam, maka benda tersebut selalu bereaksi secara alami. Bagi hewan reaksi terhadap hal yang membahayakan dirinya adalah fight or flight, melawan atau melarikan diri. Manusia mempunyai pikiran, maka dia dapat memilih apa yang akan dilakukannya terhadap aksi terhadapnya.
Menurut Bhagavad Gita, pada dasarnya sifat alam ini ada tiga: satwik, rajas dan tamas, tenang, agresif dan lembam-malas dan pada dasarnya semua benda yang ada di alam ini mempunyai sifat kombinasi dari ketiga sifat dasar ini. Segala sesuatu yang ada di alam ini juga terdiri dari kombinasi unsur-unsur padat, cair, api, angin dan ruang. Unsur-unsur tersebut pada dasarnya adalah energi dengan berbagai kerapatan yang berbeda.
Leluhur kita mengatakan alam ini sebagai jagad gumelar, alam yang terkembang, makrokosmos; dan manusia sebagai jagad gumulung, alam yang terlipat, alam kecil, mikrokosmos. Untuk itu manusia perlu menyadari sangkan paraning dumadi ( asal usul dan tujuan akhir makhluk). Kodrat manusia sebagai pria dan wanita, dengan berbagai macam kebudayaan, suku, ras dan sebagainya adalah untuk memuliakan alam dan seisinya.
Salah satu petikan dari Serat Sastra Gendhing, karya Sultan Agung menyebutkan tugas manusia terhadap alam yaitu: Mangasah mingising budhi; Mamasuh malaning bhumi; Mamayu hayuning bhawana. Mengasah tajamnya budi; membasuh lukanya bumi, menyehatkan bumi yang sakit; dan memperindah alam semesta. Sakitnya bumi ini, terjadi karena manusia tidak mengasah budinya, dan telah bertindak melukai bumi dalam memenuhi keserakahannya.
Pada dasarnya manusia itu mendiami bumi yang sama. Pulau-pulau yang terpisah dengan laut, di dasar lautnya bersatu, semua manusia hidup dalam lapisan kerak bumi yang sama. Apabila naik ke angkasa nampak bahwa langit ini juga satu. Semua manusia selain kakinya terhubung dengan bumi yang sama, napasnya juga terhubung dengan langit yang sama.
Setiap kali kita menghirup napas, kita menghirup 10 pangkat 22 atom dari alam semesta. Sejumlah atom tersebut masuk ke tubuh kita menjadi sel-sel otak, jantung, paru-paru dan lainnya. Setiap kali kita menghembuskan napas, kita mengeluarkan atom 10 pangkat 22 yang terdiri dari kepingan otak, jantung, paru-paru dan lainnya. Secara teknis, kita mempertukarkan organ tubuh kita dengan organ tubuh orang lain, dengan orang yang pernah hidup, bahkan dengan semua makhluk, semua zat, yang pernah hidup. Berdasarkan perhitungan isotop-isotop radio aktif, tubuh kita memiliki jutaan atom yang pernah singgah di tubuh orang-orang suci dan orang-orang genius. Dalam waktu kurang dari 1 tahun, 98% dari semua atom dalam tubuh kita telah berganti secara total. Atom milikku adalah atom milikmu. Atom-atom terdiri dari partikel-partikel, partikel adalah fluktuasi dari energi. Segala-galanya di bumi ini sejatinya adalah energi, berasal dari cahaya Matahari. Hakekatnya kita semua adalah satu.
Visi Bapak Anand Krishna terhadap alam ini adalah ONE EARTH, ONE SKY, ONE HUMAN KIND, SATU BUMI, SATU LANGIT, SATU UMAT MANUSIA. Visi yang selaras dengan keberadaan alam semesta.

Hubungan Manusia dengan Tuhan menurut Leluhur
Tuhan adalah “Sangkan Paraning Dumadi”, asal usul dan tujuan akhir makhluk. Leluhur kita menyebutnya “tan kena kinaya ngapa”,tak dapat disepertikan, Acintya. Terhadap Tuhan, manusia hanya bisa memberikan sebutan sehubungan dengan peranan-Nya. Gusti Kang Murbeng Dumadi (Penentu nasib semua mahluk) , Gusti Kang Murbeng Gesang (Penguasa kehidupan), Gusti Kang Maha Agung (Tuhan Yang Maha Besar), dan lain-lain yang dikenal dengan 99 Nama Allah bagi kaum muslimin. “Ekam Sat Viprah Bahuda Vadanti” artinya “Tuhan itu satu tetapi para bijak menyebut-Nya dengan banyak nama”.
Perjalanan manusia menemukan Tuhannya digambarkan seperti perjalanan Bima, satria Pandawa mencari susuhing angin, sarangnya angin. Istilah lain adalah, mencari tapake kuntul nglayang, jejaknya burung yang terbang, mencari galihing kangkung, intinya sayur kangkung yang kosong dan lain sebagainya. Sebelum bertemu dengan Dewa Ruci, Bima dalam samudera kehidupan harus mengalahkan naga ganas keduniawian yang membelitnya dengan kuat dan erat. Dengan kesungguhan hatinya, naga dapat dikalahkan dengan kuku pancanakha, dan Bima bertemu dengan Dewa Ruci, wujud kembarannya yang kecil. Dewa Ruci meminta Bima memasuki dirinya lewat telinganya. Pada awalnya Bima ragu-ragu, wujud dirinya besar sedang wujud Dewa Ruci kecil. Dewa Ruci mengatakan, besar mana antara diri Bima dengan samudera dan jagad raya, karena seluruh jagad raya ini bisa masuk ke dalam dirinya.
Leluhur kita menggambarkan wadag, raga ini sebagai warangka, sarung keris, sedang ruh kita adalah curiga, kerisnya. Manusia hidup di alam ini disebut curiga manjing warangka, keris di dalam sarungnya. Setelah manusia sadar atas ketidaksempurnaan duniawi ini dan dapat melepaskan dari belitan naga ganas duniawi dan yakin pada dirinya yang sejati, maka dia dapat memasuki dirinya yang sejati, seperti Bima yang memasuki Dewa Ruci. Di dalam diri Dewa Ruci ini ternyata sangat luas, alam pun berada pada dirinya. Leluhur kita menggambarkan peristiwa ini ibarat warangka manjing curiga, sarung keris masuk kedalam keris, kodok ngemuli lenge, katak menyelimuti liangnya, Manunggaling Kawula Gusti, bersatunya makhluk dengan Keberadaan. Selama ini manusia diibaratkan golek banyu apikulan warih, manusia mencari air sedangkan dia sendiri memikul air.

Otak kita yang luar biasa
Kita menjalani kehidupan dalam otak kita. Orang yang kita lihat, rasa basahnya air, harumnya bunga, semuanya terbentuk dalam otak kita. Padahal satu-satunya yang ada dalam otak kita adalah sinyal listrik. Ini adalah fakta yang menakjubkan bahwa otak yang berupa daging basah dapat memilah sinyal listrik mana yang mesti diinterpretasikan sebagai penglihatan, sinyal listrik mana sebagai pendengaran dan dan mengkonversikan material yang sama dengan berbagai penginderaan dan perasaan.
Meskipun orang menganggap material ada di luar kita, cahaya, bunyi dan warna di luar otak kita itu tidak ada, yang ada adalah energi. Benda di luar hanya ada dalam paket energi. Paket energi tersebut dilihat oleh retina. Retina mengirim sinyal listrik ke otak. Otaklah yang menginterpretasikan itu adalah suatu benda. Bunyi juga terbentuk kala gelombang-gelombang energi menyentuh telinga kita, kemudian diteruskan ke otak dan diintepretasikan sebagai bunyi tertentu oleh otak kita.
Fisika quantum memperlihatkan bahwa klaim adanya eksistensi materi tidak mempunyai landasan yang kuat. Materi adalah 99,99999 % hampa. Yang ada diluar otak hanyalah paket-paket energi, otaklah yang menginterpretasikan itu adalah benda. Alam semesta seperti yang kita lihatpun hanya ada karena adanya otak kita. Yang luar biasa adalah mengapa penginterpretasian dari banyak otak di banyak manusia sama semua. Berarti ada kesatuan penginterpretasian dari semua makhluk. Diluar diri manusia hanya paket energi, manusia pun merupakan kombinasi dari unsur-unsur alami yang pada hakikatnya adalah energi juga. Pikiranpun adalah energi juga. Segala sesuatu yang ada adalah energi.
Dalam Isavasyopanishad terdapat sebuah penjelasan bahwa semua bentuk apapun juga yang bergerak di Alam Semesta ini, termasuk Alam Semesta ini, yang bergerak sendiri, hidup di dalam atau ditunjang atau terselimuti oleh Yang Maha Esa. La Illaha Illallah. Yang ada hanya Allah.
Menurut Bapak Anand Krishna, kita perlu memahami kesadaran manusia yang terdiri dari beberapa lapisan kesadaran: kesadaran fisik, kesadaran energi-zat hidup, kesadaran mental emosional, kesadaran intelegensia dan kesadaran murni. Apabila manusia dalam kehidupannya sehari-hari telah menyadari dirinya berada lapisan kesadaran yang mana, maka dia dapat meningkatkan kesadarannya sampai suatu saat mencapai kesadaran murni. Ego kitalah yang membawa kesadaran kita menurun sehingga kita merasa terpisah dan kesadaranlah yang membawa kita meningkat sehingga kita merasa satu. Pada waktu tubuh manusia sehat, dia bertindak sebagai kesatuan, dan pada waktu sakit baru dia merasa ada bagian terpisah yang sedang sakit. Selama manusia merasa terpisah dengan yang lain, manusia sedang sakit dan kesadaran adalah alat penyembuhnya. Terima kasih Guru.

Triwidodo