Kamis, 03 Februari 2011

PERCAKAPAN 14 INGATLAH TUHAN, LUPAKAN DUNIA

PERCAKAPAN 14
INGATLAH TUHAN, LUPAKAN DUNIA
Dari segala hal yang berharga di dunia, waktulah yang paling berharga. Pikirkanlah bagaimana engkau mempergunakan waktu yang berharga itu. Tugasmu yang utama sebagai manusia adalah mempersembahkan badan, karya, dan waktumu kepada Tuhan yang merupakan perwujudan waktu itu sendiri.
________________________________________

Bila engkau kurang sehat atau sakit, kesehatanmu kadang-kadang dapat dipulihkan dengan obat. Namun, waktu yang telah berlalu hilang selama-lamanya, tidak ada cara untuk mengembalikannya dan kemudian menggunakannya kembali. Engkau harus berusaha sekuat tenaga untuk menggunakan waktu yang amat berharga ini dengan cara yang suci. Waktu tidak terbatas ia berlalu terus selama-lamanya. Tetapi waktu yang diberikan kepadamu sangat sedikit. Banyak di antara kalian yang membuang-buang waktu atau menghamburkan masa hidupmu karena mengira bahwa dunia yang fana ini nyata, akibatnya engkau menggunakan seluruh waktumu yang sedikit itu untuk menikmati kesenangan duniawi. Kalau engkau merenungkan sejenak apa yang telah kau capai dan bagaimana engkau telah menggunakan waktumu yang sangat berharga, engkau akan menyesal karena engkau telah menyia-nyiakan waktu begitu saja.
Ketika lahir engkau menangis, "Koham? Koham?" Siapakah aku? Jika kau habiskan waktu seluruh hidupmu hanya untuk memelihara hidupmu, kapankah engkau mampu mengerti siapakah engkau sebenarnya? Hidupmu mengandung arti yang lebih dalam daripada hanya mengurus kepentingan jasmani saja. Engkau memulai hidupmu dengan "Koham?" 'Siapakah kau?' dan engkau harus mengakhirinya dengan "Soham". 'Aku adalah Dia. Aku adalah itu!" Engkau harus menyadari bahwa engkau sendirilah yang bersifat Tuhan itu, dan mengakhiri hidupmu dalam Prasanthi 'kedamaian tertinggi' yang merupakan kenyataanmu yang sejati. Sayang kebanyakan di antara kalian hanya memusatkan perhatian pada kesenangan duniawi, menginginkan hasil yang cepat, dan sama sekali tidak memikirkan akibat perbuatanmu itu pada masa yang akan datang.
Bila seekor katak melihat lalat atau cacing di depannya, ia senang sekali dan ingin segera menangkapnya, menelan semuanya, dan merasakan nikmatnya. Tetapi, di belakang katak itu ada seekor ular sedang menunggu dan siap menangkap katak tersebut untuk dimakan. Ular merasa senang sekali mendapat makanan beberapa katak yang pada saat itu sedang sibuk dengan kenikmatannya sendiri. Ular itu tidak tahu kalau seekor buruk merak sedang mengintai dari belakang, mengarahkan kukunya kepadanya. Burung merak tersebut merasa gembira mengira bahwa ia akan dapat menerkam dan memakan ular yang tidak menyadari bahaya yang mengancam jiwanya sehingga ia tidak memperhatikan pemburu yang bersembunyi di belakangnya dan siap membunuhnya. Begitu pula engkau juga hanya memikirkan pemuasan keinginanmu dan mengharapkan kenyamanan yang akan kau peroleh, sama sekali tidak memikirkan apa yang mengintai di belakangmu dan menunggu kesempatan untuk menerkam engkau. Engkau menghamburkan waktu tanpa menyadari bahaya yang mungkin menimpa di kemudian hari. Engkau tidak dapat mengetahui kapan, dimana, dan dalam keadaan apa bahaya akan muncul menghadangmu. Karena itu, setelah menyadari betapa suci dan berharganya waktu, sekarang engkau harus menyucikan waktu yang diberikan kepadamu dan menggunakannya sebaik-baiknya.
Mungkin engkau bersedia mengeluarkan berjuta-juta dolar untuk membeli apa yang kau inginkan, tetapi waktu yang telah dipakai tidak dapat diperoleh kembali betapa pun besarnya jumlah uang yang akan kau bayarkan. Masa muda adalah masa yang paling berharga dan paling suci dalam kehidupan manusia. Masa muda merupakan kesempatan emas bagimu untuk menggunakan waktumu dengan sebaik-baiknya dan menyucikan hidupmu. Dalam kehidupan manusia, masa muda, seperti air yang mengalir di sungai, tidak dapat dikembalikan. Pemuda masa kini harus menyadari kenyataan ini. Gunakanlah waktumu sebaik-baiknya maka engkau memperoleh kepuasan dalam hidupmu. Sadarilah selalu berbagai segi roda waktu, sadarilah betapa penting sesungguhnya waktu itu. Pikirkan lebih dahulu apa yang mungkin terjadi di kemudian hari dan ingatlah selalu akan tujuan hidupmu.
Dalam bab tentang bhakti dalam kitab Bhagawad Gita dikatakan bahwa waktu adalah unsur yang paling penting dalam hidupmu. Guru Dewa mengajarkan dalam Gita bahwa walaupun engkau tidak begitu berhasil melaksanakan ketidakterikatan kepada benda-benda duniawi, jika engkau melaksanakan semua pekerjaan dan kewajibanmu seperti sembahyang, mempersembahkan segala yang engkau kerjakan kepada Tuhan, maka hidupmu akan diberkati-Nya. Krishna berkata kepada Arjuna, "Kerjakanlah tugasmu Arjuna! Jika engkau harus bertempur, bertempurlah! Tetapi, sementara bertempur, ingatlah Aku. Bila demikian engkau tidak terkena dosa. Jika engkau mempersembahkan segala-galanya kepada-Ku dan selalu menempatkan Aku dalam hatimu, engkau tidak akan menderita akibat dari perbuatanmu. Engkau tidak disuruh pergi ke hutan untuk bertapa atau meninggalkan sanak saudaramu. Engkau tidak usah meninggalkan keluargamu, rumahmu, dan harta bendamu. Apa pun yang engkau lihat, apa pun yang engkau katakan, apa pun yang engkau kerjakan, lakukanlah semua itu sebagai kerja-Ku dan persembahkan kepada-Ku. Itulah cara yang benar untuk menyucikan waktumu. Jika engkau melaksanakan hidupmu seperti ini, Kupastikan, engkau akan selamat!"
Sayang sekali sekarang ini kita tidak menemukan kemampuan pengunduran diri seperti ini, tujuan yang bulat, keyakinan yang mendalam, dan rasa tanggung jawab, keikhlasan mempersembahkan sepenuhnya pikiran, dan akal budi kepada Tuhan. Orang-orang terpelajar dan warga masyarakat dewasa ini tidak mempunyai pandangan yang dijiwai oleh keyakinan yang mendalam. Namun, engkau harus membina keyakinan yang kuat. Jangan harap engkau dapat mengetahui atas dasar perbuatanmu dan atas dasar kebaikan serta kekuranganmu, hidup macam apa yang akan kau alami di kemudian hari, atau dalam suasana apa dan dimana engkau akan hidup. Tak seorang pun tahu hal ini kecuali Tuhan. Jika engkau mempersembahkan segala-galanya kepada-Nya, Ia akan melindungimu dalam keadaan apa pun. Seorang pengabdi harus membina pikiran yang teguh dan kokoh. Apa pun yang kau kerjakan, engkau harus mempunyai kemauan dan tekad yang teguh. Tanpa itu semua engkau tidak dapat mencapai sesuatu, betapa pun kecilnya.
Ada seekor burung kecil yang bertelur di tepi pantai. Ia ingin hidup senang. Beberapa kali ombak datang dan menghempas telur-telurnya ke tengah laut. Burung itu patah semangat dan putus asa karena setiap kali bertelur ombak datang menyapunya. Akhirnya ia menjadi sangat marah kepada samudra. Mungkin engkau berpikir, "Apa yang dapat dilakukan oleh burung sekecil itu terhadap lautan yang demikian luas?" Tetapi, ia tidak mempunyai pikiran semacam itu, menganggap dirinya hanya seekor burung kecil yang tidak mampu berbuat apa-apa terhadap lautan yang sangat luas. Tidak, bahkan sebaliknya, burung kecil ini mengambil keputusan dan bertekad akan meminum habis semua air laut yang dahsyat itu. Itulah sumpah dipegangnya dengan teguh. Siang dan malam ia berdiri di tepi laut, memasukkan paruhnya ke dalam laut, mengambil air sedikit demi sedikit ia bertekad mengeringkan lautan. Ia percaya bahwa dengan cara demikian akhirnya ia akan dapat menaklukkan lautan.
Setelah menyadari bahwa ia tidak akan berhasil, ia minta bantuan burung Garuda, kendaraan Wisnu. Dengan pertolongan Garuda ia berhasil mendapatkan rahmat Wisnu. Sekarang lautan merasa ketakutan dan dengan sopan minta maaf kepada burung kecil itu. Samudra meyakinkan burung kecil itu bahwa telurnya tidak akan dihancurkan lagi oleh ombak dan ia dipersilahkan bersarang di tepi pantai tanpa gangguan. Betapa kecil burung ini dan betapa luasnya lautan! Engkau pun memandang dirimu kecil, tetapi engkau tidak boleh putus asa dan putus harapan. Engkau tidak boleh berkecil hati, beranggapan bahwa engkau tidak berarti sedangkan Tuhan tiada terbatas, Maha Ada, memenuhi segala sesuatu, dan Mahakuasa.
Mungkin engkau bertanya-tanya dalam hati, "Mengapa Tuhan menaruh perhatian kepadaku? Apakah gerangan yang dapat kupersembahkan kepada-Nya yang akan diterima-Nya dengan senang hati bila seluruh jagat raya ini sudah merupakan milik-Nya? Jika malaikat dan dewata sekalipun tidak dapat melihat Dia, bagaimana mungkin aku mengharapkan dapat melihat wujud-Nya?" Tetapi gagasan yang merendahkan dan mengecilkan diri sendiri seperti ini tidak dapat menolong engkau; selama engkau berpikir seperti itu, engkau tidak akan memperoleh rahmat Tuhan dan tidak mampu mengabdi kepada-Nya. Jangan memperlihatkan kelemahan seperti itu. Engkau harus menempatkan Tuhan di hatimu dan mohon kepada-Nya, "Tuhanku terkasih, aku tahu Engkau menempati seluruh jagat raya, tetapi Engkau pun ada dalam hatiku. Dengan segala kemampuanku akan kupertahankan agar Engkau tetap berada dalam diriku. Benar, Engkaulah yang terbesar di antara yang besar, namun Engkau pun yang terkecil di antara yang kecil. Dalam wujud yang kecil itu Engkau selalu tinggal dalam hatiku." Jika engkau mempunyai kepercayaan yang teguh pada diri sendiri dan berkemauan keras untuk menyemayamkan Tuhan di dalam hatimu, maka engkau pasti akan mencapai-Nya.
Seorang raja bernama Bhagiratha setelah bersumpah untuk menolong leluhurnya mencapai sorga, mampu membuat sungai Gangga mengalir dari langit ke bumi, karena ia mempunyai kemauan yang sangat keras. Bahkan Gautama Buddha dengan tekad yang kuat dan banyak bermatiraga dapat mencapai nirwana. Pada suatu hari setelah mengetahui bahwa Buddha mengemis makanan, ayahnya mengirim pesan kepada Buddha, "Oh anakku, kakekmu seorang raja, ayahmu seorang raja, dan engkau sendiri seorang raja. Ayah mendengar bahwa engkau, seorang raja dari keturunan semulia itu, mengemis makanan. Kita tidak kekurangan harta dan kekayaan dalam kerajaan ini, tidak kurang kemewahan apa pun juga. Engkau dapat memiliki apa saja yang engkau inginkan. Ayah sangat prihatin mendengar bahwa engkau yang dapat menikmati segala macam kemewahan dan kesenangan sebagai raja di istana, telah mengemis, tidur di atas tanah yang keras, dan hidup melarat sebagai pengemis. Anakku, kembalilah ke istana. Ayah akan menyambutmu dan mempersiapkan segala sesuatunya untukmu. Seluruh kerajaan adalah milikmu."
Buddha mendengarkan semua ini dengan rasa ketidakterikatan yang sempurna, kemudian berkata kepada utusan raja, "Tolong katakan kepada Raja. Ya, kakekku seorang raja. Ayahku seorang raja, dan aku pun seorang raja. Tetapi kini aku seorang sanyasin. Aku telah meninggalkan keduniawian. Dan aku percaya bahwa orang tuaku yang sebenarnya adalah sanyasin dan nenek moyangku yang sejati juga para sanyasin. Jika engkau menginginkan aku kembali, pertama engkau harus menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut. Apakah engkau kuasa menyelamatkan aku dari kematian? Dapatkah engkau menjauhkan penyakit dan menjamin kesehatanku? Apakah engkau mempunyai kemampuan untuk mencegah ketuaan dan menurunnya kemampuan fisikku? Mampukah engkau membebaskan aku dari semua bencana ini? Jika engkau dapat memberi jawaban yang benar atas pertanyaan-pertanyaan ini, aku akan segera kembali ke istana."
Buddha melihat bahwa kelahiran adalah penderitaan, bahwa hidup adalah penderitaan, dan bahwa akhir hidup ini juga penderitaan. Ia memberi jawaban yang benar kepada ayahnya. Setelah melihat segala kesengsaraan hidup dan setelah menyaksikan sekian banyak orang menderita, ia tidak dapat terus hidup dalam kekaburan batin dan khayalan, semua itu tidak lain hanya ketololan belaka. Kehidupan sang Buddha merupakan pelajaran bagimu. Dalam waktu yang terbatas yang telah diberikan kepadamu, engkau harus menyadari sifatmu yang sejati. Itulah tujuan hidup manusia yang sebenarnya. Badan terdiri dari lima unsur, dan pada suatu hari ia akan musnah. Penghuni badanmu adalah satu-satunya yang kekal. Jika engkau menyelidiki kebenaran, engkau akan menyadari bahwa tidak ada yang namanya usia tua dan kematian bagi diri Sejati yang menghuni tubuhmu. Jika engkau dapat mengerti bahwa penghuni ini, yang merupakan kenyataanmu yang sejati adalah Tuhan, maka engkau akan mengetahui kebenaran dan menikmati yang tak terhingga.
Pada buku Gita bab ketigabelas dijelaskan tentang Kshetra dan Kshetrajña, 'medan' dan 'yang mengetahui medan'. Apakah perbedaan antara kedua kata ini. Kshetra terdiri dari dua suku kata Sanskerta, kshe dan tra. Kshetrajña terdiri dari tiga suku kata kshe, tra dan jña. Kedua suku kata kshe dan tra terdapat dalam kedua kata tersebut. Artinya Kshetra itu tanpa jña, atau medan tanpa pengetahuan. Apakah yang dimaksud dengan medan tanpa pengetahuan yang tertinggi ini? Itulah badan, tempat persemayaman Tuhan, tempat kediaman-Nya di bumi.
Dalam kehidupan sehari-hari engkau menyebut tubuh itu "badanku". Dengan kata lain engkau mengakui bahwa engkau bukan tubuh itu, tetapi bahwa badan ini adalah milikmu. Begitu pula penghuni menganggap bahwa ia bukan Kshetra, tetapi Kshetra itu miliknya. Bila engkau berkata, "Ini milikku," maka engkau menyatakan bahwa engkau dan bendanya berbeda. Bila engkau mengatakan "Ini saputanganku," engkau menandaskan keterpisahanmu dengan saputangan itu; benda itu sesuatu yang lain dari engkau. Bila engkau berkata, "Ini badanku," berarti engkau terpisah dari badanmu. Demikian pula bila Tuhan menyatakan bahwa medan itu adalah milik-Nya, maka Ia bebas meninggalkannya kapan saja Ia inginkan.
Badan diberikan kepadamu agar engkau menyadari siapa engkau sebenarnya agar engkau menyadari siapa penghuninya. Tanpa badan engkau tidak akan dapat mengetahui Dia, engkau tidak akan dapat melakukan kegiatan apa pun dan mengikuti karma apa pun. Segala karma hanya dapat dilaksanakan dengan pertolongan badan. Badan terdiri dari dua puluh unsur, yaitu: lima alat indera, lima alat kegiatan, lima macam prana, dan lima selubung. Bila kepada yang dua puluh ini ditambahkan pikiran (manas), kemampuan membedakan (buddhi), tempat perasaan dalam hati (chitta), dan ego (ahamkara), bersama atma, maka seluruhnya menjadi 25 unsur yang menjadikan manusia. Pengetahuan mengenai badan dan jiwa di dalamnya ini dinamakan sankhya berhubungan dengan jalan kebijaksanaan sankhya yoga yang terdapat dalam bab kedua dalam Bhagawad Gita.
Orang tolol yang lahir dalam maya dan hidup dalam maya, tidak pernah mengenal maya atau khayalan apa adanya. Seluruh dunia ini adalah maya, semua keterikatan adalah maya, kehidupan keluarga adalah maya, kematian adalah maya, semua yang kau lihat dan pikirkan adalah maya. Hidup ini sendiri adalah maya. Di manakah para raja dan kaisar yang demikian bangga akan prestasinya? Mereka semua telah tergilas oleh roda waktu. Hari, bulan, tahun dan yuga, semuanya telah luluh satu dalam yang lain. Waktu berjalan terus dan dalam arus ini semuanya, segala sesuatu dan setiap orang, benda dan manusia, terbawa hanyut. Sesuatu yang sedang hanyut dalam arus waktu, tidak dapat membantu yang lain yang juga sedang hanyut.
Siapa dapat menyelamatkan siapa? Satu-satunya yang abadi yang tidak terbawa hanyut oleh waktu dan yang dapat memelihara semuanya adalah Tuhan. Hanya dialah yang dapat melindungi semuanya. Ia adalah tepian yang kokoh pada sungai waktu yang tak ada ujungnya. Berpeganglah pada Dia, itulah rahasia hidup, itulah ciri-ciri seorang manusia yang sejati. Percayalah pada Tuhan dan jangan percaya pada dunia, itulah cara yang benar untuk menempuh hidupmu dan menikmatinya. Ingatlah selalu akan tiga asa ini. Pertama jangan lupa pada Tuhan; kedua jangan percaya dunia; dan ketiga jangan takut mati. Inilah asas kemanusiaan yang utama.
Dalam Gita engkau jumpai kira-kira 64 keutamaan yang merupakan sifat seorang pengabdi. Tak seorang pun memiliki semua sifat ini; jika engkau dapat melaksanakan satu atau dua dari sifat-sifat itu, sudah cukup. Milikilah kepercayaan yang teguh kepada Tuhan. Bila engkau mempunyai keyakinan yang mendalam, engkau tidak lagi memerlukan yang lain-lain. Dalam satu kotak korek api mungkin terdapat 50 batang korek. Jika engkau memerlukan api engkau dapat menggoreskan satu batang. Satu saja sudah cukup. Engkau tidak perlu menggoreskan kelimapuluh batang itu semuanya. Demikian pula jika dari ke-64 keutamaan itu kau praktekkan satu saja hingga sempurna, itu sudah cukup. Sifat yang paling penting adalah prema, 'kasih tanpa pamrih'. Swami sudah sering mengatakan, "Cinta kasih adalah Tuhan dan Tuhan adalah cinta kasih. Hiduplah dalam cinta kasih." Jika engkau hidup dalam cinta kasih dan selalu ingat serta merenungkan Tuhan, Tuhan akan mengatur segala-galanya dalam hidupmu. "Bila engkau memiliki keyakinan dan pengabdian yang sempurna, menyerahkan semuanya kepada-Ku, engkau akan sangat Kucintai," kata Krishna.
Bhakti yang sejati atau pengabdian tidak hanya berarti melaksanakan upacara-upacara agama seperti menyanyikan lagu-lagu rohani, mengulang-ngulang mantra, berdoa dalam hati atau bersama-sama atau duduk melakukan meditasi. Bhakti berarti keyakinan yang tak tergoyahkan pada Tuhan. Ada empat macam pengabdi: arthi, arthaarthi, jignasu, dan jnani. Tipe arthi ialah orang yang berdoa kepada Tuhan bila ia berada dalam kesulitan dan mengalami banyak cobaan serta kesengsaraan. Hanya pada saat itulah ia ingat pada Tuhan dan memuja-Nya. Pengabdi tipe kedua adalah arthaarthi. Pengabdi ini memuja Tuhan dan mohon agar ia diberi kekayaan, jabatan, dan kekuasaan; ia mohon keturunan dan umur yang panjang, dan mendambakan rumah, harta, ternak, emas, permata, serta hal-hal semacam itu. Banyak orang yang mendambakan anugerah keduniawian ini tanpa menyadari bahwa kekayaan yang sejati adalah kebijaksanaan, bahwa harta yang sejati adalah tingkah laku yang baik, bahwa permata yang paling berharga adalah watak yang baik. Mereka bernafsu untuk memperoleh kekayaan duniawi, tetapi tidak mengerti arti dan makna yang lebih dalam dari semua simbol lahiriah harta benda duniawi itu.
Pengabdi tipe ketiga adalah jignasu. Pengabdi ini tidak henti-hentinya menekuni asa kerohanian. Di manakah Tuhan? Siapakah Tuhan? Bagaimana aku dapat mencapai Tuhan? Apakah hubunganku dengan Tuhan? Siapakah aku? Bila engkau masuk dalam tahap jignasu, engkau sibuk mencari jawaban pertanyaan-pertanyaan ini untuk memperoleh pengetahuan kerohanian. Mula-mula engkau harus mencari jawaban, "Siapakah aku? Dari mana dunia ini timbul? Apakah tujuanku?" Sebagai jignasu engkau bergumul dengan ketiga pertanyaan penting ini dan berusaha mendapat pengertian dengan mendekati orang-orang bijaksana, dengan mendengarkan ajaran-ajaran mereka dan melayani atau mengabdi pada mereka, dan dengan mempelajari kitab-kitab suci. Usaha pertama untuk mendengarkan agar memperoleh pengetahuan secara tidak langsung, harus diikuti dengan melihat untuk memperoleh pengetahuan secara langsung. Akhirnya, bila engkau telah mengetahui ajaran-ajaran itu dengan sempurna, engkau meninggalkan tahap jignasu dan memasuki tahap jnani, yaitu orang yang mengetahui kebenaran. Jnana berarti pengetahuan. Apakah pengetahuan duniawi yang dimaksudkan? Tidak. Jnana tidak menyangkut pengetahuan duniawi, jnana adalah pengetahuan spiritual yang sejati, pengetahuan adikodrati. Jnana adalah kebijaksanaan, ia berarti penghayatan kesatuan, pengalaman yang esa tiada duanya.
Bergumul dengan benda-benda duniawi saja akan menyebabkan kesengsaraan yang tiada habisnya. Jika engkau mendasarkan pengalamanmu hanya pada pengetahuan duniawi, engkau akan menderita atau menikmati semua akibat pengetahuan tersebut. Misalnya kalau engkau memukul meja dengan keras dan merasa bangga melakukannya. Engkau dapat membanggakan diri bahwa engkau telah menghantamnya dan engkau pasti sudah membuatnya menderita tetapi segera setelah itu engkau terkejut karena ternyata meja itu memberikan pukulan kembali yang sama kerasnya, akhirnya engkau pun merasa kesakitan. Dalam pengetahuan duniawi selalu akan ada reaksi seperti ini, pantulan dan gema. Apapun yang engkau lakukan akan berbalik kembali kepadamu, apa pun yang engkau pikirkan akan memantul kembali kepadamu.
Tetapi dalam alam spiritual tidak ada reaksi, tidak ada pantulan dan tidak ada gema. Di sana hanya ada pengetahuan adikodrati, yaitu pengetahuan sejati. Dalam alam itu tidak engkau temukan benda-benda yang dapat bereaksi, tidak ada yang dapat memantulkan atau menggemakan karena di sana tidak ada yang lain. Di sana semuanya satu. Kalau ada wujud yang kedua pasti akan ada keinginan untuk memilikinya atau menjauhinya, dengan kata lain, akan ada perasaan ingin atau perasaan takut. Tetapi bila engkau berada sepenuhnya dalam pengetahuan kesunyataan engkau tidak akan menghayati apa pun atau siapa pun lainnya, tidak akan ada yang kedua. Maka tidak akan timbul keinginan atau ketakutan. Keadaan seperti itu dapat disebut kebijaksanaan, pengetahuan yang tertinggi. Dalam keadaan yang amat mulia itu engkau tidak melihat apa-apa dan tidak mendengar apa-apa. Engkau hanya merasakan suatu kebahagiaan yang amat mendalam. Inilah kebahagiaan abadi, yaitu sat-chit-ananda.
Ada suatu cerita yang menggambarkan keempat tipe pengabdian yang telah kita bicarakan. Pada suatu hari, seorang kaya yang mempunyai empat istri harus pergi ke luar negeri untuk suatu tugas penting. Ia tinggal beberapa bulan di luar negeri. Sebelum pulang ia menulis surat kepada masing-masing istrinya Dalam surat itu dikatakannya bahwa ia akan pulang beberapa minggu lagi dan jika ada sesuatu yang diinginkan dari luar negeri itu, mereka boleh mengirim daftar barangnya dan dengan senang hati ia akan membawa barang-barang itu untuk mereka.
Istri yang keempat adalah yang termuda dan karena itu banyak sekali keinginannya. Ia menulis, "Suami tercinta, belikanlah saya beberapa perhiasan yang indah, beberapa sari sutra, dan semua barang baru yang sedang model di sana." Sang suami yang menerima surat itu lalu membeli barang-barang tersebut. Istri yang ketiga kurang ceria, ia menderita berbagai penyakit. Ia mengirimi suaminya daftar obat dengan penjelasan bahwa kesehatannya sedang terganggu dan ia ingin mendapat obat-obatan luar negeri agar kesehatannya membaik.
Istri yang kedua memiliki minat spiritual yang besar. Ia menulis kepada suaminya minta buku-buku yang baik di negeri itu, buku tentang kehidupan orang-orang suci yang agung yang menggambarkan pengalaman hidup mereka. istri ini selalu mencari buku spiritual yang baik yang dapat menimbulkan inspirasi dalam cita-cita kerohaniannya, karena itu ia minta agar suaminya mencarikan buku-buku seperti itu dan membawa baginya. Istri yang pertama mulai menulis, "Manisku, saya tidak membutuhkan apa-apa untuk diri saya sendiri. Saya akan senang sekali kalau engkau bisa pulang dalam keadaan selamat dan sehat walafiat."
Ketika pulang ia membawa apa yang diminta oleh istri-istrinya. Untuk yang termuda, istri yang keempat, ia membawa perhiasan dan sari sutra yang indah-indah. Untuk istri yang ketiga ia membawa obat-obatan dan tonikum yang mutakhir. Untuk istri yang kedua ia bawakan beberapa kitab suci dan buku kerohanian lainnya. kemudian ia tinggal bersama istri pertama yang menulis, "Pulanglah dengan selamat. Saya tidak butuh apa-apa." Istri ini hanya membutuhkan suaminya sendiri. Ketiga istri lainnya merasa iri hati pada istri yang pertama karena suaminya tinggal bersama dia. Mereka mengirim pesan yang isinya, "Setelah sekian lama tidak bertemu dengan kami, satu kali pun kanda tidak datang mengunjungi kami. Apa gerangan sebabnya?" Sang suami menjawab, "Aku telah memberi engkau masing-masing apa yang engkau minta. Salah satu dari engkau minta perhiasan yang terbaru, sudah aku belikan; yang lain minta obat-obatan, aku bawakan, Yang satu lagi minta buku-buku kerohanian, telah kubawakan pula. Yang terakhir menginginkan diriku sendiri, maka aku tinggal bersama dia sekarang."
Suami ini melambangkan Tuhan sendiri, dan keempat istrinya ibarat keempat jenis pengabdi. Tuhan akan memberi engkau apa yang engkau minta. Siapa yang hanya minta Tuhan sendiri, untuk pengabdi itulah Tuhan akan datang dan bersemayam dalam hatinya. Tuhan adalah kalpataru 'pohon yang mengabulkan segala keinginan'. Tuhan adalah kamadhenu 'sapi surgawi' (dalam mitologi India , kamadhenu dapat memberikan apa pun juga yang diinginkan). Ia akan memenuhi permintaan setiap orang. Ia Maha Tahu dan Ia ada di mana-mana. Ia mengetahui apa yang engkau inginkan dan memberikannya kepadamu. Sebenarnya seluruh jagat ini adalah pohon yang mengabulkan keinginan. Melalui dunia ini Tuhan memuaskan hati setiap orang, apa pun kemauan dan keinginan mereka. Tidak banyak orang yang mengerti kenyataan ini. Ada suatu cerita yang menggambarkan keadaan ini.
Ada orang berjalan cukup lama di bawah terik matahari. Akhirnya ia menemukan keteduhan di bawah pohon yang rindang, maka ia berhenti di situ untuk beristirahat. Ia sangat lelah setelah berjalan lama dalam panas terik dan sekarang naungan pohon itu dirasakannya nyaman. Sementara duduk di bawah pohon tersebut ia merasa kehausan lalu berkata dalam hatinya, "Betapa nikmatnya seandainya aku mendapat segelas air dingin." Tiba-tiba entah dari mana muncullah segelas air dingin. Rupanya ia duduk di bawah pohon yang mengabulkan segala keinginan, tetapi ia tidak mengetahui hal itu. Setelah minum air itu, terlintaslah gagasan lain dalam dirinya, "Betapa enaknya kalau ada bantal yang empuk dan tempat tidur yang nyaman, aku dapat benar-benar beristirahat." Seketika itu juga muncullah bantal dan tempat tidur, diberi oleh Tuhan sendiri. Kini orang itu merasa amat nyaman.
Setelah mendapatkan tempat tidur dan bantalnya, ia berpikir, "Sungguh unik dan indah tempat tidur dan bantal ini. Kalau saja istriku ada di sini, alangkah menyenangkan." Istrinya datang seketika itu juga. Segeralah istrinya muncul, pria itu merasa sangat ketakutan karena ia tidak yakin. "Betulkah ia istriku ataukah setan?" Begitu ia berpikir seperti itu, perempuan itu berubah menjadi setan. Kini ia betul-betul diliputi rasa takut dan dengan ngeri berpikir, "Apakah setan ini akan memakan aku?" Begitu ia berpikir demikian setan itu menerkamnya menelannya bulat-bulat.
Pelajaran yang dapat kita petik dari cerita ini ialah, bila engkau berada di bawah pohon yang mengabulkan keinginanmu, apa pun yang engkau pikirkan akan menjadi kenyataan. Seluruh jagat ini dapat diumpamakan sebagai pohon pengabul keinginan. Jika engkau mempunyai keinginan yang baik, engkau akan mendapat hasil yang baik, jika engkau punya pikiran yang buruk, hasil buruklah yang akan kau peroleh. Karena itu, engkau tidak boleh mempunyai pikiran atau perasaan yang buruk. Itulah sebabnya Swami sering berkata," Jadilah orang yang baik, kerjakan yang baik, dan lihatlah yang baik. Inilah jalan menuju Tuhan."
Seluruh jagat ini adalah ciptaan Tuhan dan ditembus oleh kehendak-Nya. Di mana-mana ada Tuhan. Jangan berpikir buruk tentang siapa pun juga. Kendalilah hawa nafsumu sepenuhnya dan berpikirlah yang baik saja. Apakah engkau tua atau muda, hanya gagasan baik saja yang boleh kau izinkan memasuki pikiranmu dan selalulah berkeinginan menempuh hidup yang baik. Inilah arti yang sesungguhnya hidup sebagai manusia. Dalam bahasa Sanskerta manusia disebut nara 'yang tidak dapat dibinasakan' tetapi akan selalu kembali kepada Tuhan. Ra berarti 'binasa' dan na artinya 'tidak'. Karena itu nara berarti 'yang tidak dapat musnah', yaitu 'putra kekekalan'. Upanishad mengatakan, "Engkau bukan makhluk yang dapat mati, engkau adalah putra kekekalan." Manusia juga disebut manawa. Ma berarti 'ketidaktahuan', na berarti 'tidak', dan wa berarti 'tingkah laku'. Manawa artinya 'orang yang bertingkah laku tanpa ketidaktahuan'. Namun kini kalian semua bertingkah laku secara tolol. Dengan pikiran, perkataan, dan perbuatanmu, engkau tidak memberikan nilai yang benar kepada kata manusia.
Telah dikatakan bahwa kematian lebih manis daripada gelapnya kekaburan batin. Engkau harus menjauhkan ketidaktahuan dalam hidupmu dengan memperoleh pengetahuan. Jika engkau ingin menghilangkan kegelapan, engkau harus membawa terang. Jika engkau ingin memiliki kebijaksanaan, engkau harus memperoleh rahmat Tuhan. Bila engkau mendapatkan rahmat-Nya, kekaburan batinmu akan lenyap. Penyair Thyagaraja bernyanyi, "Oh Rama, jika aku memiliki rahmat-Mu, apa yang kutakutkan? Apa yang dapat dilakukan oleh planet-planet ini kepadaku?"
Kehidupan manusia tidak dilandaskan pada enam musuh: nafsu birahi, kecongkakan, kemarahan, ketamakan, kedengkian, dan egoisme; hidupnya didasari sepenuhnya oleh rahmat Tuhan. Karena itu, engkau harus berpikir dalam-dalam dan berusaha memahami asas kebijaksanaan ini, dan engkau harus ingin memperoleh rahmat Tuhan. Dengan demikian, engkau akan memberi contoh kepada dunia. Ingatlah hal ini: di mana-mana dan dalam keadaan apa pun, ingatlah selalu kepada Tuhan. Dalam zaman Kali sekarang ini tidak ada yang lebih utama dari pada pengamalan spiritual ini. Ulangilah selalu nama Tuhan yang suci dengan tiada putusnya dan usahakan agar Ia bersemayam selama-lamanya dalam lubuk hatimu.