Kamis, 03 Februari 2011

PERCAKAPAN 8 HANYA MELALUI CINTA KASIH ENGKAU DAPAT MENCAPAI TUHAN

PERCAKAPAN 8
HANYA MELALUI CINTA KASIH ENGKAU DAPAT MENCAPAI TUHAN
Tuhan menyatakan dalam Bhagawad Gita, "Inilah janji-Ku kepadamu. Jika engkau mengingat Aku dengan kasih, akan Kuberi engkau kemampuan kearifan, buddhi yoga sehingga engkau dapat masuk ke dalam diri-Ku untuk selamanya dan manunggal dengan Aku."
________________________________________

Buddhi yoga adalah kemampuan membedakan yang membuat engkau mampu membedakan diri sejati dari yang bukan diri sejati, membedakan yang kekal dari yang tidak kekal atau dapat berubah. Kemampuan membedakan ini terdapat hanya pada orang yang telah melakukan pengabdian suci dan penuh cinta kasih terhadap Tuhan. Pengabdian adalah jalan yang mudah untuk memperoleh kebijaksanaan, sesungguhnya ia adalah satu-satunya jalan menuju pengetahuan spiritual yang tertinggi. Dalam Bhagawad Gita bab kedua belas Tuhan berkata, "Orang yang berbhakti kepada-Ku sangat Kucintai." Apakah bhakti? Bhakti adalah kasih yang mengalir dengan tiada putusnya kepada Tuhan. Bila kasih ditujukan pada hal-hal yang bersifat sementara, itu bukan pengabdian, melainkan hanya merupakan suatu bentuk keterikatan. Tetapi jika kasih ditujukan kepada sesuatu yang permanen, maka hal itu menjadi bhakti. Bhakti atau pengabdian mulai dengan sikap bahwa engkau adalah hamba Tuhan, daasoham. Kemudian engkau melangkah maju ke tahap peleburan yakni langsung menyatukan diri dengan Tuhan, maka engkau mengatakan soham 'aku adalah Dia. Tuhan dan aku satu'.
Dalam prakteknya, bhakti mempunyai dua bentuk utama. Bentuk pertama berupa berbagai kegiatan persembahyangan dan upacara yang diadakan oleh penganut, misalnya kebiasaan persembahyangan dengan memakai enam belas jenis sajian, berziarah ke tempat-tempat suci, mandi di sungai-sungai yang dianggap suci, dan sebagainya. Semua itu adalah contoh pengabdian biasa. Tetapi dalam Gita Tuhan mengajarkan bahwa itu bukan satu-satunya jalan untuk mengembangkan bhakti. Ada bentuk bhakti yang lebih tinggi yang dapat disebut sebagai pengabdian sejati, ini merupakan usaha untuk mengembangkan sifat yang sempurna dan selalu diliputi oleh kasih kepada Tuhan. Itulah yang dinamakan parabhakti 'bhakti yang utama'.
Maka ada perbedaan yang jelas antara bhakti 'pengabdian biasa' dan parabhakti 'pengabdian utama'. Pengabdian biasa menggunakan benda-benda duniawi untuk memuja Tuhan, seperti bunga dan daun. Dari manakah asal benda-benda ini? Dapatkah engkau membuatnya? Apakah engkau dapat menciptakannya? Tidak. Benda-benda itu diciptakan oleh Tuhan. Jadi, di mana segi pengorbanannya jika engkau mempersembahkan kepada Tuhan benda-benda yang diciptakan oleh Tuhan sendiri? Persembahan seperti itu hanya dapat dipandang sebagai pengabdian biasa. Tetapi mempersembahkan bunga hatimu yang suci kepada Tuhan, yang tidak ada hubungannya dengan keduniawian, dan mempersembahkannya dengan penuh cinta kasih kepada Tuhan yang bersemayam dalam hatimu, inilah parabhakti, pengabdian yang tertinggi. Pengabdian yang demikian itulah harus engkau cita-citakan.
Pengabdian utama ini dapat juga disebut meditasi. Meditasi umumnya diartikan sebagai pemusatan pikiran terhadap suatu objek, dan melalui objek itu menuju yang akhir. Tetapi ini bukan cara meditasi yang benar. Jika kau periksa asal kata dhyanam yang berarti meditasi, engkau akan mendapati bahwa yang dimaksud adalah meditasi terhadap Tuhan, hanya kepada Tuhan. Karena itu, meditasi sama dengan bhakti, kedua-duanya merupakan proses pemusatan pikiran terhadap Tuhan dengan mengesampingkan yang lain-lain, hanya mengingat Dia. Tanpa meditasi atau bhakti seperti itu tidak mungkinlah manusia menghayati kemuliaan Tuhan yang tak terbatas dan memperoleh pengetahuan spiritual yang sejati.
Engkau ingin menikmati buah, tetapi engkau tidak akan mendapatkannya tanpa berbunga lebih dahulu sebelumnya. Mula-mula tumbuh kembang, kemudian baru buah. Bhakti tak ubahnya dengan bunga. Tanpa lebih dahulu bhaktimu dan membiarkannya berkembang, tidak mungkinlah engkau mendapatkan buah kebijaksanaan spiritual. Dalam tahap berkembang, sang bhakta harus menganggap dirinya daasoham 'aku adalah Dia, aku adalah Brahman, aku adalah Tuhan'. Dengan cara ini pandita agung Widyaranya memulai sadhana (latihan pengabdian) dengan tahap daasoham, lambat laun sadhananya meningkat dari daasoham ke soham.
Pada suatu hari ketika Widyaranya sedang membahas sadhana dengan murid-muridnya, beliau bertanya, "Swami, Anda selalu mengajar kami untuk mengatakan, 'Daasoham, Daasoham' tetapi kini anda berulang-ulang mengucapkan, 'Soham, Soham', dan 'Shiwoham, Shiwoham,' 'aku Shiwa, aku Tuhan'. Apakah ini berarti bahwa ada suatu perubahan dalam pengabdian Anda?" Guru itu menjawab, "Anak-anakku, selama ini aku selalu mengatakan, 'daasoham...ya Tuhan, aku ini hamba-Mu, aku hamba-Mu', tetapi, pada suatu hari Cittacora 'si pencuri hati' (julukan untuk Krishna) datang dan mencuri 'daa'. Setelah Ia masuk ke dalam hatiku dan mengambil 'daa' dari 'daasoham', Ia meninggalkan aku hanya dengan soham. Kemudian Ia datang kepadaku dalam mimpi serta berkata, "Mula-mula engkau harus memulai sadhana-mu dengan daasoham, namun engkau makin lama makin dekat dengan Aku. Kini engkau sangat dekat dan sangat Kucintai. Karena itu engkau dapat mengucapkan soham saja, karena engkau dan Aku telah menjadi satu."
Contoh lain mengenai sadhana ini adalah cerita tentang dua murid Ramakrishna Paramahamsa. Yang satu adalah seorang kepala keluarga dan yang kedua adalah seorang sanyasin yang telah meninggalkan keduniawian. Bhakta yang menempuh hidup berkeluarga itu bernama Nagamahaasaya, merasa dirinya sebagai Tuhan, karena itu ia selalu mempraktekkan prinsip daasoham. Keampuhan tahap daasoham ialah bahwa dengan bersikap merendahkan diri dan pasrah, rasa keakuan segera lenyap. Selama engkau mempunyai rasa keakuan, engkau tidak dapat memperoleh pengetahuan atma yang suci. Keakuan ini terdapat di mana-mana. Bahkan Arjuna yang telah lama menjadi sahabat Krishna dan memperoleh banyak dorongan dari Krishna, diliputi oleh rasa keakuan sepanjang hidupnya. Hanya setelah Arjuna melemparkan busurnya, memasrahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan dan berkata, "Perintahlah daku ya Tuhan, aku akan melaksanakan apa yang Kau katakan," maka Krishna memberinya Gita dan mengajarkan pengetahuan yang tertinggi kepadanya. Selama masih ada rasa keakuan, engkau tidak dapat mencapai atma dan menghayati kenyataan yang tertinggi. Bila engkau telah menerima rahmat Tuhan, engkau tidak akan diliputi rasa keakuan lagi, karena bagaimana mungkin terang dan gelap berada pada saat dan tempat yang sama? Hal ini tidak mungkin.
Karena itu, Nagamahaasaya mulai dari yang paling rendah yaitu daasoham 'aku adalah hamba-Mu'. Sebaliknya Vivekananda mengembangkan kelapangan pikiran dan perasaan dengan selalu mengucapkan, "Shiwoham, Shiwoham", 'aku Shiwa, aku yang tak terbatas, aku Tuhan.' Karena perbedaan lingkungan hidup mereka, Nagamahaasaya dan Vevekananda menempuh jalan yang berbeda untuk menanggulangi kemampuan maya. Nagamahaasaya, kepala keluarga, dengan mengikuti jalan daasoham, makin lama makin kecil, sampai pada suatu saat ia menjadi demikian kecil hingga lolos dari cengkeraman macan maya yang sangat mengerikan; dengan menghilangkan rasa keakuannya ia bebas sedangkan bagi Vivekananda, rantai maya yang membelenggunya putus terpotong-potong setelah ia meluaskan dirinya demikian besar dengan "Shiwoham, Shiwoham" 'aku Shiwa, aku Shiwa'.
Jika dalam dirimu engkau membina gagasan yang suci dan mulia, "Aku Tuhan", engkau tak akan terganggu apa-apa, tidak akan ada yang dapat menghalangimu. Tentu saja sekedar mengucapkan kata-kata ini tidak akan ada artinya; pernyataan ini harus timbul dari penghayatan yang nyata. Engkau harus mengatasi kesadaran jasmanimu dan mengendalikan inderamu secara ketat. Kemudian, dengan selalu menyatukan dirimu dengan Tuhan, pada suatu saat engkau akan memperoleh pengetahuan yang tertinggi. Atau dapat pula engkau menempuh jalan daasoham yang secara efektif menghilangkan egoisme dari hatimu, kemudian engkau akan dipenuhi dengan kebahagiaan.
Ada tiga jalan yang secara berturut-turut menuju pada kesadaran Tuhan, yaitu dwaita 'dualisme', wishishtadwaita 'nondualisme yang terbatas', dan adwaita 'nondualisme'. Mula-mula engkau akan menyatakan, "Aku adalah abdi Tuhan". Di sini ada dua perwujudan, yang satu Tuhan dan yang lain engkau, pengabdi, Tuhan dianggap berada di suatu tempat dan engkau ingin mencari-Nya, mendekati-Nya, dan ingin sangat erat dengan-Nya. Sedikit demi sedikit engkau maju di jalan ini sehingga akhirnya engkau akan berhadapan dengan Tuhan, maka engkau akan mengatakan kepada-Nya, "Ya Tuhan, aku ini abdi-Mu". Pada tahap kedua ini engkau berdiri tegak di hadapan Tuhan dan menyatakan dirimu sendiri sebagai abdi Tuhan. Kemudian pada tahap ketiga engkau menyatakan, "Aku adalah Engkau dan Engkau adalah aku. Kita ini satu".
Tahap pertama ketika engkau menyatakan, "Aku adalah abdi Tuhan", dan menganggap Tuhan berada di suatu tempat yang jauh adalah dwaita.Tahap kedua ketika engkau berkata langsung kepada Tuhan, "Ya Tuhan, aku adalah abdi-Mu", dan engkau merasakan kehadiran-Nya dalam hatimu adalah tahap wishishtadwaita. Tahap ketiga ketika engkau menyadari kebenaran, "Oh Tuhan, aku adalah Engkau dan Engkau adalah aku", dan engkau tidak bisa membedakan antara engkau dan Tuhan adalah tahap adwaita 'nondualisme'. Karena itu engkau memulai perjalananmu dari tahap dualisme dan berakhir pada tahap nondualisme. Engkau memulai sadhanamu dengan bentuk pengabdian yang umum yaitu memuja Tuhan dengan wujud dan sifat serta melakukan berbagai upacara dan bentuk pemujaan lahiriah lainnya. Tetapi kemudian engkau meningkat menuju aspek ketuhanan yang tidak berwujud dan mutlak. Dengan demikian mula-mula engkau mengembangkan diri secara spiritual sebagai hamba Tuhan, tetapi akhirnya engkau menyatu secara sempurna dengan Tuhan.
Pikirkan sejenak sebuah lingkaran yang besar dan bayangkan di sebelahnya ada sebuah lingkaran yang jauh lebih kecil. Lingkaran yang besar dapat diumpamakan dengan Tuhan sedangkan yang kecil sebagai jiwa atau individu. Di sini, individu berbeda dan terpisah dari Tuhan, inilah dwaita 'dualisme'. Jika kau masukkan lingkaran kecil ke dalam lingkaran besar, engkau menjadi wishishtadwaita, 'nondualisme yang terbatas'; kini jiwa menjadi bagian dari Tuhan, ia ada dalam Tuhan. Apa artinya jiwa menyatu sempurna dengan Tuhan? Lingkaran kecil harus meluaskan dirinya dan tumbuh makin lama makin besar sehingga menyamai ukuran lingkaran besar. Pada tingkat ini kedua lingkaran tidak dapat dibedakan, jiwa dan Tuhan menjadi satu, manusia telah manunggal dengan Tuhan. Inilah yang dinamakan adwaita 'nondualisme yang sempurna'.
Dalam jalan pengabdian, kepasrahan mutlaklah yang membuat jiwa makin besar dan manunggal dengan Tuhan. Bila engkau mengyingkirkan keterbatasan pribadimu dan menyadari prinsip ketuhanan yang berada dalam dirimu, kelemahanmu akan lenyap dan engkau akan dapat mengembangkan keluasan pikiran yang akhirnya akan mencapai puncaknya dalam kemanunggalan dengan Tuhan. Bagaimana engkau dapat memperoleh pengertian tentang sifat ketuhananmu? Bagaimana engkau dapat menyadari ketuhanan dalam dirimu? Hanya dengan latihan yang tekun, dengan abhyasa, engkau akan mendapat kesadaran itu. Untuk memperoleh keterampilan sekecil apa pun di dunia engkau harus selalu berlatih dan menyempurnakan diri, apakah keterampilan membaca, menulis, berjalan, atau makan, semuanya itu dapat dicapai hanya melalui latihan. Jika engkau mulai berlatih dengan langkah pertama akhirnya engkau akan sampai pada langkah terakhir. Dalam hal ini langkah terakhir berarti mencapai pengetahuan utama yang membuat engkau bebas.
Ada dua jenis pengetahuan. Yang satu adalah pengetahuan spiritual dan yang lain adalah pengetahuan duniawi. Menyelidiki sifat-sifat suatu benda merupakan pengetahuan biasa yang berhubungan dengan dunia. Tetapi pengertian tentang prinsip batiniah yang menjadi dasar dan tujuan setiap benda yang ada di dunia, itulah yang disebut pengetahuan spiritual, itulah yang disebut kebijaksanaan. Tanpa kebijaksanaan ini, tanpa pengetahuan spiritual ini, tidak mungkin engkau memiliki pengetahuan yang sejati mengenai dunia. Jadi, untuk memahami dunia sekalipun, dengan ciri-cirinya yang lebih dalam, engkau harus mempunyai pengetahuan spiritual.
Suatu kegiatan tidak mungkin dilaksanakan tanpa badan. Badan diperlukan untuk segala macam pekerjaan dan kegiatan; ia menjadi landasan semua pengamalan. Gunakanlah badanmu untuk mencapai tujuan dan untuk melakukan pekerjaan yang bermanfaat bagi orang lain. Agar gagasan ini mudah dimengerti oleh anak-anak, bayangkan sejenak bahwa engkau pergi bertamasya ke hutan dengan membawa semua alat-alat memasak serta bahan makanan. Sebelum mulai memasak, mula-mula kau kumpulkan tiga batu yang akan digunakan untuk menumpangkan periuk. Kemudian ari dan beras kau taruh dalam periuk. Di bawah periuk, di antara ketiga batu itu engkau menyalakan api. Apakah guna api di bawah periuk itu? Karena panas api, beras dalam periuk jadi matang. Tanpa periuk, jika beras ditaburkan langsung ke dalam api, engkau tidak akan memperoleh nasi yang kau inginkan. Panas api memancar ke periuk lalu diteruskan ke ari dan akhirnya dari air ke beras. Dengan cara demikian beras matang dan engkau dapat menikmati makananmu.
Dalam hutan kehidupan ini engkau mencari kebahagiaan yang dapat dibandingkan dengan makanan yang kau siapkan. Tiga batu itu adalah sifat satwa, rajas, dan tamas. Badanmu dapat dianggap sebagai periuknya. Perasaan dan keinginanmu adalah air, dan kerinduan serta aspirasi spiritualmu adalah beras. Api yang dinyalakan di antara ketiga batu itu adalah sadhana yang menyucikan yang digunakan untuk mencari kebijaksanaan. Api yang menyucikan ini memanaskan badan, melalui badan diteruskan ke perasaan dan keinginan; ini semua dimasak dan diubah menjadi kerinduan spiritual yang tertinggi sehingga akhirnya menghasilkan makanan matang, makanan spiritual, atmajnana, penghayatan akan Yang Esa yang selama ini telah kau dambakan. Tidak mungkin engkau dapat mewujudkan kebijaksanaan spiritual semacam itu secara langsung dalam hatimu, dengan serta merta, tanpa lebih dulu melalui proses memasak. Melalui badan dan perbuatan yang baik engkau harus membakar nafsu atau keinginanmu dan mengubahnya menjadi kerinduan spiritual; inilah yang kemudian menuntunmu menuju penghayatan pengetahuan yang utama.
Cara yang benar untuk melaksanakan meditasi adalah dengan mengendalikan keinginan secara bertahap, pelan, dan mantap. Dengan mengendalikan panca indera dan keinginanmu, engkau dapat melakukan segala kegiatan dengan wajar dan spontan tanpa mengharap pahala. Sebenarnya tidak mungkin ada pekerjaan tanpa hasil. Bila engkau melakukan suatu kegiatan, tentu akan ada akibat atau hasilnya; ini adalah buah kegiatan itu. Jadi, bukannya tidak ada hasil, tetapi Gita mengajarkan agar engkau tidak menaruh minat pada buah itu. Hasilnya pasti ada, tetapi janganlah hendaknya engkau bekerja dengan maksud memperoleh buahnya; bekerjalah semata-mata karena engkau menganggapnya sebagai panggilan tugas.
Pada waktu melaksanakan kewajibanmu kadang-kadang timbul suatu keinginan dan akan ada pula hasilnya, dengan kata lain, buahnya. Hal itu tidak menjadi soal. Laksanakan terus kewajibanmu. Gita tidak mengajarkan bahwa kerja tidak akan menghasilkan buah. Orang yang tidak mengerti apa sebenarnya yang dimaksud dengan mengorbankan hasil kerja, lalu tidak mau bekerja. Tetapi kerja harus dilakukan. Sebelum nasi matang api tetap dibutuhkan. Sebelum engkau mengerti rahasia yang lebih dalam dari pekerjaan dan pengorbanan hasil kerja, engkau harus tetap bekerja dan melaksanakan kewajibanmu.
Sifat yang mulia dan tingkah laku yang baik menggambarkan kesejatian seseorang, kebenaran ini didasarkan atas cinta kasih. Apakah engkau melakukan karma yoga, mengorbankan hasil kegiatanmu, atau bhakti yoga, merenungkan kemahaadaan Tuhan, atau jnana yoga, melakukan penyelidikan batin untuk memperoleh kebijaksanaan, dasar dari segala kegiatan spiritual ini adalah cinta kasih. Kebenaran, kedamaian, kebajikan, dan tanpa kekerasan, sathya, shanti, dharma, dan ahimsa tidak terpisah satu sama lain. Pada hakikatnya semuanya tergantung pada cinta kasih. Jika cinta kasih mengisi pikiran, ia menjadi kebenaran, Bila cinta kasih menyatakan dirinya dalam bentuk kegiatan, ia menjadi dharma atau kebajikan. Bila perasaanmu diliputi oleh cinta kasih, engkau menjadi perwujudan kedamaian. Arti sejati kata damai adalah cinta kasih. Bila engkau mengisi pengertianmu dengan cinta kasih, ia menjadi ahimsa. Melaksanakan cinta kasih adalah dharma, berpikir cinta kasih adalah sathya, merasakan cinta kasih adalah shanti, dan mengerti cinta kasih adalah ahimsa. Untuk seluruh nilai ini cinta kasihlah yang mendasarinya. Dalam buddhi yoga yang diajarkan dalam Gita pada bab pengabdian, dikatakan, "Isilah dirimu dengan cinta kasih dan gunakan kasih ini untuk mencapai Aku. Dengan cara itu engkau akan memupuk kedekatan dan kemesraan dengan-Ku".
Anak-Ku yang tercinta. Tanganmu sangat kecil, tetapi dengan tangan yang kecil itu engkau mencoba melayani Aku. Matamu sangat kecil dan ciptaan-Ku tak terhingga besarnya. Dengan dua mata yang kecil itu engkau mencoba melihat jagat raya-Ku yang sangat luas ini. Telingamu sangat kecil, tetapi dengan dua telinga yang kecil itu engkau berusaha mendengarkan kata-kata-Ku. Dengan dua kakimu yang kecil engkau mencoba mendekati Aku. Namun, sekedar melayani Aku dengan dua tangan sekecil itu tidak akan banyak hasilnya. Sekedar melihat dunia-Ku dengan mata sekecil itu juga tidak akan seberapa berguna. Sekedar mendengarkan kata-kata Ilahi-Ku dengan dua telinga sekecil itu tidak akan banyak membantu. Dan sekedar mendekati Aku dengan dua kaki sekecil itu tidak akan banyak manfaatnya. Tetapi ada suatu hal yang dapat kau lakukan yang akan banyak pengaruhnya dan memberikan hasil yang benar-benar berarti. Caranya adalah dengan menempatkan Aku dalam hatimu selama-lamanya. Bila engkau telah menyemayamkan Aku dalam hatimu, maka kegiatan yang lain-lain tidak penting lagi.
Pemujaan apa pun yang kau lakukan dengan menggunakan mata, telinga, dan kakimu, semuanya itu hanya membantu mengendalikan pikiranmu. Tetapi bila engkau memohon Tuhan agar bersemayam di hatimu, pengendalian pikiran dan panca inderamu menjadi sangat mudah. Pikiran dan inderamu akan tenang dengan sendirinya. Tidak akan diperlukan suatu usaha khusus untuk mengorbankan hasil kegiatanmu. Krishna berkata, "Bila engkau mulai memikirkan serta merenungkan Aku semata-mata, segala sesuatunya akan Kutangani dengan sendirinya". Untuk mencapai tingkat ini engkau harus membina kepercayaan yang kokoh dan tak tergoyahkan akan adanya Tuhan yang bersemayam dalam hatimu.
Tuhan selalu utuh dan sempurna; untuk mencapai Tuhan yang sempurna itu engkau harus mempunyai kepercayaan yang sempurna pula. Bila dia sempurna dan engkau tidak sempurna, kemampuan yang mengikat engkau dan Tuhan tidak dapat berkembang. Untuk mencapai cinta kasih yang sempurna yaitu Tuhan, engkau pun harus mempunyai hati yang sempurna, penuh dengan kepercayaan dan kasih. Sebaliknya jika engkau penuh keragu-raguan, engkau merongrong asas cinta kasih yang murni ini yang merupakan sifatmu yang sejati. Keragu-raguanmu itu akan menodai hatimu dan menjauhkan engkau dari Tuhan Yang Maha Mengetahui, Mahakuasa, dan Maha Ada yang mengetahui setiap pikiranmu. Apa pun yang kau pikirkan, hadirkanlah Dia di dalamnya Ingatlah Dia dengan sebulat hati, sarat dengan kasih dan kepercayaan; maka engkau pasti akan mencapai Dia. Dalam Gita Tuhan berkata bahwa engkau akan dicintai-Nya bila engkau memuja Tuhan sepenuhnya dengan hati yang bulat. Itu berarti melihat Dia di mana-mana, dalam setiap benda. Gita menyatakan, "Adveshta sarva bhutanam", 'Janganlah membenci siapa pun dan apa pun dalam semua ciptaan' karena Dia ada pada setia nama dan wujud. Bila engkau memiliki rasa cinta yang memenuhi seluruh dirimu, engkau akan sangat dikasihi-Nya.
Semua sifat yang mulia ada seutuhnya pada setiap manusia, namun tidak banyak orang yang mencoba menyadari hal itu; mereka menyia-nyiakan waktunya hanya untuk melakukan kegiatan duniawi. Tetapi engkau harus pula melakukan kegiatan-kegiatan batin yang membantumu mencapai tujuan. Misalnya, engkau bersembahyang dengan sarana upacara yang bersifat lahiriah, tetapi engkau hendaknya melakukan kebhaktian yang bersifat batiniah juga dengan mempersembahkan bunga hatimu kepada Tuhan. Dengan demikian akan ada kesatuan itu dalam segala tindak tandukmu, baik lahir maupun batin, hidupmu akan disucikan dan engkau akan mengalami kepuasan dalam segala perbuatan.
Dalam Bhakti Yoga atau jalan bhakti telah diajarkan bahwa cinta kasih adalah dasar segala-galanya; cinta kasih adalah satu-satunya sifat terpenting yang harus dikembangkan. Seluruh pikiranmu harus diresapi oleh sifat ini sehingga kebenaran akan menetap dengan sendirinya dalam hatimu. Seluruh tingkah lakumu hendaknya dijiwai cinta kasih. Kemudian dharma dengan sendirinya akan terlihat dalam segala usaha atau perbuatanmu. Seluruh perasaanmu hendaknya diresapi cinta kasih. Maka engkau akan mendapatkan kedamaian yang mendalam. Dan seluruh pengertianmu hendaknya diliputi oleh cinta kasih sehingga engkau tidak dapat membenci atau menyakiti apa pun. Karena itu, cinta kasih adalah dasar kedamaian batin. Cinta kasih adalah asal muasal kebenaran. Cinta kasih adalah dasar dharma dan ahimsa. Sebab itulah Swami sering berkata, "Kasih adalah Tuhan, Tuhan adalah Kasih".
Inti sari ajaran bhakti yoga ialah mengembangkan dan mengamalkan cinta kasih ini. Dengan mengamalkan cinta kasih engkau akan mempunyai pandangan yang luas dan dengan demikian engkau dapat mengembangkan sepenuhnya semua sifat mulia yang ada dalam dirimu.