Kamis, 03 Februari 2011

PERCAKAPAN 2 PENYERAHAN DIRI PERUBAHAN DARI MANUSIA MENUJU KE KETUHANAN

PERCAKAPAN 2
PENYERAHAN DIRI PERUBAHAN DARI MANUSIA MENUJU KE KETUHANAN

________________________________________

Sri Krishna menyatakan dalam Gita, "Siapa pun yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Ku dan berlindung pada-Ku akan Kulindungi. Aku akan menghapuskan segala dosanya dan menuntunnya menuju kesadaran Tuhan". Sebagai seorang yang sangat menginginkan kemajuan dalam jalan spiritual, engkau harus mencamkan kata-kata ini dan dengan tabah mengikuti jalan menuju penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Dengan demikian engkau, akan mencapai tujuan hidupmu.
Kekuasaan Tuhan tidak terhingga dan tak terbatas. Keanekaragaman sangat besar yang kau saksikan bila memandang jagat raya, semuanya diakibatkan oleh maya atau ilusi. Bagian jagat raya yang kasat mata manusia ini hanya merupakan bagian yang amat kecil dari kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas. Seluruh alam seakan-akan merupakan sebagian kecil saja dari kaki Yang Mahakuasa. Tidak mungkinlah manusia mampu memahami kebesaran Tuhan. Ia memenuhi seluruh alam raya, baik yang kasat mata maupun yang halus. Tidak ada tempat tanpa kehadiran-Nya.
Alam ini adalah perwujudan Tuhan. Engkau harus berusaha mengerti prinsip tata-alam ini. Bulan terletak ratusan ribu kilometer dari bumi. Matahari berjarak ratusan juta kilometer, sedangkan bintang yang terdekat berjuta-juta kilometer letaknya; dan melampaui dari itu, dalam alam yang lebih jauh lagi yang masih dapat dilihat, masih ada bintang-bintang yang milyaran kali lebih jauh lagi. Bagian jagat raya yang kasat mata ini (bhutakasha), yang demikian luas, hanya merupakan bagian yang terkecil dari alam halus atau alam mental (chittakasha). Dalam alam yang halus ini, alam kasat mata yang kita ketahui hanya bagaikan sebuah atom yang sangat kecil.
Tetapi, alam halus yang tak terhingga luasnya jika dibandingkan dengan alam yang kasat mata, hanya merupakan bagian yang amat kecil dari alam yang jauh lebih luas yang dapat dinyatakan sebagai alam kausal (chidaakasha). Disebut demikian, karena dari bagian alam yang sangat halus inilah timbul jagat yang kasat mata dan yang halus. Ketiga alam ini yaitu yang kasat mata atau fisik yang halus atau mental, dan yang kausal, tak terhingga besarnya sehingga kitab-kitab suci menyatakan bahwa hal itu tidak mungkin dapat dimengerti oleh pikiran manusia atau dijelaskan dengan kata-kata. Hal itu berada di luar kemampuan daya khayal dan di luar jangkauan akal untuk memahaminya. Meskipun demikian, ada prinsip Ketuhanan di luar semua ini mengatasi yang kasat mata, halus, dan kausal. Inilah yang disebut mula dari segala mula (mahakarana).
Kebenaran yang demikian agung tidak mungkin dapat dimengerti oleh manusia. Tuhan melampaui ketiga alam ini; yang kasat mata, yang halus, dan yang kausal; walaupun demikian sebagai Yang Mahakuasa, Ia menguasai seluruh alam tersebut. Ia menguasai waktu yang telah lampau, sekarang, dan yang akan datang. Manusia dikaruniai kemampuan yang terbatas, dan mungkin sangat sulit bagimu untuk memahami prinsip yang suci ini. Maka jalan yang paling mudah diikuti adalah jalan pengabdian atau bhakti yoga.
Ketika mengajarkan yoga ini kepada Arjuna, Krishna memberikannya dalam tiga tahap.
Yang pertama dan yang terutama ialah;
Bekerjalah untuk Aku! (Matkarmakrit).
Engkau harus mengerti bahwa pekerjaan apa pun yang kau lakukan di dunia ini, hal itu telah terkait dengan Tuhan, karena Ialah penguasa tertinggi di dunia. Dengan mengetahui kebenaran ini, anggaplah setiap kegiatan yang kau kerjakan sebagai kau lakukan langsung untuk Tuhan.
Langkah kedua adalah:
Semata-mata demi Aku! (Matparamo).
Dengan kata lain, apa pun yang kau kerjakan tidak kau lakukan untuk kebaikan dirimu sendiri. Sampai saat ini engkau hanya memikirkan dirimu sendiri. Tetapi, siapakah engkau? Krishna berkata, "Akulah yang bersinar dalam dirimu." Kata "Aku" ini tidak menunjukkan badan. Kata itu timbul dari Yang Esa, dari atma itu sendiri. "Aku" ini jangan dikaitkan dengan raga, pikiran, kemampuan intuitif, atau aspek apa pun juga dari pribadi manusia, karena ia melampaui semua batasan ini dan hanya berhubungan dengan atma yang tidak terbatas.
Bila engkau menghubungkan pribadimu yang terbatas dengan "Aku", ini hanya merupakan pantulan atma yang Esa. Apa pun juga yang selama ini kau lakukan, hanya kau laksanakan demi kepuasan atma. Tanpa menyadari kebenaran suci ini engkau tenggelam dan hanyut terbawa arus maya. Krishna berkata kepada Arjuna, "Apa pun yang kau lakukan, lakukanlah itu bagi kepuasan-Ku, demi Aku. Kerjakan semua atas nama-Ku. Bertindaklah sebagai alat-Ku. Sadarilah bahwa semua yang kau lakukan hanyalah (kau lakukan) demi Aku." Di sini kata "milik-Ku" atau "Aku" menunjuk pada atma.
Langkah ketiga adalah:
Berbaktilah hanya kepada-Ku! (Matbhaktaha).
Engkau harus mengerti rahasia pentunjuk ini Bhakti adalah pernyataan kasih. Emosi yang dinamakan kasih memancar dari atma. Kasih sama dengan atma. Kasih tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan perasaan duniawi dan benda-benda duniawi. Kasih yang sebenarnya berarti bhakti adalah sebutan untuk atma. Prinsip kasih yang memancar dari lubuk hati ini harus menjiwai setiap perbuatan, perkataan, dan pikiran. Hal ini akan terjadi bila engkau beranggapan bahwa segala sesuatu yang kau lakukan, katakan, atau pikirkan, hanya kau perbuat untuk menyenangkan Tuhan saja.
Dalam keadaan jaga, engkau mungkin berpikir bahwa engkau melakukan segala sesuatu demi badan, pikiran, dan perasaanmu. Tetapi dalam keadaan tidur lelap engkau tidak menyadari badan atau pikiranmu. Jadi, untuk siapakah engkau tidur? Untuk siapakah engkau menikmati istirahat yang tenang dan kedamaian dalam tidur? Tidak lain untuk atma. Tidur, makan, dan berbagai kegiatan dalam kehidupan sehari-hari kau lakukan hanya karena cinta kepada "Aku", dan "Aku" itu timbul dari atma.
Dalam Brihadaranyaka Upanishad, Yajñavalkya menjelaskan pengertian ini kepada istrinya, Maitreyi, dengan memberikan arti yang mendalam mengenai berbagai hubungan manusia. Yajñavalkya berkata kepadanya, "Demi siapakah engkau mencintai aku?" Istri mencintai suaminya bukan demi sang suami. Ia mencintai suaminya demi dirinya sendiri. Kita mengira bahwa ibu mencintai anak demi si anak, tetapi tidak demikianlah halnya. Ia mencintai si anak demi dirinya sendiri. Orang mengatakan bahwa guru mencintai muridnya demi si murid, tetapi sebenarnya ia mencintai murid hanya demi dirinya sendiri.
Dalam hubungan ini engkau dapat menemukan kebenaran sejati yang tersembunyi di balik semua latihan spiritual. Seorang bhakta mencintai Tuhan, tetapi ia mencintai Tuhan bukan demi Tuhan; ia mencintai-Nya demi dirinya sendiri. Namun, Tuhan mencintai pengabdi hanya demi pengabdi, bukan demi Diri-Nya. Sebabnya ialah Tuhan tidak mempunyai rasa perbedaan, rasa perseorangan bahwa sesuatu adalah milik-Nya dan yang lain adalah bukan milik-Nya. Bila terdapat rasa perbedaan dan rasa perseorangan akan timbullah sifat mementingkan diri sendiri dan rasa keakuan serta kemilikan. Tetapi Tuhan tidak terbatas pada satu wujud, Tuhan tidak memiliki egoisme; Ia tidak memiliki perasaan yang terpisah mengenai "Milikku" dan "Milikmu". Karena itu, ketiga langkah ini: "Bekerjalah untuk Aku!", "Semata-mata demi Aku!", "Berbaktilah hanya kepadaKu!" semuanya diberikan demi kepentinganmu. Petunjuk ini akan melenyapkan semua sifat egois dan membantu engkau mencapai tujuan. Sayang sekali tidak banyak orang yang dapat memahami kebenaran agung di balik pernyataan ini.
Jika engkau menginginkan hembusan angin kecil, engkau cukup mengipas-ngipaskan kipas tangan untuk mendapatkannya. Tetapi, jika terjadi angin puyuh akan kau dapati gelombang yang sangat besar menghantam pantai dan pepohonan yang besar pun tumbang. Angin yang kau peroleh dari kipas tangan sangat terbatas, tetapi kekuasaan Tuhan sangatlah dahsyat, tidak terbatas. Ada lagi contoh lain. Bila engkau berusaha menimba air dari sumur, engkau hanya memperoleh air sedikit sekali. Tetapi, bila terjadi hujan lebat, air yang mengalir akan menjadi sungai yang membanjir deras dan bergabung dengan laut menjadi air bah. Yang satu berasal dari kemampuan manusia yang terbatas sedangkan yang lain berasal dari kemahakuasaan Tuhan yang tidak terbatas.
Misalkan rumahmu gelap, mungkin engkau menyalakan lilin atau lampu listrik. Tetapi pada waktu fajar menyingsing, seluruh kota dan hutan seketika bermandikan cahaya matahari. Sinar lampumu yang kecil sangatlah pudar bila dibandingkan dengan kecemerlangan sang surya yang memancarkan cahayanya yang indah dan megah ke segala penjuru. Sekali lagi, inilah contoh kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas bila dibandingkan dengan kekuasaan manusia yang terbatas. Bagaimana engkau dapat mencapai kekuasaan Tuhan yang tidak terhingga ini? Bagaimana kekuasaan manusia yang terbatas dapat diubah menjadi kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas? Caranya ialah dengan penyerahan diri.
Sri Krishna mengatakan dalam Gita. "Aku akan menghapuskan segala dosamu dan mengangkat engkau ke tingkat yang tertinggi yaitu tingkat-Ku sendiri". Bagaimana hal itu dapat terjadi? Alam kasat mata yang kau lihat dengan penglihatan jasmanimu adalah bagian alam semesta yang paling kasar yang disebut bhutakasha. Bila bagian yang kasar ini menjadi wujud halus dalam pikiranmu, engkau memiliki aspek alam raya yang halus yang disebut Chittakasha. Dan bila aspek mental ini menjadi wujud yang lebih halus lagi dalam hatimu, maka engkau memiliki aspek kausal alam raya yaitu chidaakasha. Tuhan yang tidak terbatas yang melampaui semua ini yang terbesar dari segala yang besar, mengambil wujud yang terkecil di antara segala yang kecil, dan menempatkan diri-Nya dalam chidaakasha, dalam hati bhakta. Kebenaran ini menakjubkan karena Tuhan Yang Mahabesar tak terhingga dan Mahakuasa, membiarkan Diri-Nya terkurung dalam hati manusia. Dengarlah cerita yang menjelaskan hal ini.
Pada suatu hari Resi Narada menghadap Tuhan. Tuhan bertanya kepadanya, "Narada, dalam penjelajahanmu di alam ini, apakah engkau menemukan rahasia ciptaan? Mengertikah engkau rahasia yang ada dibalik alam ini? Dari segala ciptaan ini manakah yang paling penting? Ke mana pun engkau memandang, kau lihat lima unsur yang hebat yaitu tanah, air, api, udara dan ether. Menurut pendapatmu, manakah diantaranya yang menduduki tempat utama?" Narada berpikir sejenak kemudian menjawab "Ya Tuhan, unsur yang paling padat, besar, dan paling penting tentunya tanah". Tuhan menjawab, "Bagaimana mungkin tanah yang paling besar kalau tiga-per-empat bagian tanah bumi ini tertutup air, dan hanya seperempat saja yang merupakan daratan. Tanah sebesar itu ditelan oleh air. Manakah yang lebih besar, yang ditelan atau yang menelannya?" Narada mengatakan bahwa air pastilah lebih besar karena telah menelan tanah bumi.
Tuhan melanjutkan pertanyaan-Nya. Beliau berkata, "Tetapi Narada, cerita kuno mengatakan bahwa ketika setan-setan bersembunyi dalam air, Resi Agasthya datang untuk mencari mereka dan ia menelan seluruh samudra dengan sekali teguk saja. Manakah yang kau anggap lebih besar, Agasthya atau samudra?" Narada setuju bahwa Agasthya pasti lebih besar daripada samudra yang ditelannya. "Tetapi," kata Tuhan lagi, "Ketika Agasthya meninggalkan raganya, ia menjadi bintang kutub di angkasa. Tokoh seagung Agasthya sekarang hanya tampak sebagai sebuah bintang kecil di langit yang amat luas. Lalu manakah yang lebih besar menurut pendapatmu, Agasthya atau langit?" Narada menjawab, "Swami, tentu langit lebih besar daripada Agasthya." Kemudian Tuhan bertanya, "Namun, kita tahu bahwa ketika Yang Mahakuasa menjelma sebagai Avatara Vamana, Beliau menginjakkan satu kaki di atas bumi dan langit. Menurut pendapatmu manakah yang lebih besar, kaki Tuhan, atau angkasa?" "Oh, tentu kaki Tuhan lebih besar," jawab Narada. Lalu Tuhan bertanya kembali, "Bila kaki-Nya saja demikian besar, bagaimana wujud-Nya yang tak terhingga?"
Sekarang Narada merasa bahwa ia sudah sampai pada suatu kesimpulan. "Ya", katanya dengan riang, "Tuhanlah yang terbesar. Ia Mahabesar tak terhingga. Dalam alam semesta ini tidak ada yang lebih besar daripada Dia". Tetapi Tuhan masih mempunyai satu pertanyaan lagi. "Bagaimana dengan Bhakta yang dapat 'mengurung' Yang Mahabesar itu dalam hatinya. Sekarang katakan kepada-Ku, Narada, siapakah yang lebih besar, bhakta yang 'mengurung' Yang Mahakuasa, atau Yang Mahakuasa yang 'dikurung' oleh bhakta di dalam hatinya?" Narada harus mengakui bahwa bhakta lebih 'besar' daripada Yang Mahakuasa dan karena itu bhakta harus lebih diutamakan dari segala-galanya, bahkan melebihi Yang Mahakuasa.
Kekuatan yang demikian besar, bahkan yang mampu 'mengikat' Tuhan, ada dalam jangkauan setiap bhakta. Bagaimana pun hebat dan besarnya suatu kemampuan, betapa pun mulia dan dahsyat, bila dapat diikat oleh kemampuan yang lain, maka yang mengikat itu harus dianggap lebih kuat. Kekuasaan Tuhan yang mengagumkan dan menggetarkan telah 'diikat' oleh kemampuan cinta kasih; karena itu dalam jalan bhakti ini engkau dapat 'mengikat' Tuhan sendiri dan 'mengurung'-Nya dalam hati sanubarimu.
Jika engkau mengambil setetes air dari lautan dan menaruhnya di telapak tanganmu, air itu tampak amat sedikit dibandingkan dengan air samudra. Tetapi, jika setetes air itu dikembalikan ke samudra, air tersebut akan menjadi bagian dari samudra yang maha luas. Jika kekecilanmu sebagai manusia disatukan dengan kekuasaan Tuhan yang tak terbatas, engkau menjadi Mahabesar dan Mahakuasa, engkau manunggal dengan Tuhan. Dalam kitab suci dikatakan, "Brahmavid Brahmaiva Bhavati," dengan mengetahui Brahman, engkau menjadi Brahman. Proses yang menyatukan Tuhan dengan dirimu disebut bhakti, jalan pengabdian.
Tetapi, dewasa ini banyak orang yang tidak mau tahu tentang Tuhan, sebaliknya mereka lebih percaya pada kemampuan mereka yang terbatas dan hanya mengagumi keberhasilan manusia. Mereka bersedia menunduk-nunduk kepada kepala desa atau pejabat pemerintah, tetapi tidak mau menunjukkan rasa hormat dan ketaatan pada pribadi kosmis Mahakuasa yang menguasai seluruh alam ini. Tuhan yang merupakan asal dan sebab musabab dari segalanya dalam alam semesta ini diperlakukan tidak dengan semestinya. Keadaan yang menyedihkan ini terjadi karena tidak banyak yang dapat memahami kebenaran mendasar yang ada di balik ciptaan Tuhan. Pikiran yang picik hanya mengikuti jalan yang sempit. Andaikata engkau mengerti bahwa segala sesuatu adalah bagian dari Tuhan, engkau tidak akan pernah mengikuti jalan yang keliru.
Jika di halaman rumahmu ada pohon yang dapat memenuhi semua keinginan, mengapa engkau mencari buah liar di hutan? Jika engkau mempunyai sapi surgawi di dalam rumahmu, mengapa engkau berkeliling di pasar untuk membeli susu. Jika engkau mengetahui kemampuan dan manfaat tidak terbatas yang dapat kau peroleh karena memiliki sapi surgawi itu, engkau tidak akan pergi ke tempat lain untuk mencari hal-hal yang tidak berarti. Bagi pikiran yang picik, hal yang remeh pun tampak sangat penting. Engkau selalu mendapat apa yang pantas bagimu. Pikirkanlah yang remeh maka engkau pun mendapatkan yang remeh. Pikiran yang kecil menumbuhkan sesuatu yang kecil. Engkau tertarik pada hal-hal yang tidak penting karena engkau mengira bahwa kekuatanmu terbatas. Tetapi sebenarnya kekuatanmu tidak terbatas.
Engkau tetap kecil karena sepanjang waktu engkau menyamakan dirimu dengan raga jasmani. Engkau berpikir, "Aham dehasmi," 'aku adalah badan', pikiran ini menyebabkan engkau tetap kecil. Tetapi majulah dari aham dehasmi ke aham jiwasmi, dari 'aku ini raga' ke 'aku ini jiwa, percikan Tuhan'. Dengan cara ini bangkitlah dari tingkat dualisme (dwaita) ke tingkat non dualisme yang terbatas (visistadvaita). Lalu dari aham jiwasmi engkau harus maju ke aham brahmasmi, dari 'aku adalah jiwa, percikan Tuhan' menuju ke 'aku adalah ketuhanan itu sendiri, aku tidak berbeda dengan Tuhan. Tuhan dan aku satu' Itulah keadaan tiada mendua (adwaita) yang sempurna. Perasaan yang pada mulanya kau miliki bahwa engkau adalah raga, sangat mendua. Perasaan semacam ini merupakan sumber duka. Selama engkau tenggelam dalam dualisme, segala sesuatu adalah penderitaan dan kesedihan. Jika engkau menyamakan dirimu dengan atma maka engkau akan selalu bahagia dan riang.
Engkau harus meningkatkan pikiranmu dan selalu menyamakan dirimu dengan atma, tinggalkan pikiran yang keliru bahwa engkau adalah raga. Inilah sikap yang tepat untuk bersembahyang atau memuja Tuhan. Memuja dalam bahasa Sanskerta disebut upasana yang artinya 'duduk dekat'. Tetapi, tidak cukuplah bila engkau hanya duduk dekat dan berdekatan. Katak duduk di atas teratai, tetapi apakah menikmati madu yang ada di dalam bunga itu? Hanya dekat saja tidak ada gunanya, engkau harus pula dicintai. Engkau harus dapat mengisap madunya.
Tetanggamu mungkin tinggal berdekatan dengan engkau, tetapi bila mereka mengalami masalah atau kesulitan engkau tidak akan merasa terlalu risau. Bandingkanlah jika saudara atau suami yang tinggal di belahan bumi lain seperti di Amerika, tidak mengirim surat seminggu saja, engkau akan mulai merasa gelisah. Dalam hal ini jasmani berjauhan, tetapi rasa cinta timbal balik menyebabkan engkau dekat dan lekat di hati. Hubungan dengan para tetangga tidak mengandung cinta kasih seperti itu walaupun mereka sangat dekat. Ada lagi contoh lain. Dalam rumah mungkin banyak tikus dan semut berkeliaran, apakah engkau menganggap mereka temanmu? Bersamaan dengan kedekatan fisik juga harus ada kedekatan batin; cinta kasih yang mendalam harus berkembang dan menjiwai hubungan itu. Upasana berarti duduk dekat dan juga sangat dicintai Tuhan.
Manfaat apakah yang akan kau peroleh bila dekat dan dikasihi Tuhan? Bila engkau duduk di dekat lampu, engkau mendapat sinarnya sehingga dapat melakukan sejumlah kegiatan yang berguna pada malam hari. Bila engkau duduk di bawah kipas, engkau mendapat angin sejuk sehingga panas yang meresahkan lenyap. Pada musim dingin, jika engkau duduk dekat perapian, engkau terlindung dari dingin yang mencekam. Dari contoh-contoh tersebut kita mengerti bahwa dalam setiap keadaan, suatu sifat dihapuskan lalu diganti oleh sifat yang lain. Begitu pula bila engkau dekat dengan Tuhan, bila engkau disayang oleh Tuhan, engkau akan memperoleh kasih-Nya, dan segera semua sifat burukmu akan lenyap diganti oleh sifat-sifat baik yang merupakan pengejawantahan Tuhan. Kembangkanlah kasihmu sehingga engkau selalu makin dekat dan makin dicintai oleh Tuhan. Cara yang termudah untuk mendekatkan diri pada Tuhan ialah dengan mengingat Dia pada waktu melihat, mengatakan, dan melakukan apa pun juga. Pikirkanlah Tuhan saja dan bagaimana caranya agar lebih dekat dan lebih dikasihi oleh-Nya.
Dalam jalan Bhakti tidak cukup jika engkau hanya mencintai Tuhan. Engkau harus juga harus melakukan perbuatan-perbuatan yang menyenangkan Tuhan sehingga engkau dapat membangkitkan cinta Tuhan dan merasakan kasih-Nya kepadamu. Ada beberapa sifat yang harus dimiliki seorang bhakta agar dicintai Tuhan. Tanggapilah pujian atau kecaman, rasa sejuk atau panas, laba atau rugi, suka atau duka, kehormatan atau penghinaan, atau keadaan-keadaan yang bertentangan lainnya, dengan perasaan yang sama. Jangan kesal atau patah semangat bila engkau dicela atau berbesar hati jika dipuji. Jangan terlalu senang bila mendapat keuntungan atau bersedih hati bila menderita kerugian. Tanggapilah panas dan dingin dengan sikap yang sama, sebab kedua-duanya dapat merupakan sumber kegembiraan bagimu.
Pada musim dingin pakaian wool akan disukai dan berada di dekat sumber panas akan terasa menyenangkan. Pada musim panas engkau ingin pakaian yang tipis dan menikmati udara dingin. Kadang-kadang panas membuat engkau senang, pada kesempatan lain dingin memberikan kegembiraan. Caramu memanfaatkan hal itu menentukan apakah engkau menikmati kegembiraan ini atau tidak. Panas dingin, mujur malang, dan sesungguhnya apa pun yang berlawanan di dunia ini ada faedahnya. Segala sesuatu yang diciptakan ini ada tujuannya, tetapi engkau perlu menggunakannya dengan cara yang sesuai dengan kehidupan dan tingkat perkembanganmu.
Sungguh pandir jika memberikan cangkir emas kepada anak kecil atau memberikan pedang kepada orang gila. Cangkir emas yang demikian tinggi nilainya, harus diberikan hanya kepada orang yang dapat menghargai nilainya. Orang seperti itu akan merasa sangat gembira karenanya dan tahu bagaimana menggunakannya. Demikian pula orang yang mengetahui nilai pengabdian akan menggunakannya untuk membahagiakan dirinya sendiri dan orang lain. Cinta yang sejati tidak pernah menyusahkan orang lain, ia tidak pernah membuat engkau benci kepada orang lain. Dalam Bhagawad Gita bab 12 diuraikan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang abdi Tuhan. Bab itu mulai dengan, "Adveshta sarva bhutanam," 'janganlah membenci makhluk apa pun di dunia'. Hanya membeo, "Ya Tuhan, kami mencintai-Mu" tetapi sekaligus menyusahkan orang lain. Hal seperti itu tidak dapat dikatakan pengabdian.
Engkau akan menjadi abdi Tuhan, penuh dengan kasih serta bhakti, jika engkau menyerahkan dirimu sepenuhnya dan siap melaksanakan setiap perintah Tuhan. Karena keangkuhan dan keakuannya, Arjuna merasa sedih, tetapi setelah mendengarkan kata-kata Krishna, Arjuna memeluk kaki-Nya yang suci dan berkata, "Ya Tuhan, aku adalah pengikut-Mu. Ajarilah aku apa yang baik bagiku. Kuserahkan diriku sepenuhnya kepada-Mu." Sebelumnya Krishna dan Arjuna berlaku sebagai ipar satu sama lain. Tetapi, setelah Arjuna berkata, "Akan kulakukan apa yang Kau katakan. Aku akan melaksanakan perintah-Mu" ia menjadi pengabdi yang setia. Perubahan itu terjadi dalam pikirannya ketika ia mengubah hubungan dari adik ipar menjadi murid dan Krishna dianggapnya sebagai gurunya. Perubahan mental seperti itu sangat penting bagi seorang abdi Tuhan. Tanpa adanya perubahan tersebut, pengabdianmu akan tetap sia-sia walau engkau merasa telah mengembangkan hubungan yang sangat erat dengan Tuhan.
Setelah mengetahui prinsip yang luhur ini, laksanakanlah tugas hidupmu. Jagalah keseimbangan pikiran dan usahakan agar pekerjaan yang kau lakukan selalu baik dan sesuai dengan keadaan. Sloka-sloka Gita ini tidak untuk dihafal belaka, tetapi harus diamalkan. Hanya apabila engkau mengamalkannya dalam kehidupanmu sehari-hari dan benar-benar mengerti maknanya, keresahanmu akan hilang dan kesedihanmu lenyap. Tetapi, jika engkau tidak paham akan maknanya dan hanya membeo saja, penderitaanmu mungkin malah bertambah.