Kamis, 03 Februari 2011

PERCAKAPAN 4 MENCAPAI TUHAN BERARTI MENCAPAI SEGALA-GALANYA

PERCAKAPAN 4
MENCAPAI TUHAN BERARTI MENCAPAI SEGALA-GALANYA

________________________________________

Praktek merenungkan Tuhan secara mantap dan tiada putus-putusnya adalah kegiatan spiritual yang dianjurkan bagi para bhakta. Dalam Gita pemusatan pikiran terus menerus kepada Tuhan dinamakan abhyasa yoga. Hal ini juga disebut dhyana atau meditasi, suatu metode untuk terus menerus mengarahkan pikiran ke dalam batin agar manunggal dengan Tuhan. Kata dhyana berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya 'ingat kepada Tuhan'. Ingat sekali-sekali saja kepada Tuhan tidak dapat dinamakan meditasi. Meditasi ialah ingat kepada Tuhan dalam keadaan apa pun, setiap saat, dan di mana saja. Ini merupakan proses yang bersifat tetap dan terus menerus.
Pemusatan pikiran yang kadangkala kau lakukan biasanya memfokuskan objek tertentu dan berkaitan dengan tempat serta waktu tertentu. Sebaliknya, meditasi yang berlangsung terus menerus, sama sekali tidak memerlukan objek dan perwujudan alam, dan melampaui unsur tempat serta waktu. Karena itu, dalam Gita dikatakan bahwa meditasi yang tiada putusnya lebih utama daripada pemusatan pikiran secara berkala. Tetapi usaha mengembangkan kebijaksanaan lebih utama daripada meditasi. Kebijaksanaan timbul dari wicharana yaitu kebiasaan untuk melakukan penyelidikan batin; ini adalah usaha yang tiada putusnya untuk mencari hakikat inti segala benda. Jika engkau terus melakukan hal ini dengan tekun, lambat laun engkau akan mencapai Tuhan, tingkat kedamaian dan kebahagiaan yang tertinggi. Inilah tujuan yang unik dalam hidup manusia yang pada suatu saat akan dicapai oleh seluruh umat manusia.
Untuk mencapai kedamaian ini, ada tiga tahap yang harus kau lalui. Pertama, engkau harus melalui tahap yang disebut jignasu yaitu tahap pencari kebenaran dan menjadi murid. Dari tahap jignasu engkau melangkah ke tahap sadhaka dan di sini dengan tekun engkau mengamalkan ajaran spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu engkau akan mencapai tahap arudha; di sini engkau menikmati kebahagiaan dalam kesadaran Tuhan. Untuk memahami hal ini dengan lebih baik, dapat kau bandingkan tahap jignasu dengan masa hidupmu sebagai murid. Pada tahap ini engkau sangat giat mencari pengetahuan. Sebagai jignasu engkau ingin mengetahui kekuasaan Tuhan yang luar biasa dan rahasia di balik Tuhan. Engkau berusaha memahami asa Tat Twam Asi dengan penyelidikan. Tat Twam Asi merupakan usaha untuk mencari Tat dan Twam yaitu 'yang itu' dan 'yang ini'. Tat menyatakan asas Ilahi yang abadi yang kita sebut Tuhan, dan Twam menyatakan atma yang kekal yaitu diri sejati yang esa pada setiap manusia. Dalam tahap jignasu engkau berusaha mendekatkan dan memadukan kedua unsur itu.
Pertama-tama perlu engkau ketahui bahwa segala sesuatu yang ada dilandasi oleh kesatuan. Kemudian setelah engkau menyadari kesatuan tersebut, engkau harus hidup sesuai dengan pengertian ini dan menerapkan kebenaran yang agung ini dalam semua kegiatanmu sehari-hari. Dengan demikian engkau meningkat menjadi seorang sadhaka. Tahap sadhaka dapat dibandingkan dengan suatu masa dalam hidupmu ketika engkau bekerja dan sibuk dengan kegiatan profesimu. Jika engkau tidak menuntut ilmu dan memperoleh keahlian, engkau tidak akan mendapat jabatan. Karena itu, dalam tahap jignasu engkau berusaha memperoleh pendidikan yang baik dan mengembangkan pengetahuanmu sehingga pada tahap berikutnya yaitu tahap sadhaka, engkau dapat menggunakan ilmu itu dalam melaksanakan kewajiban hidupmu.
Tahap ketiga yaitu arudha dapat disamakan dengan masa hidup selanjutnya ketika engkau berhenti bekerja dan menjadi pensiunan. Engkau hanya akan menerima pensiun kalau sudah menyelesaikan karirmu. Pertama, engkau memulai karir dan mendapat pekerjaan hanya setelah engkau berhasil menyelesaikan pendidikan serta memiliki keahlian. Jadi ketiga tahap dalam usaha mencari kebenaran spiritual itu dan juga dalam perjalanan hidupmu adalah: pertama, tahap murid; kedua tahap bekerja (profesional); dan akhirnya tahap pensiun. Dalam tahap terakhir ini yaitu arudha, engkau menikmati kedamaian batin yang sempurna dan mencapai kesadaran kesatuan seluruh ciptaan (Tuhan). Agar kedamaian dan kebahagiaan batin ini kekal, mula-mula engkau harus memasuki tahap mencari pengetahuan dan melepaskan segala keterikatan dengan keduniawian.
Dewasa ini apa yang dinamakan pencari kebenaran pertama-tama memasuki tahap keterikatan duniawi, baru kemudian mencoba masuk tahap mencari pengetahuan spiritual. Mereka saling memanggil abang dan adik dan ingin menjadi sadhaka untuk menyadari kemanunggalan, tetapi bersamaan dengan itu mereka membina ikatan duniawi yang baru. Orang yang demikian paling-paling dapat dinamakan pengabdi setengah-setengah. Bhagawad Gita tidak dapat menerima pengabdian semacam itu. Gita mengajarkan penyerahan diri secara mutlak. Untuk penyerahan diri secara mutlak ini, faktor waktu sangat penting.
Tuhan tidak tergantung pada waktu. Dia tidak hanya tak terpengaruh oleh waktu, tetapi Dialah yang menguasai waktu. Yang terikat oleh waktu ialah manusia yang melampaui waktu ialah Tuhan. Yang tidak kekal adalah manusia. Yang kekal adalah Tuhan. Bila engkau berlindung pada Yang Mahakuasa, engkau dapat lepas dari pengaruh waktu. Sesungguhnya salah satu nama Tuhan adalah Kalakala yang artinya 'waktu-waktu', atau 'penguasa waktu'. Waktu menghabiskan manusia sedangkan Tuhan menghabiskan waktu itu sendiri. Waktulah yang menentukan kemajuan atau kemunduran seseorang, yang menentukan peningkatan kebajikan atau terperosoknya seseorang ke dalam lembah kejahatan, dan yang menentukan kelebihan atau kekurangannya. Karena itu dalam Upanishad kita dapatkan doa sebagai berikut:
Ya Tuhan, Engkau merupakan perwujudan waktu. Mohon bantulah kami menyucikan kegiatan kami dan melewatkan seluruh waktu kami untuk mengingat kehadiran-Mu agar kami dapat mencapai kaki-Mu yang suci dengan selamat.
Seluruh alam ini tak dapat dijelaskan berhubungan erat dengan waktu. Tidak mungkinlah melawan unsur waktu ini. Waktu tidak menunggu siapa pun. Manusia harus mengikuti waktu; waktu tidak mengikuti manusia. Waktu dapat dibandingkan dengan aliran air yang deras. Manusia dan semua makhluk hidup disapu oleh arus waktu. Seseorang yang hanyut terbawa arus banjir tidak dapat berlindung pada sesuatu yang juga sedang hanyut. Manusia dan benda yang digunakannya untuk berlindung, semuanya sedang hanyut dalam arus waktu. Jika engkau berusaha mencari perlindungan dari sesuatu yang sedang hanyut, hal itu sama dengan seorang buta mengikuti orang buta yang lain. Akhirnya kedua-duanya tersesat. Tetapi, bila engkau ditolong oleh orang berdiri tegak di pinggir sungai, engkau pasti akan selamat.
Yang berdiri di pinggir dan tidak hanyut dalam arus waktu adalah Tuhan. Siapa saja yang berlindung pada Tuhan akan dapat membebaskan dirinya dari segala kesulitan dan masalah yang berkaitan dengan waktu. Tuhan telah mengajarkan tentang pentingnya penyerahan diri dengan mengatakan, "Oh manusia, engkau hanyut dalam arus waktu. Satu-satunya yang dapat menyelamatkan engkau adalah Aku. Berlindunglah pada-Ku dan engkau akan Kuselamatkan." Bila manusia mematuhi perintah suci ini dan menyerahkan dirinya, kekayaannya, hartanya serta seluruh keluarganya kepada Kaki Teratai, dan menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, maka ia pasti akan selamat.
Ada tabir yang amat besar yang memisahkan Tuhan dan manusia dalam masalah penyerahan diri ini. Karena adanya tabir ini manusia selalu berada dalam keraguan dan kebingungan, dan merasa tidak sanggup menyerahkan diri seutuhnya. Tabir ini adalah ilusi atau maya. Apakah arti ilusi? Ilusi artinya sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Membayangkan yang tidak ada itu sebagai hal yang ada, itulah maya. Sesuatu yang kau kira ada sesungguhnya tidak ada. Sesuatu yang ku kira tidak ada, sesungguhnya ada. Hanya ada satu yang benar yaitu Tuhan, Esa tiada duanya. Alam ini yang tampaknya bermacam-macam, tidak benar, maka sesungguhnya ia tidak ada.
Engkau melihat tali dan mengiranya ular, tetapi tidak ada ular sama sekali. Engkau menjadi takut dan tegang karena membayangkan bahwa ada ular padahal sesungguhnya tidak ada. Apakah yang menyebabkan rasa takut ini? Membayangkan sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, seolah-olah ada, itulah penyebab rasa takut itu/ Perasaan ini yang menjadi sumber segala kesulitanmu. Jika engkau melihat semuanya ini dengan penuh kesadaran, engkau akan melihat tali itu sebagaimana adanya; tidak ada ular, sehingga engkau tidak merasa takut. Engkau tidak akan takut mendekatinya, memegangnya, bermain dengannya, karena engkau menyadari bahwa ia tidak lain hanya tali belaka.
Engkau mengalami berbagai kesedihan karena engkau lupa akan kenyataan bahwa seluruh alam dunia ini adalah perwujudan Tuhan, bukan hanya alam sebagaimana engkau bayangkan. Engkau melihat alam dunia ini hanya dari segi yang kasat mata; engkau tidak memandangnya melalui proses penyelidikan spiritual.. Jika engkau memandang alam ini dengan pandangan penyelidik, engkau akan menyadari bahwa ia hanya suatu perubahan yang terjadi dengan tiada putusnya. Perubahan sebagai ciri utama alam kasat mata ini seperti air sungai yang terus mengalir. Kata nadi 'sungai' sesungguhnya berarti aliran yang tiada putusnya. Juga berarti arus kebenaran yang berubah ubah, kebenaran yang tebatas dan tidak sepenuhnya berubah, dan ketidak benaran yang berkaitan dengan hal-hal yang selalu berubah.
Dalam sebuah sungai, air akan mengalir terus dan ini menyebabkan sungai tersebut tampak sebagai aliran yang tak kunjung henti. Tetapi, pada suatu saat dan pada suatu tempat tertentu di sepanjang sungai, molekul air yang mengalir akan berbeda. Jadi, walaupun aliran itu tampak tiada putusnya, komposisi air itu terus berubah. Demikian pula halnya dengan makhluk hidup yang lahir dan mati; meskipun mereka dan pergi, kehidupan di dunia ini terus berlangsung. Hidup itu sendiri adalah kebenaran, tetapi makhluk yang hidup itu terus berubah, maka menampilkan ketidakbenaran. Itulah sebabnya alam dunia ini dapat disamakan dengan sungai, karena kebenaran dihubungkan dengan ketidakbenaran atau perubahan. Wedanta menyatakan hal ini sebagai sat-asat, yaitu campuran atau gabungan tempat kebenaran dan ketidakbenaran tampil bersama berdampingan. Sadhana merupakan proses yang kita gunakan untuk memisahkan kebenaran dari ketidak benaran sehingga mendapatkan kebenaran. Dengan latar belakang ini kita dapat melihat maya secara lebih dekat, suatu ilusi bahwa ada alam dunia yang terpisah dari dirimu sendiri dan Tuhan.
Kebodohan, alam, dunia, tamas, ilusi, pikiran, semua ini bersamaan artinya. Semuanya adalah maya. Maya mempunyai hubungan langsung dengan ketiga guna atau tiga sifat, yaitu kemalasan (tamas), kegiatan (rajas), dan keselarasan (satwa). Seluruh kehidupan manusia diwarnai dan dapat digolongkan ke dalam ketiga sifat tersebut. Mengira bahwa sesuatu yang sesungguhnya tidak ada itu ada, dan terpengaruh olehnya disebut maya. Sedikit sekali orang yang berkata, "Brahma Sathyam Jagath Mitya", 'Tuhan benar, tatapi dunia palsu'. Kita harus memahami hal ini dengan baik. Yang tidak benar adalah tanggapan dan pengalaman kita yang keliru mengenai dunia, tetapi dunia itu sendiri benar. Brahmanlah satu-satunya kemahakuasaan yang kekal yang mendasari alam mitya 'campuran antara kebenaran dan ketidakbenaran'. Sesungguhnya alam dunia ini adalah Brahman. Dalam Bhagawad Gita, Krishna berkata kepada Arjuna, "Arjuna, engkau membiarkan dirimu dikuasai oleh unsur waktu; engkau hanyut dalam arusnya dan engkau makin jauh dari Aku. Serahkanlah dirimu kepada-Ku maka semua kesedihanmu akan segera lenyap."
Bila engkau menghubungkan diri dengan Tuhan, bila engkau dekat dengan-Nya, ilusi tidak dapat mengganggumu. Aku berikan contoh kecil mengenai hal ini. Di istana atau bungalow yang besar milik orang kaya, biasanya ada anjing penjaga di suatu tempat di pintu pagar. Anjing ini tidak seperti anjing jalanan, ia telah dipelihara oleh pemiliknya dengan penuh kasih sayang. Anjing ini tidak menyalak bila melihat orang-orang yang lalu lalang. Ia hanya menggonggong bila ada orang yang mendekati pagar dan mencoba masuk. Sebagian besar tamu-tamu yang mendengar salak anjing itu akan pergi meninggalkan pagar tersebut. Namun, orang lain yang bertekad untuk menemui pemilik rumah akan terus berdiri di sana dan berteriak memanggil pemilik rumah itu. Akhirnya pemilik rumah melongok dari bungalow untuk melihat siapa yang berdiri di pintu pagar. Kalau pemilik rumah mengenal tamu itu yang ternyata temannya, ia lalu turun, pergi ke pintu pagar untuk menyilahkan masuk, serta mengajaknya ke dalam rumah.
Bila tamu yang menunggu di pintu ternyata adalah teman majikannya dan berjalan bersama, anjing itu tidak akan menyalaki atau mencoba mengganggunya lagi. Anjing tersebut kini tahu bahwa orang ini diizinkan masuk oleh majikannya sendiri. Maya atau ilusi dapat dibandingkan dengan anjing ini; ia menjaga bungalow moksha, pintu kebebasan dan kebahagiaan. Jika orang yang datang bukan teman majikannya, dan bersikeras masuk lewat pintu, anjing itu akan menggigitnya. Karena takut digigit anjing, kebanyakan orang lalu pergi dari sana.
Tetapi, orang ini bertekad untuk menemui pemilik rumah sama sekali tidak mengindahkan anjing itu. Ia tinggal di pintu berusaha menarik perhatian pemilik rumah, dan tetap menunggu di sana hingga pemilik rumah keluar. Orang yang gigih menanti di pintu seperti itu, gonggongan anjing pun berguna untuk menarik perhatian majikan yang ada di dalam. Setelah pemilik rumah mengenalnya, tamu masuk ke dalam rumah bersama-sama. Karena itu, hanya orang yang teguh tekadnya, hanya orang yang memutuskan untuk tetap menunggu di situ tanpa mengindahkan gonggongan anjing galak itu, akan berhasil menemui pemilik rumah dan dapat memasuki istana perdamaian.
Untuk itulah Krishna berkata kepada Arjuna, "Arjuna, engkau terikat kepada banyak objek indera karena itu kejadian-kejadian yang berlangsung mengganggu ketenangan hatimu. Selama ini engkau belum bisa memusatkan perhatian dan belum bisa menempatkan Aku di hatimu. Berlatihlah terus agar engkau dapat memusatkan pikiran. Hanya bila engkau mampu memusatkan pikiran, engkau dapat menyerahkan dirimu kepada-Ku. Kapan saja dan di mana saja ingatlah akan Daku. Apa pun yang sedang kau kerjakan, ingatlah Aku, hanya kepada-Ku. Ingatlah Aku dengan cinta kasih dan penuh kepercayaan."
"Sekalipun engkau sedang berperang di medan laga, ingatlah kepada-Ku dan bertempurlah. Ini bukan perang biasa, perang yang melibatkan engkau sekarang ini bukan seperti perkelahian antara engkau dan beberapa orang lain. Yang engkau perangi adalah sebagian besar kelemahanmu sendiri, kebiasaan buruk, semua keterbatasan serta kerapuhanmu. Dengan selalu ingat Aku, bertempurlah dalam peperangan batin ini. Ingat, engkau tidak semata-mata bertempur melawan orang lain. Engkau memerangi inderamu sendiri; karena itu, jangan mundur sebelum mencapai kemenangan, hingga engkau berhasil mengendalikan dan menguasai mereka sepenuhnya."
Prahlada juga berbicara mengenai perang batin ini kepada ayahnya, Hiranyakshipu, raja raksasa yang amat sakti. "Ayah," katanya, "Ayah telah sering memenangkan perang dan menguasai banyak negara, namun Ayah belum mampu menguasai nafsu Ayah sendiri. Karena menang dalam perang Ayah menjadi raja yang berkuasa, tetapi hanya bila Ayah dapat mengendalikan nafsu, Ayah akan menjadi raja seluruh alam semesta. Jika Ayah selalu dikalahkan oleh nafsu, bagaimana mungkin Ayah dapat memperoleh kemenangan yang langgeng atas musuh-musuh yang ada di luar diri Ayah? Bila Ayah mengalahkan musuh-musuh dalam diri sendiri, maka Ayah dapat dengan mudah pula mengalahkan musuh-musuh luar."
Kapankah hal ini bisa terjadi? Hanya bila engkau menyerahkan dirimu kepada Yang Mahakuasa. Engkau mengatakan "barangku", "diriku", "sanak keluargaku"; selama engkau masih mempunyai perasaan seperti itu, tidak mungkin engkau menyerahkan diri. Perasaan semacam itu masih berkaitan dengan bhutakasha. Tidak hanya bhutakasha yang harus kau taklukkan, tetapi juga chittakasha harus kau kuasai; akhirnya engkau harus dapat pula masuk ke dalam chidaakasha. Jika engkau sudah berhasil menyerahkan diri dan masuk ke dalam chidaakasha, maka secara otomatis segala sesuatu akan berjalan dengan baik dan engkau tidak perlu menyusahkan dirimu lagi dengan beban atau urusan apa pun juga.
Bila akan pergi ke stasiun kereta api engkau mengangkut barangmu dengan becak atau dengan alat angkutan lain. Jika tidak ada orang lain menolongmu, engkau harus mengangkutnya sendiri. Tetapi, setelah masuk ke kereta api engkau dapat beristirahat dan barangmu tidak menjadi beban lagi. Keretalah yang mengangkut engkau dan barang itu. Tetapi, alangkah bodohnya orang yang duduk di kereta sambil menyunggi barangnya. Kalau engkau telah menyerahkan diri kepada Tuhan, serahkanlah semuanya pada kaki Beliau yang suci. Bila engkau menyerahkan semua yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan bagaimana cara mengerjakannya, maka Dia sendiri yang akan membereskan semuanya itu. Untuk mencapai tingkat penyerahan diri ini keakuanmu harus sudah hilang sama sekali; tidak ada lagi rasa keakuan itu. Hal ini telah diperlihatkan dengan jelas oleh Lakshmana dalam cerita Ramayana.
Mari kita ambil cerita pada waktu Rama, Sita, dan Lakshmana sampai di gunung Chitrakuta. Sri Rama selalu memainkan suatu lakon; Ia seorang aktor yang sempurna. Ia tidak pernah merasa sedih atau sakit, tetapi kadang-kadang Ia berpura-pura mengalami perasaan seperti itu. Bila Tuhan turun dalam wujud manusia, Ia berbuat demikian agar kelihatan wajar sebagai manusia, Ia mengambil wujud manusia agar Ia mudah berbaur dengan manusia.
Lakshmana bertanya kepada Rama, "Kakak, di mana kita buat pondoknya?" Rama menjawab, "Engkau tentukan sendiri di mana sebaiknya, lalu dirikan saja." Lakshmana menjawab, "Rama! Rama! Apakah yang telah aku perbuat? Apa salahku? Apa dosaku sehingga aku mendengar kata-kata seperti itu?" Rama mengerti pikiran Lakshmana dan Ia tahu mengapa Lakshmana mengatakan hal itu, tetapi agar Sita mengerti sampai di mana tingkat kepasrahan Lakshmana, Rama berkata, "Lakshmana, katakanlah kepada-Ku apa yang menyusahkan engkau. Apakah kata-kata-Ku yang kau rasakan begitu menyakitkan?"
Lakshmana menjawab, "Aku telah meninggalkan segala-galanya.... Aku telah meninggalkan istri, ibu, ayah, kerajaan, segala-galanya. Aku mengikuti Engkau dan menganggap Engkau sebagai ayahku, Sita ibuku, dan di mana pun Engkau berada itulah kota Ayodya yang indah. Aku hanya mengikuti Engkau untuk melaksanakan perintah-Mu. Aku telah melepaskan kemauan pribadiku, dan kini Engkau menyuruhku membuat pondok serta memilih tempat untuk mendirikannya. Perintah-Mu itulah pikiranku; aku tidak punya pikiran lain. Apa pun kemauan-Mu akan kulakukan. Tugasku adalah menaati Engkau. Tujuanku, pokoknya segala-galanya adalah Engkau, Engkau sendiri." Sita menyadari betapa mendalam pengabdian dan penyerahan diri Lakshmana dan memohon kepada Rama agar menghilangkan kesedihan Lakshmana dengan menentukan sendiri tempat untuk mendirikan pondok itu.
Pelajaran utama dari cerita ini ialah bahwa orang harus meninggalkan semua keinginannya. Segala-galanya adalah milik Tuhan, satu-satunya pemilik. Menyerahkan diri artinya mengikuti secara mutlak perintah-perintah yang diberikan oleh Yang Mahakuasa. Itulah yang dimaksudkan dengan pernyataan, "Duduklah dalam kereta api-Ku dan Aku akan menjagamu. Lenyapkan nafsu keinginan serta keakuanmu. Jangan menyunggi barang bawaanmu sehingga merasa menderita." Dalam hal ini Krishna mengajarkan penyerahan diri sebagai tahap bhakti yang paling tinggi dan paling penting. Bila engkau menyerahkan dirimu sepenuhnya kepada Yang Mahakuasa, engkau akan mendapat karunia-Nya." Di mana pun engkau berada, di kota, di desa, di hutan, atau di langit, Akulah tempatmu berlindung. Serahkanlah dirimu kepada-Ku!" Itulah perintah Tuhan dan sekaligus janji-Nya. Bila engkau telah menjadi milik-Nya. Ia akan menjaga serta melindungi engkau dari segala bahaya.
Berusahalah sungguh-sungguh untuk mencari cara penyerahan diri yang benar dan demikian sucikan dirimu dan capailah tujuan.