Kamis, 03 Februari 2011

PERCAKAPAN 25 KEDENGKIAN DAN KEBENCIAN, HAMA KEMBAR YANG MENGHANCURKAN KEDAMAIANMU

PERCAKAPAN 25
KEDENGKIAN DAN KEBENCIAN, HAMA KEMBAR YANG MENGHANCURKAN KEDAMAIANMU

________________________________________

Eksistensi yang kekal dan yang tidak berubah-ubah yang memenuhi segala makhluk, segala benda, dan seluruh ruang, disebut penghuni. Badan tidak kekal, ia datang dan pergi, tetapi penghuninya tetap sama selama-lamanya. Nama lain untuk penghuni ialah atma, diri yang kekal atau roh, yang melandasi segala sesuatu. Dunia dapat dianggap sebagai badan Tuhan, Tuhan sendirilah penghuninya. Tuhan dan diri sejati itu satu dan sama. Prinsip atma yang esa, kekal, tidak berubah, dan abadi ini adalah penghuni segala tubuh. Karena itu ia disebut Dehi dalam bahasa Sanskerta, atau yang menghuni deha, yaitu 'tubuh'.
Kitab-kitab suci memberikan petunjuk untuk mencari dan menyadari Dehi 'penghuni', tetapi ajaran kitab suci itu saja tidak cukup untuk mengetahuinya. Engkau tidak bisa mencapai Dehi hanya dengan mempelajari kitab-kitab suci. Dengan menggunakan pernyataan kitab-kitab suci sebagai dasar, engkau harus berusaha dengan tekun untuk mengembangkan penglihatan batin. Berbagai kitab suci seperti Upanishad, Weda, dan Purana hanya menunjukkan jalan. Semua itu ibarat papan petunjuk jalan yang menunjukkan arah. Untuk mencapai tujuan engkau harus jalan sendiri. Dengan mengikuti arah itu engkau harus mengadakan perjalanan untuk mencapai tempat tujuan. Untuk ini Bhagawad Gita telah menyediakan jalannya.
Dalam Gita petunjuk untuk menempuh perjalanan itu mulai dengan bait kesebelas dalam bab dua. Itulah permulaan ajaran Krishna. Ajaran itu mulai dengan kata Asochya yang artinya 'orang-orang yang tidak perlu disedihkan'. Bagaimana mencegah kesedihan? Guru Gita menyatakan bahwa tidak ada gunanya menyedihkan benda-benda yang tidak kekal dan bersifat sementara. Krishna berkata, "Arjuna, kesedihanmu sia-sia belaka." Segala sesuatu yang di alam ini mempunyai lima sifat; dalam istilah Weda disebut: Asthi, Bhati, dan Priyam, Nama, dan Rupa, yang artinya 'ia ada', ia memancarkan cahaya batin', 'ia punya tujuan dan memberikan kebahagiaan', 'Ia punya nama', dan ia punya bentuk'. Dalam bahasa Sanskerta padan kata untuk Asthi, bahti, dan Priyam adalah Sat Chit Ananda. Sat Chit Ananda ini adalah kebenaran yang abadi; ia merupakan kenyataan yang tidak berubah. Bagi Sat Chit Ananda tidak ada kelahiran dan tidak ada kematian. Karena itu Asthi, Bhati, dan Priyam atau Sat Chit Ananda dapat digambarkan sebagai tanda atau ciri ketuhanan. Keduanya sesungguhnya hanya imajinasi.
Segala ciptaan yang engkau lihat di dunia ini adalah buatan. Semua muncul pada sesuatu saat dan akan hilang pada suatu saat di masa yang akan datang; dengan kata lain mereka mengalami kelahiran dan kematian. Mereka dapat dibandingkan dengan sanak saudara. Sanak saudara datang dan tinggal bersamamu beberapa waktu, kemudian pulang lagi. Mereka tidak tinggal terus di rumahmu. Seperti sanak keluarga, suka serta duka juga datang dan pergi. Begitu pula setiap perwujudan yang mempunyai nama dan rupa, tidaklah kekal. Untuk memahami spiritualitas engkau harus menyadari bahwa segala ciptaan ini bersifat tidak kekal dan sementara. Setiap saat benda-benda itu bisa musnah; mereka terus menerus mengalami perubahan. Bersusah hati untuk benda-benda yang sementara seperti itu tentu tidak ada gunanya.
Jika engkau ingin memahami ketiga sifat yang penting yaitu Asthi, Bhati, dan Priyam yang kekal, engkau harus meningkatkan sifat-sifat yang mulia dan bajik. Seperti telah dijelaskan oleh Krishna dan Bhakti Yoga, dalam bab pengabdian, peminat kehidupan rohani yang telah memiliki ke-26 sifat mulia itu sangat dicintai Tuhan. Tetapi engkau tidak perlu memiliki ke-26 sifat itu semuanya. Dalam sebuah kotak korek api, terdapat banyak batang korek. Jika engkau memerlukan api, engkau tidak perlu menyalakan semua batang korek itu; hanya satu yang perlu digoreskan untuk mendapatkan api yang engkau inginkan. Jika engkau mengembangkan sepenuhnya satu atau dua kebajikan itu, yang lainnya juga akan berkembang dengan sendirinya. Tetapi sifat-sifat itu harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dirimu sebelum engkau berharap akan dapat memahami prinsip atma. Dalam percakapan terdahulu telah kita bicarakan sifat baik ketabahan dan kesabaran. Kini kita akan menguraikan kebalikannya, yaitu kedengkian dan kebencian.
Kedengkian dan kebencian adalah ibarat maling kembar. Yang satu tidak bisa hidup tanpa ditemani yang lain. Hubungan keduanya tidak terpisahkan, melainkan saling melindungi. Kebencian dapat diibaratkan sejenis hama, dan kedengkian jenis hama yang lain. Dua hama kembar ini bersama-sama dapat menghancurkan pohon. Bayangkanlah sebuah pohon yang menghijau, sedang berbunga dan berbuah, sangat indah dipandang mata. Bila suatu hama memakan akarnya, dalam beberapa hari saja pohon ini akan kering. Salah satu hama ini menyerang akar dan hama yang lain merusak batang dan daun. Yang satu berusaha membinasakan kehidupan pohon itu dan yang satu lagi merusak keindahan pohon. Keduanya saling melengkapi. Kalau tidak ada kedengkian tidak akan ada kebencian. Bila timbul kebencian maka engkau akan menemukan kedengkian bersembunyi di baliknya. Kebencian mempunyai bentuk tertentu. Ia muncul dengan berbagai cara. Sedangkan kedengkian tidak punya bentuk; ia tetap tersembunyi di bawah permukaan. Ada dikatakan bahwa tiada seorang pun di dunia ini yang tidak mempunyai rasa dengki; setidak-tidaknya ada sedikit kecenderungan untuk merasa iri pada setiap manusia. Untuk menjamin agar kedengkian dan kebencian ini tidak masuk dalam dirimu, engkau harus mengembangkan kasih yang tidak mementingkan diri sendiri. Bila kasih tanpa ego ini bersemi dalam dirimu, maka tidak ada lagi tempat untuk bersarang bagi kedengkian dan kebencian. Bila kedengkian dan kebencian terbuang jauh-jauh engkau akan mengalami kebahagiaan yang sejati.
Keindahan adalah suatu bentuk kebahagiaan. Di mana ada keindahan engkau akan mendapatkan juga kegembiraan. Sesuatu yang indah adalah kegembiraan yang tiada putusnya. Apakah keindahan itu? Apakah alam yang memberikan keindahan kepada suatu benda, ataukah keindahan itu sudah menjadi sifat yang terkandung dalam benda itu? Kita telah mengetahui bagaimana semua benda itu mengalami perubahan. Bayangkan semua benda yang mengalami perubahan ini, berapa lama benda-benda itu tetap indah? Hanya sesuatu yang tidak berubah dapat mempunyai keindahan. Eksistensi yang abadi dan tidak berubah adalah Tuhan, karena itu hanya Tuhanlah yang indah. Tidak ada apa pun di dunia ini yang lebih indah daripada Tuhan. Tugas bakta yang paling penting adalah meminum madu kebahagiaan yang mengalir dari keindahan itu. Untuk meminum dan memuaskan dirimu dengan ketuhanan yang begitu penuh dengan keindahan ini engkau perlu memilki kebajikan tertentu. Untuk mengembangkan kebajikan ini engkau harus memusnahkan kelemahan dan kekurangan yang membusuk dalam dirimu. Kedengkian misalnya, dapat masuk walaupun dalam hubungan dengan Tuhan. Ada suatu contoh mengenai hal ini.
Arjuna duduk di dalam kereta; Krishna mengemudikan kereta itu sebagai sais. Pada waktu itu Arjuna belum dapat memahami sifat ketuhanan Sri Krishna, tetapi ia merasa bahwa Krishna seorang yang agung. Arjuna telah mendengarkan semua yang dijelaskan dan diuraikan oleh Krishna, tetapi ia belum siap melaksanakannya. Perang besar sedang berlangsung dan dalam medan laga beberapa senjata yang ampuh digunakan. Pada suatu hari Arjuna harus menghadapi Bhisma. Dalam pertemuan itu Bhisma melepas sejumlah panah yang amat sakti dan mengerikan, mengenai kereta Arjuna, tetapi tidak melukai Arjuna. Pertempuran berkecamuk sepanjang hari, tidak ada pihak yang menang, hingga akhirnya Bhisma jatuh di keretanya. Pada saat itu Arjuna menyatakan kemenangannya atas pertempuran yang berlangsung hari itu. Arjuna senantiasa bertakwa kepada Tuhan, tetapi pada saat itu ia agak congkak karena mengira hanya dialah yang menyebabkan kemenangan dalam perang ini. Ia yakin bahwa ialah yang membawa kemenangan, sedangkan Krishna hanya mengendalikan kereta.
Matahari sudah terbenam ketika mereka membawa kereta mereka pulang. Segera setelah kereta mencapai perkemahan Pandawa, Krishna menghentikan kereta agak jauh dari tenda dan ia berpaling kepada Arjuna sambil berkata, "Arjuna, silakan turun dari kereta dan pergi ke tenda." Arjuna yang diliputi rasa keakuan, berkata dalam hati, "Akulah yang memimpin, Krishna hanya kusirku; ia harus turun lebih dulu dan membukakan aku pintu. Kemudian aku, sebagai majikan, turun dari kereta. Itulah aturannya yang benar." Arjuna berkata kepada Krishna, "Kakanda, silahkan Kakanda turun lebih dahulu." Tetapi Krishna berkata dengan tegas, "Tidak Arjuna, engkau turun lebih dahulu." Perbantahan ini berlangsung beberapa lama.
Arjuna mengalami pikiran yang agak gelap; ia mula merasa cemburu kepada Krishna. Arjuna berpikir, "Selama ini aku mengira Krishna seorang yang agung, tentunya karena aku memujinya dan mengaguminya maka ia sekarang bersikap seperti ini, seakan-akan ia lebih penting. Ya, itu salahku sendiri. Tetapi perang masih akan berlangsung, aku harus bertempur dan aku memerlukan Krishna, jadi sebaiknya aku tidak mempunyai rasa permusuhan dengan dia. Itu tidak baik untuk kepentinganku sendiri." Maka dengan sangat enggan Arjuna lebih dulu turun dari kereta. Setelah turun ia berdiri di dekat kereta. Krishna terus menyuruh Arjuna, "Jangan berdiri di sini. Pergilah ke tenda." Karena tidak ada pilihan lain, Arjuna memasuki tenda. Krishna segera melompat serta lari menjauhi kereta. Begitulah Krishna keluar, Kereta meledak dan terbakar hingga habis menjadi abu.
Dharmaraja dan Arjuna yang menyaksikan dari jauh bertanya kepada Krishna, "Apa yang terjadi? Apa yang menyebabkan hal itu?" Krishna menjawab, "Arjuna, tidak seorang pun dapat berharap bisa mengerti tindakan Tuhan. Bagi Tuhan tidak ada sifat mementingkan diri sendiri, tidak ada egoisme. Melindungi bakta adalah kewajiban-Ku. Membesarkan hati dan mendatangkan faedah bagi bakta adalah satu-satunya tujuan-Ku. Semua senjata dahsyat yang dilepaskan oleh Bhisma yang masuk dalam kereta, Kubuat tidak berbahaya karena kuinjak dengan kaki-Ku, selama panah-panah itu ada di bahwa telapak kaki-Ku senjata itu tidak dapat membahayakan engkau. Jika Aku turun dari kereta lebih dulu, senjata itu akan menghancurkan engkau bersama kereta itu. Engkau akan menjadi abu. Karena tidak menyadari kebenaran ini, engkau menyuruh Aku turun lebih dulu." Ketika Arjuna mendengar kata-kata Krishna itu, ia menyadari kecongkakan dan kebodohannya. Tadinya ia memperlihatkan tanda-tanda kedengkian. Mencari-cari kesalahan pada Tuhan merupakan sejenis kedengkian.
Ada sejumlah gejala kedengkian yang menonjol. Kedengkian timbul bila engkau berhubungan dengan orang yang terkenal dari padamu. Atau kedengkian akan bersemi bila engkau berjumpa dengan orang yang lebih kaya. Juga engkau akan merasa dengki bila berjumpa dengan orang yang lebih cantik atau lebih tampan. Jika ada murid lain yang memperoleh nilai lebih tinggi daripadamu, kedengkian akan muncul ke permukaan. Sudah merupakan kelemahan orang kebanyakan memiliki rasa benci terhadap orang yang melebihinya dalam hal kekayaan, kedudukan, kecantikan, kecerdasan, dan sebagainya. Pada saat kedengkian timbul pada seseorang, semua kebajikan yang telah terbina sejak lama akan hilang lenyap. Sifat dengki bukannya tidak berbahaya bagi seseorang. Sifat itu menghancurkan semua sifat mulia yang ada pada diri manusia. Dengki menimbulkan sifat iblis, ia menghancurkan sifat kemanusiaan dan menguatkan sifat kebinatangan. Sifat itu tidak peduli kanan kiri dan tidak ada rasa enggan. Karena itu setiap orang pertama-tama harus menjaga agar rasa dengki jangan sampai bersarang dalam dirinya. Engkau harus merasa senang atas kemakmuran orang lain. Engkau harus ikut merasa bahagia dengan kemajuan orang lain. Engkau harus berbahagia dengan kesejahteraan orang lain. Inilah kebajikan yang sejati. Inilah yang diajarkan oleh Bhagawad Gita; menginginkan agar orang lain sejahtera dan baik adalah sifat yang mulia dan sangat penting yang harus dimiliki oleh setiap orang.
Krishna berkata kepada Arjuna, "Arjuna, engkau harus selalu menjadi Anasuya." Anasuya artinya orang yang tidak mempunyai rasa dengki. Ada cerita yang mengatakan bahwa pada waktu ketiga aspek ketuhanan; Brahma, Wishnu, dan Maheshwara menguji Anasuya, wanita suci itu mampu mengubah mereka menjadi bayi. Ini berarti jika engkau tidak mempunyai rasa dengki, engkau akan dapat mengendalikan dan menaklukkan ketiga Guna yaitu: Rajas, Sattva, dan Tamas yang menggambarkan kekuatan Tuhan untuk mencipta, memelihara, dan melebur; Brahma, Wishnu, dan Maheshwara. Sesungguhnya bila engkau mampu membebaskan diri dari kedengkian, engkau akan dapat menaklukkan segalanya. Tetapi jangan terlalu memikirkan bahwa kedengkian akan menghancurkan semua sifat yang baik. Mungkin engkau mengira bahwa kedengkian akan menghancurkan orang lain, tetapi sesungguhnya ia menghancurkan engkau, bukan orang lain. Sifat itu menyebabkan engkau sakit. Engkau tidak bisa tidur nyenyak; engkau tidak bisa makan enak. Walaupun pada mulanya engkau sehat benar, segala macam penyakit bisa timbul karena kedengkian. Kedengkian itu ibarat penyakit dalam; seperti TBC merayap dan menggerogoti badanmu dari dalam, begitu pula kedengkian akan melemahkan engkau tanpa engkau sadari. Sifat ini masuk ke dalam badanmu dengan berbagai cara dan akhirnya menghancurkan dirimu.
Kedengkian adalah penyakit yang ganas dan tidak boleh dibiarkan bercokol dalam dirimu. Engkau harus merasa bahwa Tuhan akan selalu melimpahkan rahmat-Nya kepadamu walaupun engkau menduduki jabatan yang kurang penting, tidak seperti yang kau harapkan. Engkau harus berbahagia dengan kebahagiaan orang lain; engkau harus senang mendengar keberhasilan mereka dan tidak bersedih hati hanya karena engkau tidak mempunyai apa yang dipunyai orang lain. Kedengkian merajalela dalam zaman kali ini. Kedengkian ada pada semua jenis manusia, baik ia seorang yogi, bogi, atau rogi, yaitu orang yang dianggap suci, orang awam, atau orang sakit dan orang yang tidak kenal aturan. Kebanyakan karena rasa dengki manusia tidak mendapat ketenteraman hati dan menyia-nyiakan hidupnya. Ada sebuah cerita.
Pada suatu hari Sang Budha pergi meminta sedekah. Beliau hampir tiba di suatu dusun tempat tinggal beberapa murid Beliau. Semua orang di kampung itu sangat menyayangi Buddha. Tetapi ketika hampir sampai di perbatasan kampung itu, beberapa anak muda urakan yang kebetulan bergerombol di san mencela Beliau. Karena agak heran dengan kejadian ini, Beliau berhenti lalu duduk di atas batu. Beliau berkata kepada mereka, "Ya, anak-anak, kesenangan apa yang kalian dapat dengan mencela Aku?" Tanpa memberi alasan apapun mereka makin gencar saja mencela Sang Buddha. Buddha berkata, "Teruskan semau kalian." Mereka terus saja mencela hingga mereka capai sendiri dengan caci maki mereka dan akhirnya pergi.
Sebelum mereka pergi, Buddha berkata, "Anak-anak, Aku ingin memberi tahu sesuatu kepada engkau sekalian. Di kampung yang akan Aku tuju, semua orang sangat mencintai-Ku; kalau saja mereka mendengar kalian mencela aku dengan kasar seperti itu, mereka akan mencincang engkau. Untuk menyelamatkan kalian dari bahaya itu, Aku duduk di sini dan membiarkan kalian mencela terus. Jadi sesungguhnya Aku telah memberi kalian hadiah yang sangat besar. Bila ingin menggembirakan orang biasanya engkau harus mengeluarkan biaya besar dan membuat berbagai persiapan, tetapi tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun, tanpa susah-susah, aku telah memberi kalian demikian banyak kesenangan dengan membiarkan kalian mencaci maki Aku. Karena kelihatannya mendapat begitu banyak kegembiraan dengan mencerca Aku, maka tentunya Akulah yang menyebabkan kegembiraan kalian. Tanpa persiapan Aku telah berhasil memuaskan banyak orang; jadi kalian tahu, bukannya Aku sedih karena celaan kalian, melainkan Aku merasa bahagia karena Aku bisa memberi kalian begitu banyak kebahagiaan.
Kemudian Buddha memaparkan hal lain yang juga penting kepada mereka sedemikian rupa sehingga sangat berkesan bagi mereka. "Misalkan seorang pengemis mendatangi rumahmu dan minta sedekah. Engkau memberinya makanan. Namun, katakanlah bukan itu yang dimintanya. Bayangkan bahwa ia menolak barang yang engkau berikan. Apa yang engkau lakukan? Ya, engkau akan berkata, 'Jika engkau tidak mau menerima apa yang aku berikan, aku ambil kembali dan akan tetap menjadi milikku.' Begitu pula engkau melontarkan segala kecaman ini, itulah sedekah yang engkau berikan kepada-Ku. Tentu engkau mengira Aku memerlukan nasehatmu dan kau berikan kepada-Ku dengan cuma-cuma. Tetapi Aku tidak mau menerimanya. Nah, lalu ke manakah jatuhnya pemberian itu? Ia kembali kepadamu; ia tetap bersamamu dan menjadi milikmu. Jelas sekali bahwa sebenarnya engkau mencela dirimu sendiri, engkau sama sekali tidak mencela Aku."
Seseorang dapat mengirim surat tercatat kepada temannya. Jika temannya tidak mau menerima surat tercatat itu, apa yang dilakukan oleh Kantor Pos? Surat itu akan dikembalikan kepada si pengirim. Jika engkau mencela atau menjelek-jelekkan seseorang, tetapi orang itu tidak mau menerima perbuatanmu itu, maka tidak dapat dielakkan lagi, kecaman itu akan kembali kepadamu. Cara pemuasan hati seperti itu sangat rendah, yaitu mengira bahwa dengan kedengkian dan kebencianmu itu engkau (dapat) menyusahkan orang lain. Tetapi engkau sama sekali tidak menyusahkan orang lain, melainkan engkau menyusahkan dirimu sendiri. Banyak kesulitan yang bisa timbul karena kedengkian yang bersarang dalam diri seseorang.
Seorang Sanyasin menanami kebun dengan bunga-bunga dan pohon buah-buahan. Meskipun ia seorang Sanyasin, ia masih mempunyai rasa keakuan yang kuat. Jika rasa keakuan berkembang, kedengkian pun bercokol. Bila keakuan dan kedengkian muncul, kebencian dengan sendirinya bergabung. Tuhan melihat bahwa orang yang memakai jubah sanyasin ini menaruh racun dalam hatinya. Tuhan ingin memperbaikinya dengan memberi pelajaran. Tuhan menyamar sebagai brahmana tua dan datang ke kebun itu. Brahmana tua ini mendekati pohon itu. Ia berkata, "Siapakah yang menanam pohon yang indah ini?" Sanyasin datang dan berkata, "Oh Brahmana, sayalah yang mengurus seluruh kebun ini. Saya yang menanam pohon ini dan pohon-pohon lainnya. Dengan usaha saya sendiri saya buat jalan setapak yang menyenangkan ini dan saya tanam serta saya pelihara kebun yang indah ini. Saya sendiri yang mengurus segala-galanya. Tidak ada tukang kebun. Saya yang mengambil air. Saya sendiri memberi pupuk. Saya menyiangi rumput dan membasmi hamanya. Saya membersihkan jalannya. Saya mengatur semua bunga yang indah ini serta pohon-pohon, buah-buahan dan itu semua hanya untuk membahagiakan orang lain." Dengan begitu ia terus mengulang kata, "Saya...saya....saya...."
Setelah mendengarkan semuanya ini sang brahmana meninggalkan kebun. Tidak lama kemudian ada seekor sapi masuk ke kebun. Sapi itu amat lemah sehingga hampir jatuh dan menimpa tanaman. Sanyasin melihat bahwa sapi ini akan merusak kebun, lalu ia mengambil kayu dan melempar sapi itu untuk mengusirnya. Tetapi begitu kayu itu mengenai sapi, sapi itu lalu roboh dan mati. Sanyasin sangat terkejut karena sekarang ia harus menanggung dosa membunuh sapi. Tak lama kemudian brahmana tua tadi datang lagi ke kebun. Sementara ia berjalan ke dekat sapi, ia melihat sapi mati itu dan bertanya, "Siapa yang membunuh sapi ini? Siapa yang berbuat itu seganas ini?" Karena sanyasin itu tidak langsung menjawab, brahmana berkata lebih tegas, "Katakan, tahukah engkau siapa yang membunuh sapi ini?" Sanyasin menjawab, "Sudah tentu itu kehendak Tuhan. Tanpa kehendak Tuhan mungkinkah ia terbunuh seperti itu? Kalau tidak sudah ditakdirkan mati, masakan ia jatuh dan mati karena kena kayu sekecil itu?" Setelah mendengar jawaban sanyasin , sang brahmana berkata, "Tadi engkau mengatakan bahwa engkau sendiri bertanggung jawab mengurus seluruh kebun ini, engkau sendiri yang menanam semua tanaman dan membuat jalan. Engkau menerima pujian atas segala yang baik yang terjadi di sini, tetapi giliran yang tidak baik yang engkau salahkan adalah Tuhan. Engkau orang yang egois, bahkan engkau dengki kepada Tuhan. Engkau menerima pujian atas sesuatu yang sebenarnya milik Tuhan." Seketika itu sang brahmana memperlihatkan kesejatiannya dan berkata, "Aku adalah Tuhan sendiri. Aku datang untuk menghancurkan rasa egoismu."
Dalam bentuk apa Tuhan mungkin datang untuk memperbaiki pribadi yang diliputi kedengkian dan egoisme, tidak dapat diramalkan. Ia mungkin menyamar sebagai apa saja dan kapan saja. Engkau harus berhati-hati jangan sampai diliputi keakuan dan kedua hama kembarnya: kebencian dan kedengkian. Kalau sifat-sifat itu bersarang dalam dirimu, akan sulit menghilangkannya. Engkau tidak akan dapat membasmi kedengkian hanya dengan membaca kitab suci. Melainkan dengan tekad dan usaha yang tekun untuk mengubah pikiran dan mengembangkan cinta kasih yang tidak mementingkan diri, engkau dapat membinasakan semua hama ini dan menyerahkan segala pikiran burukmu di kaki Tuhan. Selama engkau masih diliputi kedengkian, engkau tidak akan bersinar. Segala kebajikan yang ada pada dirimu akan dimusnahkan oleh rasa dengki. Gita mengajarkan bahwa latihan rohani yang utama ialah mengembangkan kebajikan dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari; dengan demikian engkau menciptakan iklim yang baik bagimu. Bila hidupmu dipenuhi kebajikan, engkau akan dapat menghayati prinsip atma. Tetapi jika engkau tidak mengembangkan sifat-sifat yang baik dan mulia serta mengamalkannya terus menerus dalam kehidupan sehari-hari, engkau tidak akan dapat memahami ketuhanan.
Cahaya atma ada di mana-mana. Ia tidak terbatas pada satu orang atau satu bentuk; ia bersinar sebagai kecemerlangan yang memenuhi seluruh alam semesta. Ia dapat mengambil wujud dan nama apa saja. Ia merupakan dasar setiap nama dan wujud. Misalnya sinar yang memancar dari bola lampu, atau angin dari kipas listrik, atau panas dari kompor listrik, atau gerakan dari motor listrik. Pengaruhnya berbeda-beda. Kerja motor berbeda dengan angin dari kipas. Sinar dari bola lampu lain dengan makanan yang masak di atas kompor. Pengaruh berbeda, mesinnya berbeda, tetapi yang masuk ke dalam alat-alat itu sama yaitu aliran listrik. Begitu juga prinsip atma. Dalam tubuh-tubuh yang berbeda, perwujudannya berbeda, tetapi dasarnya satu dan sama.
Kecemerlangan cahaya listrik sesuai dengan besar aliran listrik dalam bola lampu. Cahaya yang bersinar dari bola lampu dapat dibandingkan dengan cahaya atma yang bersinar pada setiap pribadi. Cahaya tidak punya bentuk atau rupa, tetapi bola lampu mempunyai bentuk dan kekuatan yang berbeda-beda. Bola lampu pijar mempunyai bentuk tertentu, lampu neon mempunyai bentuk yang berbeda. Mungkin lampu di ruang makan sangat terang; sedangkan lampu di kamar tidur redup. Karena ketidaktahuan mungkin engkau berpikir jika listrik yang sama memberi kekuatan pada bola lampu di kamar tidur dan di ruang makan, mengapa cahayanya berbeda? Perbedaan itu disebabkan oleh bola lampu. Begitu pula ekspresi cinta kasih dari setiap hati berbeda-beda. Jika kasihmu penuh sebulat hati, engkau akan mampu mewujudkan kebulatan cahaya atma dan memancarkan sinar terang. Jika engkau memiliki cinta kasih yang sempit dan mementingkan diri, tidak ada bedanya dengan lampu kamar tidur. Yang menjadi masalah bukan alirannya; potensi penyediaan aliran selalu tersedia. Bola lampunya yang harus diganti untuk mendapat sinar yang lebih terang. Bila engkau diliputi oleh kedengkian maka kekuatan sinar akan sangat lemah. Jika engkau memiliki kecemerlangan kasih yang suci murni dan tidak mementingkan diri maka kekuatannya dapat dimisalkan dengan bola lampu 1000 watt. Karena itu, kembangkanlah kasihmu. Engkau hanya dapat menyadari prinsip ketuhanan dengan bantuan kasih.
Untuk melihat bulan engkau tidak perlu memakai lampu senter. Dengan cahaya bulan sendiri engkau dapat melihatnya. Jika engkau ingin mengetahui dan melihat Tuhan yang perwujudan-Nya adalah cinta kasih maka hanya dengan kasihlah engkau dapat melihat-Nya. Tidak mungkin melihat Tuhan jika engkau diliputi kebencian yang sangat bertentangan dengan cinta kasih. Kebencian hampir seperti kebutaan. Bagaimana pun terangnya cahaya yang engkau pancarkan kepada orang buta, ia tidak akan dapat melihat cahaya itu. Selama engkau masih memiliki sifat-sifat buruk, Tuhan yang sangat dekat tidak akan dapat kau lihat. Bila engkau bebas dari kedengkian, bebas dari keakuan, dan bebas dari kebencian, engkau bisa langsung menghayati kemuliaan Tuhan. Seseorang yang sudah terbuka mata pengetahuan dan kebijaksanaannya akan memancarkan kehadiran Tuhan. Seseorang yang matanya tertutup ketidaktahuan tidak akan mengetahui kehadiran Tuhan. Dengan menutup matamu engkau harus mencari ke sana ke mari handuk yang tergantung di atas kepalamu dalam rak yang sangat dekat. Jika engkau membuka matamu langsung engkau dapat mencapainya. Seorang Jnani, orang yang bijaksana, yang matanya terbuka terhadap ketuhanan dan yang tidak diselimuti ketidaktahuan, dapat langsung melihat Tuhan dan mencapai-Nya.
Engkau akan menjadi seorang Jnani bila engkau penuh dengan kebajikan. Tetapi bila engkau diliputi oleh sifat-sifat buruk, keragu-raguan, segala macam kedengkian, dan kebencian, engkau tidak akan dapat mengerti apa-apa. Karena itu orang mengatakan, "Kematian lebih manis daripada but karena kekaburan batin." Engkau harus membebaskan dirimu dari ketidaktahuan ini. Kedengkian adalah kejahatan yang mengembagkan ketidaktahuan itu. Karena itu para pelajar dan mahasiswa yang hatinya lembut sekali yang masa depannya terang dan akan mencapai banyak kemajuan, jangan sampai kalian dihinggapi kedengkian. Jika dalam kelasmu ada teman yang mendapat nilai bagus, engkau tidak boleh iri hati. Engkau pun dapat berusaha untuk memperoleh nilai yang bagus. Jika engkau tidak mencapai prestasi itu dan engkau merasa iri maka engkau membuat dua kesalahan. Pertama engkau tidak belajar dengan baik, kalau engkau sungguh-sungguh belajar tentu engkau akan mendapat nilai yang lebih baik, dan kedua engkau telah mengotori hatimu dengan kedengkian. Kemudian menangisi hal itu adalah kesalahanmu yang ketiga. Jangan memupuk sifat-sifat buruk seperti itu yang dapat menyebabkan engkau mengalami banyak kesulitan, bahkan dapat menghancurkan seluruh keluarga yang tadinya bahagia dan menikmati kehidupan yang layak.
Sementara menjelaskan prinsip ini kepada Arjuna, Krishna berkata, "Kaurawa, 101 putra Dhritarashtra ingin menghancurkan kebahagiaan Pandawa. Sifat-sifat jahatnyalah yang menyebabkan mereka melakukan semua perbuatan jahat itu. Orang yang dengki akan menarik orang yang jahat itu. Orang yang dengki akan menarik orang yang jahat sebagai temannya. Kaurawa mempunyai paman yang jahat, Shakuni, yang memanas-manasi mereka dalam permusuhan dengan Pandawa. Shakuni penuh dengan kedengkian. Mereka adalah manusia-manusia buta. Seperti ayah mereka yang buta mata jasmaninya, Kaurawa buta mata hatinya. Mereka berkomplot dan bekerja sama. Tetapi engkau boleh yakin, Arjuna, sifat-sifat jahat pada mereka itu akan menghancurkan diri mereka sendiri." Karena itu tak seorang pun dari mereka hidup untuk melakukan upacara terakhir bagi orang tua mereka jika meninggal.
Jika engkau sungguh-sungguh ingin memahami Bhagawad Gita, engkau harus mulai memupuk sifat-sifat yang baik dan kebajikan yang telah dipaparkan. Jika sifat-sifat yang baik ini telah menjadi bagian dari hidupmu, engkau langsung menghayati ketuhanan. Gita ibarat pohon yang mengabulkan keinginan. Gita akan memberikan makna tertentu dan taraf pengertian yang mencerminkan tingkat keinginanmu. Pada zaman ini banyak orang menyalahartikan Gita karena mereka mempunyai begitu banyak keinginan yang keliru. Karena itu, Gita sia-sia saja. Tetapi engkau harus memupuk kebajikan dan memenuhi diri dengan kasih, maka ajaran Gita yang mulia akan bersinar dalam dirimu dan mengilhami engkau untuk mencapai sifat Tuhan yang merupakan kenyataanmu yang abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar