Kamis, 03 Februari 2011

PERCAKAPAN 30 AGAR BEBAS, SERAHKANLAH SELURUH PIKIRANMU KEPADA TUHAN

PERCAKAPAN 30
AGAR BEBAS, SERAHKANLAH SELURUH PIKIRANMU KEPADA TUHAN

________________________________________

Setelah alam adalah perwujudan ketiga guna. Selama ketiga guna itu masih bercokol di dalam hatimu dan meliputi pikiranmu, engkau akan tetap berada dalam keterikatan. Dari ketiga guna itu, rajas dan tamaslah yang menyebabkan segala penderitaan, kesedihan, kesulitan, serta masalah yang engkau alami. Bila rasa takut, kegusaran, kemalasan, kelembaman, dan rasa kantuk yang tampak, maka engkau dikuasai oleh kekuatan tamo guna. Bila rajo guna yang berpengaruh, sifat kemanusiaanmu yang sejati terlupakan; rajo guna menimbulkan sifat kebinatangan dan sifat iblis. Seorang petani yang ingin mendapat panen yang baik harus mulai membersihkan rumput-rumputan dari ladangnya. Selama rerumputan menutupi ladang, menghabiskan zat makanan dan energi tanah, tanaman tidak bisa hidup. Karena itu, menghilangkan tumbuh-tumbuhan yang tidak berguna itu merupakan persyaratan penting untuk menanam tanaman yang baik. Begitu pula seorang abdi Tuhan yang ingin memperoleh penerangan batin, yang ingin menghayati kebahagiaan atma, harus membersihkan ladang hatinya dari segala perwujudan rajo guna dan tamo guna yang telah mengakar di ladang itu dalam bentuk hawa nafsu, kemarahan, keserakahan, kebencian, kedengkian, dan kecemburuan. Keenam musuh manusia ini adalah anak-anak rajas dan tamas. Engkau tidak akan dapat memetik kebahagiaan atma selama rumput-rumput itu masih ada dalam dirimu.
Bab pertama Bhagawad Gita dan tamo guna yang ada di hatinyalah yang menyebabkan kesedihannya itu. Karena ia memasukkan sifat-sifat itu dalam hatinya, ia mengalami kesedihan yang berat. Krishna mengajarkan kepada Arjuna bahwa pertama-tama ia harus mencabut tamo guna dan rajo guna sampai ke akar-akarnya dari hatinya. "Berikanlah ketiga guna itu kepada-Ku," kata Krishna, "Maka engkau akan terbebaskan dari rasa takut serta kesedihan, dan engkau akan dapat mencapai kemenangan di dunia." Dengarlah cerita ini!
Jika engkau mengundang seorang yang agung seperti resi atau orang yang berilmu agar datang ke rumahmu, harus diadakan persiapan tertentu umpamanya membersihkan menghias rumahmu. Engkau harus membersihkan rumah di bagian luar dan dalam serta merapikan tempat sekitarnya sebelum tamu datang. Tamu agung tidak akan mau memasuki rumah yang penuh kotoran dan tidak suci. Demikian juga jika engkau mengundang gubernur atau menteri ke kampungmu, engkau membersihkan dan menghias jalan-jalan serta mempersiapkan segala-galanya untuk kedatangan tamu agung itu. Walaupun orang itu hanya memegang jabatan untuk sementara, engkau tetap dengan sungguh-sungguh membersihkan rumahmu dan membuat segala macam persiapan untuk menyambut tamu itu.
Jika engkau mengadakan usaha begitu hebat untuk menyambut tamu duniawi, lalu betapa jauh lebih besar usaha dan persiapan yang harus kau lakukan untuk mengundang Pencipta dan pelindung alam agar berkunjung ke rumahmu? Jelaslah, jika engkau mengundang Tuhan ke dalam hatimu, hatimu harus dibersihkan sebaik-baiknya. Hanya bila engkau menyucikan hatimu, Tuhan akan datang dengan senang hati. Krishna berkata, "Arjuna, sampai saat ini engkau hanya menganggap Aku sebagai kusir keretamu, tetapi engkau harus menjadikan Aku kusir hidupmu! Kursi yang Aku duduki di keretamu bersih dan sangat indah untuk tempat duduk-Ku di situ, jika Aku harus bersemayam di dalamnya sebagai kusir hidupmu." Jika engkau harus duduk di tanah di luar, pertama engkau akan memasang tikar, sehelai koran, atau saputangan, dan duduk untuk badanmu yang bersifat sementara dan tidak suci, betapa engkau harus berusaha mempersiapkan diri untuk mengundang Tuhan ke hatimu.
Selama kedua guna, rajas dan tamas, itu masih bercokol di hatimu maka hatimu tetap tidak suci. Kedua guna ini terus menerus mengotori hatimu. Selama hatimu kotor, Tuhan tidak akan masuk ke dalam hatimu; engkau tidak akan dapat menghayati kehadiran-Nya. Karena itu, pertama engkau harus menyingkirkan tamo guna dan setelah itu engkau harus membuang rajo guna. Maka satwa guna akan bersinar. Mulailah dari sekarang berusaha sekuat tenaga membersihkan setiap butir debu yang menumpuk di hatimu. Dengarlah cerita berikut ini.
Dewasa ini bila pria atau wanita mengadakan piknik, mereka membawa cermin, sisir, dan saputangan. Mengapa mereka membawa barang-barang ini? Dalam perjalanan kemungkinan besar rambut akan berantakan; untuk merapikannya engkau akan mengambil sisir. Untuk melihat apakah rambut sudah rapi, engkau lalu mengambil cermin. Dan untuk mengelap mukamu engkau mengambil saputangan. Jika engkau lupa membawa salah satu barang tersebut, penampilanmu tidak akan sempurna. Jadi cermin, sisir, dan saputangan perlu membersihkan wajahmu dan menjaga kerapian penampilanmu.
Begitu pula jika engkau ingin membenahi kecantikan hatimu, engkau harus membawa alat tertentu. Apakah rambutmu berantakan atau tidak dapat kau lihat di cermin. Apakah hatimu tidak karuan atau bersih, dapat dilihat dari pengabdianmu yang berfungsi sebagai cermin. Cermin ini harus bersih. Jika kacanya bersih engkau dapat melihat apakah hati dan pikiranmu bersih ataukah tertutup kotoran. Bila engkau tahu hatimu tidak benar, engkau harus memperbaikinya, dan untuk itu engkau memerlukan sisir, yaitu sisir pengetahuan kesunyataan. Pengetahuan kesunyataan dapat menjernihkan hatimu serta mengembalikannya dalam keadaan baik dan cantik. Maka seperti engkau menggunakan kain untuk membersihkan kotoran yang melekat pada wajahmu, engkau harus membuang debu yang masuk ke dalam hatimu dengan kain ketidakterikatan. Dengan kain ketidakterikatan engkau dapat membersihkan segala debu yang menumpuk dalam pikiranmu. Seperti engkau membawa ketiga barang tadi: cermin, sisir, dan saputangan, kemana pun engkau pergi dalam perjalanan duniawi, demikian pula dalam perjalanan hidup engkau harus membawa bakti, pengetahuan, dan ketidakterikatan untuk membersihkan hati dan pikiranmu.
Kita telah membicarakan tamo guna. Sekarang mari kita periksa ciri khas rajo guna. Seseorang yang memiliki sifat rajo guna selalu tergesa-gesa; ia tidak memiliki kesabaran dan ketabahan. Ia tidak bisa diam tenang barang sedetik pun, dan ia sering marah. Tidak hanya itu, ia juga mempunyai keinginan yang tidak terbatas. Itu semua ciri khas rajo guna. Hal ini jelas bila engkau menyaksikan binatang-binatang yang ada di kebun binatang. Apakah citah, harimau, atau serigala, mereka tidak pernah diam barang sedetik pun. Sebabnya adalah, binatang-binatang itu diliputi oleh sifat rajo guna yang berlebihan. Bila rajo guna masuk ke hati manusia, badan dan pikirannya tidak bisa tenang; ia akan selalu bergerak. Tidak hanya gelisah, tetapi ia juga terpedaya. Bila terpedaya, ia akan sangat mendambakan objek-objek duniawi. Karena nafsu dan keinginan ini timbul dalam hatinya, ia akan berusaha mendapatkannya. Maka jelaslah bahwa khayal, nafsu, dan karma adalah tiga sifat yang kuat yang menjadi ciri rajo guna.
Karena rajo guna itulah engkau terus menerus bergerak. Misalnya bila engkau duduk di suatu tempat, engkau tidak bisa tenang agak lama; salah satu bagian badanmu atau lainnya akan terus bergerak. Hal ini dapat dibandingkan dengan pohon pipal. Walaupun tidak ada angin, daun pohon itu akan selalu bergoyang. Begitu pula kuda. Kata kuda dalam bahasa Sanskerta berarti sesuatu yang tidak pernah diam. Bila engkau melihat kuda, kepalanya, ekornya, atau kakinya selalu bergerak. Karena itulah upacara korban suci zaman dahulu yang disebut ashwameda yaga atau korban kuda, digambarkan sebagai cara untuk menenangkan pikiran.
Rawana, raja raksasa, adalah perwujudan rajo guna. Kumbakarna, raksasa yang tidur terus, adalah perwujudan tamo guna. Wibisana adalah perwujudan satwa guna; ia juga termasuk keluarga raksasa, tetapi ia mengabdi Sri Rama dan memilih untuk berpihak kepada yang bajik. Ketiga raksasa itu: Rawana, Kumbakarna, dan Wibisana, bersaudara. Jika engkau biarkan Rawana dan Kumbakarna memasuki hatimu, mereka akan menimbulkan celaka dan duka dengan tiada hentinya. Jika engkau ingin masuk ke dalam kerajaan moksa, engkau harus menyingkirkan ketiga-tiganya dari hatimu. Ketiganya termasuk satu keluarga dan ada suatu ikatan kekeluargaan diantara mereka. Itulah sebabnya wedanta mengajarkan bahwa engkau harus mengatasi ketiga guna itu dan menyerahkan kepada Shiwa yang akan mengawasi mereka dengan tiga mata-Nya dan menguasai mereka dengan senjatanya yang bermata tiga.
Apakah cara yang terbaik untuk menghilangkan ketiga guna itu? Jika suatu duri menusuk kakimu, tidak perlu engkau mengambil pisau yang besar, untuk mengeluarkan duri itu. Engkau harus mengambil duri yang lain untuk mengeluarkannya. Sesudah selesai, engkau buang kedua duri itu tanpa membeda-bedakannya. Demikian pula engkau harus menghilangkan tamo guna dengan rajo guna. Kemudian engkau harus menghilangkan rajo guna dengan satwa guna. Akhirnya engkau menghilangkan satwa guna itu juga. Sebelum engkau masuk dalam kerajaan kesadaran Tuhan, engkau harus membuang ketiga guna itu. Jika salah satu masih ada dalam dirimu, engkau akan selalu berada di luar kerajaan kebebasan. Itulah sebabnya Krishna menyuruh Arjuna melampaui ketiga guna itu. Ia mengingatkan Arjuna bahwa ia harus berusaha sekuat tenaga dan menjaga agar terbebas dari ketiga guna itu untuk seterusnya.
Setelah mengajarkan berbagai sifat guna, Krishna menunjukkan kepada Arjuna cara mengatasinya. Dengan cara itu Krishna menjadikan Arjuna manusia yang agung. Sumber utama ketiga guna itu adalah pikiran. Tidak mungkin engkau melampaui sifat manusia ini dan mencapai sifat Tuhan sebelum pikiranmu berhenti bergerak dan mencapai ketenangan. Karena itu, langkah pertama adalah menyerahkan pikiranmu kepada Tuhan. Setelah engkau menyerahkan seluruh pikiranmu kepada-Nya, Tuhan akan memelihara dan menjaga engkau dalam segala hal. Ada sebuah cerita untuk menggambarkan hal itu.
Pada suatu hari Raja Janaka mengumumkan kepada rakyat di seluruh kerajaannya, "Apabila ada diantara kalian seorang ulama, pendeta, mahatma, yogi, maharesi, atau orang arif bijaksana, siapa pun orangnya, datanglah dan ajarkan kepadaku pengetahuan tentang atma." Dalam amanatnya Raja mengatakan bahwa ia ingin mencapai atma jnana "kesadaran diri sejati" dalam waktu beberapa detik setelah diberi pelajaran. Bahkan pada waktu naik kepunggung kudanya sebelum duduk, ia harus sudah mencapai atma jnana. Raja mengatakan, "Jika orang yang akan mengajar aku pengetahuan atma jnana tidak mampu melaksanakan tugas ini, yaitu membuat aku mencapai penerangan dalam sekejap mata, maka aku tidak mau menemuinya walaupun ia seorang ulama yang teragung, orang yang pengetahuannya paling tinggi, atau orang yang paling pandai di kerajaan ini." Semua pendeta dan resi takut dengan persyaratan ini. Mereka menganggap ini suatu ujian yang sangat berat sehingga tidak seorang pun berani datang menawarkan diri untuk mengajar raja dengan persyaratan seperti itu.
Pada saat itulah seorang anak laki-laki bernama Astavakra masuk ke kerajaan. Dalam perjalanannya menuju kota Mittilapura ia berjumpa dengan sejumlah orang yang datang dari kota itu, termasuk para ulama dan pendeta; mereka semua cemberut, tampak resah dan sedih. Astavakra menanyakan sebab kegelisahan dan kesedihan mereka. Mereka menjelaskan semua yang telah terjadi. Tetapi Astavakra tidak mengerti mengapa mereka semua harus takut pada hal yang sekecil itu. Ia berkata," Akan saya selesaikan masalah ini bagi sang raja." Segera ia memasuki balairung istana Janaka. Ia berkata kepada raja," Yang Mulia, saya bersedia mengajarkan pengetahuan atma, tetapi pengetahuan suci ini tidak dapat diajarkan dengan mudah. Istana ini diliputi oleh rajo guna dan tamo guna. Kita harus pergi dari sini menuju ke tempat sattva yang suci." Mereka meninggalkan istana melalui jalan ke luar kota menuju ke hutan. Mereka membawa beberapa kuda dan menurut kebiasaan bila seorang raja keluar dari istana, bala tentara mengiringi raja, tetapi Janaka meninggalkan pengiringnya di luar hutan.
Astavakra dan Janaka masuk ke hutan. Astavakra berkata kepada Raja Janaka, "Saya tidak akan mengajar Yang Mulia kecuali jika Yang Mulia menerima persyaratan saya. Saya memang anak kecil, tetapi karena saya harus mengajar Yang Mulia, maka saya bertindak sebagai guru. Yang Mulia mungkin seorang raja yang sangat berkuasa, tetapi karena Yang Mulia akan belajar dari saya, Yang Mulia menjadi murid. Bersediakah Yang Mulia menerima hubungan ini? Jika Yang Mulia setuju maka Yang Mulia harus mempersembahkan hadiah tradisional kepada guru, yaitu gurudaksina yang diberikan oleh murid kepada guru. Setelah Yang Mulia menyerahkan hadiah itu kepada saya, pelajaran akan dimulai." Raja Janaka berkata kepada Astavakra, "Mencapai kesadaran Tuhan adalah hal yang paling penting bagiku maka aku bersedia memberikan kepadamu apa saya yang engkau inginkan." Tetapi Astavakra menjawab, "Saya tidak menginginkan benda-benda duniawi, yang saya inginkan adalah pikiran Yang Mulia. Yang Mulia harus menyerahkan pikiran Yang Mulia." Raja menjawab, "Baiklah, aku serahkan pikiranku kepadamu. Selama ini kuanggap pikiranku adalah milikku, tetapi mulai sekarang dan seterusnya pikiranku adalah milikmu."
Astavakra menyuruh Janaka turun dari kudanya dan menambatkan kuda itu di pinggir, kemudian ia menyuruh Raja duduk di tengah-tengah jalan. Astavakra masuk ke hutan dan duduk tenang di bawah pohon. Bala tentara menunggu lama. Raja maupun Astavakra tidak kembali dari hutan. Para pengiring ingin tahu apa yang terjadi pada mereka, maka satu demi satu mereka pergi mencari. Ketika mereka lewat di jalan yang menuju ke hutan, mereka menemukan Raja duduk di situ di tengah jalan. Kudanya berdiri di sebelahnya. Maka Raja tertutup dan ia tidak bergerak. Astavakra tidak tampak. Para perwira khawatir kalau-kalau Astavakra menyihir Raja sehingga tidak sadar. Lalu mereka menemui Perdana Menteri.
Perdana Menteri datang seraya berkata kepada Janaka, "Oh Raja! Oh Raja! Oh Raja!" Tetapi Raja tidak membuka matanya; sama sekali ia tidak bergerak. Perdana Menteri ketakutan. Tidak saja Perdana Menteri, tetapi semua perwira merasa ketakutan sebab waktu bagi Raja untuk makan dan minum telah lewat dan Raja belum bergerak. Waktu berjalan terus dan malam tiba, tetapi Raja tidak bergerak dari tempatnya, tetap duduk tenang di tengah jalan. Karena tidak ada jalan lain, Perdana Menteri mengirim kereta kembali ke istana untuk menjemput para permaisuri dengan harapan jika permaisuri yang berbicara kepada Raja, beliau pasti menjawab. Permaisuri datang dan berkata kepada Raja, "Raja, Raja, Raja!" Raja tidak juga bergerak; sama sekali tidak ada jawaban dari Raja. Sementara itu bala tentara mencari Astavakra di hutan. Di bahwa pohon duduklah Astavakra dengan damai dalam keadaan begitu tentram dan tenang.
Tentara menangkap Astavakra dan membawanya ke tempat Raja. Astavakra berkata, "Mengapa Bapak-Bapak begitu khawatir? Raja selamat dan tidak apa-apa." Tetapi mereka memaksa dan membawanya ke hadapan Raja yang duduk dengan mata tertutup, badannya tidak bergerak sama sekali. Kata tentara itu, "Itu, lihat sendiri! Lihat apa yang terjadi pada Raja!" Sampai saat itu perdana menteri, para menteri, permaisuri, para pegawai istana, atau rakyat memanggil dan menegur Raja, tetapi Raja tidak membuka mulut dan tidak juga membuka mata. Tetapi kini Astavakra datang dan berbicara kepada Raja. Raja Janaka segera membuka matanya dan menjawab, "Swami!" Astavakra bertanya, "Ya, para menteri datang, tentara datang, dan banyak yang lain juga datang, mengapa Anda tidak menjawab pertanyaan mereka?" Janaka menjawab, "Gagasan, ucapan, dan perbuatan berhubungan dengan pikiran, dan aku telah menyerahkan seluruh pikiranku kepadamu. Karena itu, sebelum aku dapat menggunakan pikiranku ini untuk apa pun juga, aku memerlukan izinmu. Kekuasaan apakah yang ada padaku untuk berbicara kepada seseorang atau menggunakan pikiranku untuk suatu hal? Tanpa izin dan perintahmu aku tidak akan berbuat apa-apa." Lalu Astavakra berkat, "Engkau telah mencapai tingkat kesadaran Tuhan."
Astavakra menyuruh Janaka menaruh kaki pada tempat kaki pelana dan naik ke punggung kuda. Setelah duduk di atas punggung kuda dan menaruh kaki yang lain pada tempat kaki, ia telah mencapai kesadaran atma. Setelah seseorang menyerahkan pikirannya, dan bersama itu juga ucapan dan perbuatannya, maka ia tidak lagi mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk melakukan perbuatan apa pun juga tanpa izin orang yang telah diserahi pikirannya. Begitu pula Krishna berkata kepada Arjuna, "Arjuna, persembahkanlah semuanya kepada-Ku. Serahkan semua darmamu kepada-Ku. Aku akan memelihara dan menjagamu serta memberimu kebebasan dan keselamatan." Ia menyuruh Arjuna menyerahkan seluruh darmanya, seluruh tugas fisik, mental, spiritual, dan keduniawian, seluruh perbuatannya, pikirannya, dan ucapannya... "Serahkan semuanya itu kepada-Ku!" Mungkin sekarang engkau agak ragu-ragu. Jika semua darma, semua tugas, dilepaskan dan diserahkan kepada Tuhan, apa lagi yang tinggal untuk engkau kerjakan? Keinginan untuk moksa pun merupakan sejenis darma. Mungkin engkau berpikir, "Jika aku serahkan semuanya kepada Tuhan, maka keinginan untuk moksa punt tidak ada lagi." Tetapi arti yang sebenarnya adalah bahwa Tuhan menyingkirkan bebanmu sehingga engkau dapat mencapai moksa.
Segala pendidikan yang engkau peroleh, segala ilmu yang engkau cari, berkaitan dengan ketiga guna. Hanya bila engkau melampaui ketiga guna ini engkau akan dapat mencapai atma jnana. Ketika merayakan suatu perkawinan, diberikan restu agar kedua mempelai bersama-sama mencapai darma, artha, dan kama. Inilah ketiga hal pertama dari keempat tujuan utama dalam kehidupan manusia. Darma berarti tugas, tanggung jawab, dan kedudukan. Artha berarti usaha untuk mengumpulkan kekayaan, dan kama berarti keinginan untuk memperoleh keturunan dan kelestarian garis keluarga; semua ini berkaitan dengan hidup duniawi. Tujuan hidup yang keempat adalah moksa atau kebebasan yang berhubungan dengan kehidupan spiritual. Keempat tujuan ini disebut purushartha. Tetapi tiga purushartha yang pertama bila digabung, tidak dapat disamakan dengan yang keempat, yaitu kebebasan. Serahkanlah semua kegiatan remeh yang menyangkut tiga purushartha yang pertama itu, serahkanlah seluruhnya kepada Tuhan, dan tukarkan dengan satu harta amat mulia yang diberikan Tuhan sebagai imbalannya, yaitu purushartha yang keempat, kebebasan. Contoh sebagai berikut.
Seratus paisa sama dengan satu rupi; 100 rupi sama dengan 10.000 paisa ... jika engkau harus membawa 10.000 paisa ke mana-mana berarti engkau membawa bungkusan yang amat besar dan berat. Di samping sangat sulit menyembunyikan serta melindungi bungkusan uang logam yang begitu besar. Membawanya saya sudah susah. Jika engkau membungkus 10.000 paisa itu dengan sehelai kain, kain itu akan segera jebol dan uang logamnya tumpah semua. Karena itu Krishna berkata kepada Arjuna, "Arjuna, Aku akan memberikan kepadamu sehelai uang kertas seratus rupi, serahkan bungkusan logam 10.000 paisa itu kepada-Ku. Sehelai uang kertas seratus rupi sama dengan 10.000 paisa, tetapi beratnya sangat berbeda jika untuk dibawa ke mana-mana. Sama halnya dengan berbagai tugas kecil-kecil yang membebani engkau. Serahkanlah 10.000 darma itu kepada-Ku; Aku akan memberikan selembar uang kertas 100 rupi sehingga dapat meringankan bebanmu." Pikiranmu yang bermacam-macam, segala keinginan dan kemauanmu...semua keinginan kecil-kecil ini dapat dibandingkan dengan paisa itu. Bila engkau memiliki paisa yang kecil-kecil itu, jika tidak ditempatkan dalam satu kantong, nilainya tidak sama dengan uang satu rupi. Krishna berkata, "Arjuna, semua keinginan kecil-kecil itu tidak akan pernah sama nilainya dengan rahmat yang Aku limpahkan kepadamu. Maka serahkanlah itu semua kepada-Ku." Demikianlah cara Janaka mencapai kebebasan setelah ia menyerahkan seluruh pikirannya, seluruh hatinya, perbuatan, dan ucapannya kepada Astavakra.
Inti cerita ini adalah agar engkau menjadi amanaska yang artinya 'hampa pikiran'. Hanya bila engkau mempunyai pikiran maka senang dan sakit, bahagia dan duka, dan semua pasangan yang berlawanan lainnya akan timbul. Jika engkau ingin bebas dari hal-hal yang berlawanan itu dan menghadapi segala sesuatu dengan perasaan yang seimbang, engkau harus menyerahkan seluruh pikiranmu kepada Tuhan. Karena itulah Wedanta mengatakan bahwa pikiranlah sumber penyebab kebebasan dan keterikatan. Selama pikiranmu masih menguasai dirimu, rajo guna dan tamo guna tidak akan meninggalkan engkau. Selama engkau dikuasai oleh rajo guna dan tamo guna, engkau tidak bisa mencapai ketenangan. Mengapakah pikiran bergerak terus, selalu pindah dari satu tempat ke tempat yang lain? Sebabnya ialah karena adanya keinginan. Semua keinginan ini berhubungan dengan tubuh.
Bayangkan bahwa engkau menuang air ke dalam mangkuk; bila mangkuk itu goyang, air pun bergoyang juga. Jika mangkuknya tidak bergerak, air pun tenang. Bila air tenang, engkau dapat melihat bayanganmu dalam air. Kalau air goyang, bayanganmu juga goyang dan tidak jelas. Begitu pula jika engkau ingin mencapai keadaan hening dalam meditasi dan ingin mendapat penglihatan diri yang sejati, badanmu harus tenang. Badanmu ibarat mangkuk; pikiran dapat diumpamakan sebagai air yang ada di dalamnya. Jika badan bergerak seperti mangkuk yang goyang, pikiran pun lalu ikut bergerak. Karena jika engkau ingin agar pikiranmu tenang, engkau harus menenangkan badanmu. Makin banyak badan digerakkan, pikiran pun makin goyang.
Jika engkau melemparkan batu ke dalam kolam, maka timbullah riak. Riak atau gelombang yang timbul karena batu menimpa air, segera menyebar sampai ke pinggir kolam. Begitu juga jika engkau memasukkan suatu gagasan ke dalam kolam pikiran, getarannya merambat ke seluruh tubuh. Dan apa pun juga yang kau pikirkan, gagasan itu akan mempengaruhi perbuatanmu. Karena itu engkau harus selalu memasukkan gagasan yang baik ke dalam kolam pikiranmu.
Bila engkau mempunyai pikiran yang baik, maka akan ada perasaan yang baik juga dalam hatimu. Jika gagasan buruk masuk ke dalam pikiranmu, maka dalam apa pun juga yang engkau lihat, dalam apa pun yang engkau dengar, dalam apa pun yang engkau ucapkan, dan ke mana pun engkau pergi, pikiran buruk ini akan melahirkan perbuatan yang buruk sehingga membuahkan kesedihan.
Bila engkau duduk, badanmu harus tegak..tidak seperti orang tua, membungkuk. Engkau harus kokoh dan tegak. Tetapi jangan berlebihan sampai mengangkat kepala atau mendongak; juga jangan menoleh ke kiri dan ke kanan. Untuk meditasi penting sekali engkau duduk tegak. Jika engkau harus memukul paku yang panjang tegak lurus di atas kepalamu, paku itu harus langsung menuju muladhara cakra, pusat tenaga halus yang terletak paling rendah pada pangkal tulang punggung. Dengan cara demikian tenaga kundalini akan dapat bergerak tanpa halangan dari muladhara ke sahasrara, pusat energi tertinggi pada puncak kepala. Karena itu jagalah agar badanmu tenang, tegak, dan kokoh. Jika dari kecil membungkuk, maka pada usia tua punggungmu akan bungkuk sama sekali. Baik kepalamu, leher, atau tubuhmu, jangan sampai membungkuk. Hal itu sangat penting bagi para pelajar, mahasiswa, dan bagi para bakta. Karena itu, Aku akan sering mengingatkan engkau mengenai hal ini.
Mengapa engkau belajar; apa tujuanmu belajar? Sebenarnya engkau belajar untuk menenangkan pikiran dan badanmu. Kecuali bila sedang bermain, engkau jangan bergerak terlalu banyak; bahkan bila engkau sedang berbicara atau bernyanyi, engkau harus tenang. Dengan cara ini, jika sejak kecil engkau dapat mengendalikan badanmu, kelak akan sangat berguna bagimu sebagai sarang mencapai meditasi. Itulah sebabnya Krishna memberikan petunjuk-petunjuk ini kepada Arjuna untuk menjadikan ia contoh yang ideal bagi umat manusia. Krishna berkata kepadanya, "Arjuna, Aku menjadikan engkau alat sehingga dengan teladanmu engkau dapat mengajar seluruh umat manusia."
Arjuna menjadi seorang yang ideal. Karena kegoncangan pikirannya disebabkan oleh rajo guna dan tamo guna, Krishna memberitahu Arjuna agar secara perlahan-lahan ia menghilangkan kedua sifat itu. Dalam Bhagawad Gita bab kedua, bab mengenai Sankya Yoga, Krishna mengajarkan beberapa cara untuk menaklukkan sifat-sifat itu sehingga engkau dapat mengubah dirimu menjadi stithaprajna 'orang yang memiliki kebijaksanaan tertinggi'.