Kamis, 03 Februari 2011

PERCAKAPAN 7 PENGENDALIAN LIDAH DALAM MAKAN DAN BICARA

PERCAKAPAN 7
PENGENDALIAN LIDAH DALAM MAKAN DAN BICARA
Pintu utama menuju yoga 'persatuan dengan Tuhan' adalah pengendalian lidah; pengendalian ini meliputi bidang cita rasa dan ucapan. Gita telah menyatakan bahwa tanpa pengendalian lidah, sangat sulit untuk mengikuti jalan pengabdian dan masuk ke mahligai yoga yang menuju Tuhan.
________________________________________

Seperti halnya kebanyakan hewan dan burung, manusia mempunyai panca indera; kelima alat indera ini harus digunakan dengan sangat hati-hati karena harus diperhatikan kemampuan dan keterbatasannya. Engkau harus mengendalikan panca indera sebagaimana engkau mengendalikan tenaga dahsyat dan alat-alat yang digunakan sehari-hari. Umpama, bila digunakan dengan benar dan hati-hati, api akan sangat berguna bagimu, tetapi bila tanpa kendali ia akan amat berbahaya. Contoh lain misalnya listrik atau pisau; jika engkau tahu menggunakannya dengan tepat, ia akan bermanfaat; sebaliknya, ia juga dapat sangat berbahaya. Semua itu tergantung pada kehati-hatian dan ketepatan caramu menggunakannya. Wedanta telah menandaskan perlunya mengetahui penggunaan kelima indera itu secara benar dan bagaimana menerapkan pengertian tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap alat indera yang dimiliki manusia mempunyai satu kegunaan khusus, tetapi lidah diberi kemampuan ganda yaitu kemampuan bicara dan kemampuan cita rasa. Dalam Gita Tuhan memperingatkan agar engkau sangat berhati-hati menggunakan lidah; Ia memuji pengabdi yang mampu mengendalikan lidahnya dengan sempurna, karena orang semacam itu akan segera memperoleh hati yang mantap, bersih, dan tabah, serta senantiasa merasakan kehadiran Tuhan. Untuk memperoleh kemampuan pengendalian itu, pengabdi melakukan latihan-latihan khusus seperti misalnya bersikap hening tanpa bicara, mengatur makanan, atau berpuasa penuh.
Puasa dapat memajukan kesehatan jasmani, dan dalam alam jiwa ia dapat memberikan kegembiraan serta kebahagiaan. Makan yang berlebih-lebihan dan tanpa aturan sangat membahayakan pengabdi. Demikian pula memuaskan diri dengan berbagai makanan yang enak-enak akan membuat pengabdi menjadi tumpul, lamban, dan malas karena meningkatnya tamo guna 'sifat tamas' Sungguh bodoh bila mengira bahwa engkau dapat terus makan-makan enak, menikmati hidangan yang lezat-lezat dan sementara itu juga berusaha menyenangkan dan mendekati Tuhan. Kedua hal ini, mengumbar nafsu makan dan dekat dengan Tuhan, tidak cocok satu sama lain. Karena itu, sejak awal engkau harus berusaha mengendalikan lidah. Bila engkau mampu mengendalikan lidah, indera yang lain dengan sendirinya akan terkendalikan juga.
Dewasa ini para pengabdi telah mengikuti berbagai aturan dan ketentuan untuk mendisiplinkan kehidupan spiritualnya, tetapi sayang hal ini tidak cukup ampuh untuk mengendalikan lidah. Sebenarnya tidak perlu bersusah payah untuk mengendalikan panca indera itu; kalau lidah sudah dapat dikendalikan dengan baik yang lain akan ikut dengan sendirinya. Karena orang belum mampu mengendalikan lidahnya, ia selalu ragu-ragu, mengalami kekacauan pikiran, pertentangan batin, dan kebingungan. Pengendalian lidah bukan hanya menyangkut makanan, tetapi juga bicara. Engkau harus menyadari bahwa tidak ada yang lebih hebat daripada kemampuan kata-kata. Karena itu engkau harus betul-betul mengendalikan pembicaraanmu secara ketat.
Dalam kehidupan sehari-hari engkau mengetahui bahwa kita harus berkorban untuk mendapatkan barang sekecil apa pun. Kita tidak dapat memperoleh barang tanpa membayar. Bahkan sering orang rela mengorbankan jiwanya untuk memperoleh suatu barang kecil yang tidak berarti. Namun, hal yang sangat penting yang mencakup semua hal lainnya dan merupakan dasar segala yang berguna, tidak diusahakan. Harta yang paling mulia itu adalah atma. Hanya bila engkau mengorbankan sesuatu, engkau akan mendapatkan yang lain sebagai gantinya. Tidakkah engkau rela mengorbankan segala-galanya untuk mencapai atma?
Jika engkau ingin membeli sayuran di pasar, engkau harus memberikan uangmu. Tanpa membayar atau mengorbankan uangmu, engkau tidak akan memperoleh sayuran tersebut. Dengan mengorbankan sesuatu engkau akan mendapat yang lain. Demikian pula jika ingin mendapat kebajikan, engkau harus membuang sifat-sifat yang tidak baik. Hanya dengan mengorbankan keinginan dan perasaan tidak senang engkau akan mendapat keseimbangan pikiran. Hanya dengan mengorbankan sifat-sifat burukmu engkau akan mendapat sifat-sifat yang mulia; hanya dengan membuang pikiran-pikiran jahat, kebiasaan buruk, dan perbuatan yang tercela, engkau akan mendapat pikiran yang baik, kebiasaan yang baik, dan perbuatan yang baik.
Banyak orang yang arif bijaksana telah mengajarkan bahwa lidah selalu ingin menikmati makanan yang enak-enak, dan bila kita mampu mengendalikan lidah, segala sesuatu akan berjalan dengan mudah. Kata lain yang digunakan untuk pengendalian ini adalah diam. Diam tidak hanya berkenaan dengan pengendalian lidah. Bukan hanya tidak bicara, tetapi juga mengheningkan pikiran. Engkau harus bebas dari segala pikiran. itulah yang disebut keheningan sejati.
Jika engkau ingin mengatur makanan yang akan kau makan, engkau tidak boleh terus menuruti kehendak lidah. Engkau harus mengembangkan buddhi yoga, artinya mengembangkan kemampuan pikiran untuk membeda-bedakan. Engkau harus menggunakan kemampuan itu untuk terus menerus mencari yang kekal dan membedakannya dari yang tidak kekal, membedakan yang mempunyai perasaan dengan yang tidak mempunyai perasaan; itulah yang dinamakan buddhi yoga 'yoga akal budi'. Engkau harus menyelidiki dan mengetahui apakah makanan yang kau makan mengandung sifat satwa, rajas, atau tamas. Apakah makanan itu mempunyai standar kemurnian yang tinggi? Bila engkau mampu menimbang-nimbang seperti ini dan makan dengan bijaksana, engkau tidak akan terpengaruh oleh celaan atau pujian, engkau akan selalu berada dalam keseimbangan batin.
Namun, bila engkau makan secara sembarangan, tanpa memikirkan apakah makanan itu layak atau tidak, semata-mata untuk memuaskan rasa lapar dan menuruti cita rasa, engkau tidak akan mampu menguasai keterikatan serta keinginanmu. Engkau akan tak berdaya apa-apa. Jika orang mencerca engkau, mengkritik, atau menyalahkan engkau, engkau akan merasa kecil dan beranggapan bahwa seluruh dunia membencimu. Kebahagiaanmu lenyap seketika bila engkau dicela orang; engkau akan merasa sedih dan merasa bahwa hidupmu tidak berarti. Sebaliknya jika engkau dipuji dan dihargai, engkau akan membusungkan dada dan merasa bangga; maka sungguh sulit untuk menguasai perasaanmu. Apakah yang menyebabkan ketidakseimbangan ini? Sebab utama yang paling penting dari kelemahan semacam ini adalah jenis makanan yang kau makan.
Gita menandaskan perlunya bersikap sangat hati-hati bila memilih makanan yang engkau makan. Engkau harus selalu ingat pentingnya makanan yang satwa untuk membantu menjaga keseimbangan batin dalam segala situasi sehingga engkau tidak berbesar hati bila dipuji atau berkecil hati jika dicela. Juga dijelaskan dalam Gita bahwa periuk dan alat-alat masak lainnya harus murni, demikian pula proses memasaknya harus murni. Periuk belanga yang digunakan harus betul-betul bersih. Kemurnian tidak banyak berarti kebersihan fisik, tetapi juga cara perolehan peralatan dan bahan-bahan makanan itu. Engkau harus melihat apakah alat-alat itu diperoleh dengan cara yang halal dan dengan bekerja jujur, ataukah perolehan barang itu melalui cara yang tidak terpuji. Barang-barang yang diperoleh dengan cara yang tidak halal dan digunakan untuk memasak tidak hanya akan melahirkan pikiran-pikiran yang buruk, tetapi juga akan menggiring engkau ke jalan yang salah.
Langkah berikutnya ialah memperhatikan kemurnian proses memasak itu sendiri dengan memastikan pikiran dan perasaan orang yang memasak. Tiga hal yang telah disebut itu harus diperhatikan sebaik-baiknya dan diawasi. Pada umumnya orang hanya memperhatikan kebersihan periuk dan alat-alat masak, tetapi dua lainnya tidak yaitu kebersihan atau kesucian tukang masak dan kebersihan makanan itu sendiri. Engkau tidak mengetahui perasaan dan pikiran tukang masak, dan engkau juga tidak mengetahui apakah pedagang-pedagang memperoleh barang dagangannya yang kau beli di pasar dengan cara halal atau tidak.
Karena itu, sebelum engkau makan, engkau harus berdoa dan mempersembahkan seluruh makanan kepada Tuhan agar dibersihkan dan disucikan. Doa sebelum makan ini bukan untuk kepentingan Tuhan, melainkan untuk kebaikanmu sendiri, dengan memohon rahmat Tuhan, makananmu akan tersucikan. Doa yang dapat diucapkan sebelum makan adalah bait ke-24 dalam bab ke-4 kitab Bhagawad Gita dan baik ke-14, yaitu sebagai berikut:
Brahmaarpanam, Brahma Havir,
Brahmaagnau Brahmanaa Hutam,
Brahmaiva Tena Gantavyam,
Brahma Karma Samaadhinaha.
Aham Vaishvaanaro Bhutvaa,
Praaninaam Dehamaashritaha,
Praanaapaana Samaa Yuktaha,
Pachaamy Annam Chatur Vidham.
Upacara persembahan adalah Brahman,
Persembahan itu sendiri adalah Brahman,
Dipersembahkan oleh Brahman dalam api suci yang juga Brahman.
Hanya dialah mencapai Brahman yang dalam seluruh kegiatannya khusyuk sepenuhnya dalam Brahman.
Aku adalah Waishwaanaro, kemampuan yang memenuhi alam semesta yang berada dalam badan segala makhluk hidup.
Menyatu dengan nafas yang masuk dan keluar,
Aku mencerna segala macam (empat jenis) makanan.
Sebelum doa ini diucapkan, makanan hanya berupa makanan belaka, tetapi setelah kau persembahkan kepada Tuhan, ia menjadi prasadaam 'makanan suci'. Doa itu menghapuskan segala cacat cela pada periuk dan bahan makanan, serta menghilangkan pengaruh negatif apa pun yang terserap masuk ke dalam makanan dalam proses pengolahannya.
Menurut Bhagawad Gita, mengendalikan lidah dengan makan makanan yang satwik secara terbatas, sangat penting bagi seorang pengabdi. Aspek kemampuan lidah yang kedua adalah bicara. Seperti telah dijelaskan, perkataan mempunyai pengaruh yang kuat pada pikiran dan seluruh proses mental. Pengaruhnya sangat hebat. Ia bisa memotong pikiran. Ia bisa menghancurkan hatimu bahkan dapat membunuhmu. Tetapi ia juga dapat memberikan kehidupan, semangat, dan membantu engkau mencapai tujuan. Dua akibat yang bertentangan itu ditimbulkan oleh kata-kata yang kau ucapkan.
Dengan menggunakan kata-kata yang tepat, engkau dapat mengubah seluruh pikiran seseorang. Sayang, banyak cendekiawan tidak mempercayai hal ini. Mereka beranggapan, "Mana bisa mengubah pikiran orang hanya dengan perkataan? Apakah telah diadakan percobaan untuk membuktikan adanya kemampuan dalam kata-kata itu? Perkataan tidak lain hanyalah kumpulan bunyi yang terdengar oleh telinga. Namun pikiran adalah hal yang sangat halus. Bagaimana mungkin pikiran yang halus seperti itu dipengaruhi oleh bunyi? Hal itu tidak mungkin." Karena itu mereka berpendapat bahwa pikiran tidak mungkin dapat diubah dengan perkataan. Dengarkanlah cerita ini.
Ada seorang pejabat Indian Administrative Service (IAS) yang juga berpendapat seperti cendekiawan itu. Ia kebetulan menjabat sebagai sekretaris Pendidikan di suatu daerah. Pada suatu hari ia mengunjungi sebuah sekolah dan melihat suatu kelas pada saat seorang guru sedang mengajarkan Weda kepada sekelompok murid. Guru rohani ini mengajar terus menerus selama beberapa jam dan berbicara tiada putusnya. Setelah lama mendengarkan, pejabat itu merasa pusing. Akhirnya ia berkata kepada guru, "Pak Guru, mereka masih anak-anak. Tidak ada gunanya menyiksa mereka selama berjam-jam dengan ceramah yang begitu panjang. Bagi mereka pelajaran ini tidak ada artinya sama sekali. Ajaran kitab suci dan makan Weda yang mendalam itu tidak mungkin dimengerti oleh anak-anak kecil ini." Guru itu menjawab bahwa justru anak-anak usia seperti itu mudah diberi pengertian tentang jalan yang benar. Ia beranggapan bahwa dengan diajarkannya kebenaran yang mulia ini sejak dini, keraguan dalam hati anak-anak tersebut dapat dilenyapkan, dan mereka dapat dituntun pada jalan yang benar. Pejabat itu berkata, "Saya tidak percaya semua itu. Bagaimana mungkin pikiran dapat diubah oleh kata-kata saja? Saya tidak percaya hal itu bisa terjadi."
Dengan berbagai cara, beberapa penjelasan, serta argumentasi, guru itu berusaha meyakinkannya, namun pejabat IAS itu tidak mau mendengar dan tidak mau mengerti kata-kata guru itu. Pikirannya tertutup. Terlalu banyak pendidikan kadang-kadang dapat mengakibatkan sakit jiwa; timbul keragu-raguan, lalu otak yang bicara; dalam sekejap segala kebajikan lenyap, dan akan tidak jalan. Setelah guru itu menyadari bahwa jerih payahnya memberi penjelasan kepada pejabat itu sia-sia belaka, ia memutuskan akan membuktikan pandangannya dengan pelajaran yang praktis sehingga pejabat itu pasti mengerti. Ia menyuruh murid yang termuda berdiri dan berkata, "Nak, tolong seret pegawai IAS ini ke luar ruangan. Lakukan segera!"
Begitu pejabat itu mendengar kata-kata Pak Guru, ia naik pitam. Ia lalu beteriak, "Kau ini siapa? Saya ini pejabat Administrasi India, Sekretaris Pendidikan Daerah, dan kau suruh anak kecil mengusir aku! Betul-betul kurang ajar kau ini ya!" Pak Guru berkata kepada pejabat itu, "Baik Pak, saya tidak memukul, tidak menghantam, bahkan menyentuh pun tidak. Saya tidak berbuat apa-apa terhadap Bapak. Tetapi Bapak sudah begitu marah hanya karena mendengar kata-kata. Apakah kiranya yang menyebabkan Bapak marah? Karena kata-kata saya itu, bukan?" Demikianlah cara Pak Guru menunjukkan kepadanya bahwa kata-kata sangat kuasa; kata-kata mempunyai kemampuan yang ampuh untuk mencelakakan atau untuk menimbulkan hal yang baik, sesuai dengan cara kita menggunakannya. Setelah mendapat pelajaran ini, pejabat itu pergi dan pengalaman itu menjadikan ia lebih bijaksana.
Dalam kitab-kitab suci engkau juga akan menemukan pernyataan yang menunjukkan bahwa kata-kata sangat ampuh dan dapat menghancurkan dunia. Di situ dikatakan bahwa jika engkau menebang pohon, ia masih bisa tumbuh; atau jika sebatang besi dipatahkan menjadi dua, tukang besi dapat menyambungnya kembali dengan memanaskannya dan menempanya menjadi satu. Tetapi , jika engkau menghancurkan hati dengan kata-kata yang berbisa, tidak mungkin dapat diutuhkan kembali. Kata-kata dapat menyebabkan kesulitan yang tak berkesudahan dan dapat pula memberikan kebahagiaan yang tak terhingga. Karena itu, engkau harus sangat berhati-hati agar tidak menggunakan kata-kata yang dapat menyakiti atau melukai hati orang lain.
Bila engkau tergelincir dan jatuh, mungkin badanmu lecet sehingga engkau merasa agak sakit, tetapi tidak akan ada akibat yang serius yang berlangsung lama. Mungkin juga engkau luka, tetapi dapat diobati dan segera sembuh. Akan tetapi jika perkataanmu tergelincir sehingga menyakiti hati orang lain, luka yang ditimbulkannya tidak dapat disembuhkan oleh dokter mana pun di dunia. Karena itu, janganlah mengeluarkan kata-kata yang kiranya dapat menyakiti hati orang lain. Pada suatu hari kata-kata yang kau gunakan itu akan berbalik kepadamu. Nah, gunakanlah selalu kata-kata yang lembut dan sedap didengar.
Telah Kukatakan bahwa lidah sangat menyukai rasa manis; engkau dapat berkata kepadanya, "Oh lidah, engkau sangat senang kepada yang manis-manis, mengapa engkau tidak melekat pada nama Tuhan yang manis? Oh lidah, engkau tahu apa artinya korban yang sejati; engkaulah perwujudan korban suci itu. Gunakanlah dirimu hanya untuk menyanyikan nama Tuhan. Kidungkanlah Narayana, Govinda, Madhawa sehingga engkau tersucikan."
Nah, mengapa kita katakan bahwa lidah tahu arti pengorbanan yang sesungguhnya dan sama sekali tidak mementingkan diri sendiri? Ya, inilah yang kau alami sehari-hari. Misalnya, jika engkau memberikan sesuatu yang manis kepada lidah, ia akan merasakannya, dan segera setelah mengecap manisnya yang nikmat itu, ia berkata dalam hati, "Oh, biarlah kuberikan makanan yang lezat ini kepada perut agar ia juga dapat menikmatinya." Tetapi, jika yang dirasakannya itu tidak enak, umpama sesuatu yang pahit, maka lidah tidak akan memberikannya kepada perut, melainkan akan segera mengeluarkannya agar tidak menyusahkan perut. Baik atau buruk, manis maupun pahit, tidak akan ditahan oleh lidah semata-mata untuk kenikmatannya sendiri. Lidah hidup tanpa mementingkan diri sendiri, dan hidup secara terhormat, sadar akan keterbatasannya. Selamanya ia puas tetap terkurung dalam mulut. Pernahkah ia keluar sesekali pun? Tidak. Apa pun yang dikerjakannya, dilakukannya dalam mulut tanpa mengeluh.
Lidah masih mempunyai sifat penting yang lain; ia memiliki ketabahan yang luar biasa. Betapa pun besar kesulitan dan masalah yang dihadapi, apa pun juga kesulitan yang ditimbulkan pihak lain, ia tetap pada tempatnya sendiri, tidak pernah keluar batas, dan selalu tawakal. Ia hidup di tengah-tengah penghuni yang sangat jahat, berdampingan dengan gig gerigi yang amat tajam dan kuat. Dengan kemahirannya ia berusaha agar tidak tergigit atau terlukai oleh sesama penghuni mulut yang sangat garang itu. Karena kepandaian serta ketawakalannya yang luar biasa itu, ia dapat bertahan hidup dengan baik di antara penghuni yang begitu mengerikan, tanpa pernah mengalami cedera sama sekali.
Dengan demikian, lidah dapat memberikan beberapa pelajaran yang sangat penting dan berguna untukmu. Misalnya, ia mengajarkan bahwa engkau bisa hidup di tengah-tengah orang yang sulit diajak bergaul; dengan hati-hati, ketabahan, dan keluwesan, engkau harus dapat hidup dengan gembira walau berada dalam keadaan yang sulit. Namun, dewasa ini tidak banyak orang dapat mengikuti teladan yang baik itu. Kebanyakan mereka juga cenderung menjadi jahat setelah bergaul dengan orang yang jahat. Semua perasaan yang baik, sifat-sifat yang baik, pikiran yang baik, perbuatan yang baik, hilang lenyap seketika, dan mereka kehilangan segala kebajikan serta keutamaan mereka. Agar tidak menderita akibat buruk seperti itu, penting sekali engkau mampu mengendalikan lidahmu.
Swami sering sekali mengatakan kepada para pelajar, "Murid-murid-Ku, janganlah kalian bicara terlalu banyak. Tenaga Tuhan yang ada dalam dirimu akan terbuang percuma dalam proses itu. Karena terlalu banyak bicara, daya ingatmu akan hilang dan engkau akan menjadi lemah. Akibatnya engkau akan cepat tua. Di samping itu engkau akan mendapat nama buruk."
Sebuah radio misalnya, engkau hidupkan untuk mendengar warta berita atau lagu-lagu rohani, tetapi setelah selesai engkau lupa mematikannya kembali sehingga radio itu berbunyi terus tanpa tujuan. Berapa daya listrikkah terbuang karena terus menerus berbunyi sepanjang hari? Bukankah itu suatu pemborosan energi? Badan kita pun dapat dibandingkan dengan sebuah radio dan akal budi sebagai alat yang menghidupkannya, tetapi tidak mematikannya lagi. Dalam pengandaian ini pikiranmu sama saja dengan suara tak berguna dalam bentuk kata-kata dan ucapan yang mengoceh tanpa henti sepanjang hari. Kekuatan suci dalam dirimu akan terbuang-buang karena bicara yang tak habis-habisnya semacam ini. Dari mulai bangun pada pagi hari sampai malam ketika akan tidur, engkau terus saja bicara, kalau tidak dengan suara keras, engkau berbicara dalam hati. Mungkin volume suara direndahkan, namun bicara tetap berlangsung. Kekuatan atma dalam dirimu terbuang percuma seperti halnya radio yang berbunyi terus menerus menghabiskan listrik. Apakah bunyinya keras atau pelan, energi tetap terbuang.
Penyebab utama keadaan cepat tua dan pikun adalah bicara itulah, banyak bicara dan terlalu banyak bicara. Banyak bicara tidak baik. Engkau harus bisa diam. Sejak lahir engkau tidak pernah membiasakan berdiam diri. Sekarang engkau harus meningkatkan kebiasaan itu. Sesungguhnya kedua fungsi lidah sangat erat hubungannya satu sama lain. Terlalu banyak bicara menyebabkan timbul rasa lapar yang tidak wajar. Bila pembicara merasa lapar, dengan sendirinya ia akan makan lebih banyak. Karena makan yang berlebihan itu, akan timbul perasaan yang kemudian dinyatakan dalam bicara yang lebih banyak lagi. Dalam keadaan seperti ini hampir tidak mungkin lagi mengendalikan indera.
Jika engkau memberi kuda makanan yang baik dan mengikatnya pada sebuah tonggak, ia akan menjadi sangat gelisah, tersiksa, dan tidak bisa diam. Bila kuda kau beri makanan yang baik, ia juga perlu disuruh bekerja. Demikian pula jika engkau makan yang enak-enak tanpa diikuti kerja dan gerak badan, engkau akan merasa gugup dan gelisah. Di samping itu, engkau akan menjadi egoistis dan angkuh. Gerak badan yang baik dapat menyehatkan badan dan akan mengendalikan kecenderungan-kecenderungan yang negatif. Salah sat tujuan utama kegiatan spiritual adalah agar makanan yang engkau makan dapat digunakan untuk mengabdi masyarakat. Engkau harus bertekad untuk senantiasa berbuat baik. Walau menghadapi kesulitan, janganlah engkau melenceng bagaikan nyala api yang tertiup angin. Engkau harus memiliki rasa percaya diri yang teguh.
Perhatikan seekor burung kecil yang hinggap di atas pohon dan bertengger beberapa saat lamanya. Misalkan angin bertiup sehingga dahan tersebut bergoyang ke kiri dan ke kanan. Burung kecil tadi tidak merasa takut akan goyangan itu. Mengapa? Karena ia tidak sepenuhnya tergantung pada kemampuan dahan itu. Ia mengandalkan sayapnya dan karena itu mempunyai keyakinan diri yang kuat sehingga sama sekali ia tidak merasa khawatir akan jatuh karena goncangan dahan itu. Namun, dewasa ini orang cepat merasa ketakutan dengan kesulitan hidup sehari-hari yang kecil sekali pun. Ia tidak mempunyai rasa percaya diri seperti yang dimiliki oleh burung kecil itu. Mengapa demikian? Sebabnya tidak lain karena kebanyakan makan makanan yang bersifat tamas, penuh dengan sampah, yang melahirkan perasaan yang dikuasai rajas sehingga menimbulkan nafsu dan amarah. Akibatnya ia tidak mempunyai kesempatan untuk menghayati sifat sejati manusia yaitu keseimbangan jiwa dan sifat yang satwa.
Pemuda sekarang penuh keragu-raguan. Mereka melihat binatang dan burung berhubungan satu sama lain dengan caranya masing-masing, menikmati kebebasan, maka mereka berpikir mengapa mereka tidak mempunyai kebebasan dan kemerdekaan seperti satwa itu. Jawaban yang tepat adalah , "Ya, engkau pun berhak atas kebebasan, namun kebebasan yang pantas untuk manusia, bukan kebebasan ala binatang." Engkau mesti menikmati kebebasan manusia yaitu kebebasan yang berlaku bagi manusia. Hiduplah sebagai manusia sejati; kembangkan sifat-sifat yang cocok untuk manusia. Jangan menamakan diri manusia kalau ingin menikmati kebebasan seperti binatang.
Sifat manusia adalah pengorbanan, cinta kasih, belas kasihan, kemurahan hati, simpati, tanpa kekerasan, dan sifat-sifat mulia yang lain. Janganlah mengembangkan sifat kebinatangan seperti egoisme, amarah, ketamakan, kebencian, kecemburuan, dan sebagainya. Sifat-sifat kebinatangan ini tidak boleh ada pada diri manusia.
Khususnya jangan sekali-kali engkau membiarkan egoisme, kecongkakan, dan iri hati bersarang dalam dirimu. Ketiga sifat ini paling buruk di antara sifat-sifat buruk yang ada pada manusia. Jika engkau ingin memperoleh sifat-sifat yang baik saja yaitu sifat manusia dan bukan sifat binatang, engkau harus mengendalikan lidah, baik dalam hal bicara maupun dalam hal makan. Inilah jalan yang mudah bagi manusia. Bhakti yoga yaitu jalan pengabdian, menghendaki agar engkau menggunakan lidah dengan baik, yang berarti bahwa engkau menggunakan makanan dengan baik dan menggunakan perkataan dengan baik.
Terutama dalam zaman Kali ini, lidah dapat disucikan dengan mudah dengan menyebut nama suci Tuhan berulang-ulang. Daripada menghabiskan energi Tuhan yang sangat berharga dan waktu yang berharga untuk mengobrol, lebih baik lidah digunakan untuk menyanyikan lagu pujian Tuhan dan menyebut nama-Nya berulang-ulang. Nyanyikanlah nama Tuhan! Itulah cara yang baik untuk melewatkan hidupmu. Penuhilah hidupmu dengan kemuliaan dan kesucian kehadiran-Nya.