Kamis, 03 Februari 2011

PERCAKAPAN 26 DARMA DAN KEBENARAN ADALAH NAPAS KEHIDUPAN

PERCAKAPAN 26
DARMA DAN KEBENARAN ADALAH NAPAS KEHIDUPAN
Krishna berkata, "Di mana ada dharma, di mana ada kebajikan dan kesucian, di mana kewajiban dan kebajikan dan kebenaran dipatuhi, di sana akan ada kemenangan. Orang yang melindungi dharma akan dilindungi oleh dharma. Arjuna! Amalkanlah dharma selalu. Tempuhlah kehidupan yang suci dan terhormat."
________________________________________

Dharma mempunyai tujuh segi seperti halnya matahari mengandung tujuh warna. Segi dharma yang pertama adalah kebenaran. Segi yang kedua adalah watak yang baik. Yang ketiga kebajikan. Yang keempat pengendalian indera. Yang kelima tapa. Yang keenam menjauhi (nafsu dan keinginan) duniawi, dan segi yang ketujuh adalah tanpa kekerasan. Ketujuh segi dharma itu dicanangkan untuk melindungi manusia dan untuk kesejahteraan masyarakat.
Seperti panas adalah sifat api, dingin sifat es, harum sifat bunga yang sedang mekar, dan manis sifat gula, begitu pula kebenaran adalah sifat manusia. Kebenaran adalah dasar dharma. Bila manusia menyadari kebenaran sejati yang merupakan sifat dasarnya, maka ia mengetahui kesejatian dirinya. Watak yang baik merupakan napas hidup bagi kebenaran.
Ada tiga aspek watak yang sangat penting bagi setiap orang yang ingin mencapai sukses dalam bidang kerohanian. Aspek yang pertama sangat tepat dinyatakan dengan kata-kata: toleransi, kesabaran, dan ketabahan. Aspek ketiga dapat dinyatakan dengan kata-kata: ketetapan hati, kebulatan tekad, dan keuletan. Pendidikan apapun yang engkau miliki, betapa pun kayanya engkau, apa pun jabatanmu, apakah engkau seorang sarjana atau negarawan, jika engkau tidak mempunyai ketiga aspek watak ini, engkau tidak lebih daripada orang mati. Hasil lain apapun yang mungkin engkau peroleh, tanpa ketiga aspek watak ini, segala prestasi dan hasil karyamu tidak akan berarti. Orang hanya memperhatikan keindahan luar, tetapi Tuhan hanya mengenal keindahan batin. Sebenarnya bagi manusia, watak yang luhurlah yang merupakan keindahannya. Orang yang tidak memiliki watak yang baik tidak berbeda dengan sebuah batu. Engkau harus mengikuti ketujuh segi dharma ini dan membiarkan setiap aspek bersinar dalam dirimu karena setiap aspek itu merupakan sifatmu yang sejati.
Langkah dasar adalah kebenaran. Kebenaran tidak berarti sekedar tidak berbohong. Engkau harus menganggap kebenaran sebagai jantung hatimu, sebagai dasar hidupmu. Engkau harus siap meninggalkan segalanya demi kebenaran. Dunia berjalan karena menakuti kebenaran dan selalu mengabdi kepada kebenaran. Bila kebenaran tidak ada, manusia akan takut hidup. Kebenaran memberikan keberanian kepada manusia. Kebenaranlah yang melindungi dunia dan menyebabkannya bergerak. Kebenaranlah yang mengusir rasa takut. Kebenaran adalah suatu nilai yang begitu penting sehingga hanya bila ditegakkan benar-benar manusia akan dapat mencapai sifat ketuhanan. Watak yang baik adalah napas kebenaran. Yang penting bagi watak adalah kebajikan dan tingkah laku yang baik. Umat manusia tidak akan bersinar tanpa perbuatan yang baik. Kebajikan, sifat-sifat yang baik, dan perbuatan yang baik, semua ini memberi keindahan dan kemuliaan pada umat manusia.
Untuk melindungi umat manusia dan mengembangkan sifat ketuhanan, engkau harus menjadikan kebenaran, watak yang baik, dan perbuatan yang baik sebagai dasar. Sejak kecil engkau harus berusaha mencapai hal-hal ini. Pada masa kanak-kanak, manusia cenderung melakukan kesalahan-kesalahan kecil, disadari atau tidak. Karena takut kesalahan itu diketahui orang tuanya dan mungkin ia akan dihukum atau dicela maka si anak berusaha menyembunyikan kesalahannya itu, Dengan demikian anak sejak kecil mengembangkan kebiasaan berbohong; kebiasaan ini akhirnya akan menghancurkan sifat manusiawi dalam diri seseorang. Karena itu engkau harus bertekad untuk selalu berbicara jujur, tanpa merasa takut dan tanpa memperdulikan akibatnya, apakah akan menyenangkan dan menguntungkan bagimu, ataukah akan berakibat dimarahi dan dihukum. Seperti halnya fondasi sangat penting bagi bangunan rumah, seperti halnya akar merupakan dasar sebatang pohon, kebenaran adalah dasar hidup bagi manusia.
Jika engkau ragu-ragu dalam menegakkan kebenaran, tidak akan ada keselamatan dan perlindungan bagi hidupmu. Contoh kepatuhan mutlak pada kebenaran dapat dilihat dalam kehidupan Harischandra. Untuk mematuhi kebenaran, Harischandra meninggalkan istrinya, putranya, dan kerajaannya; ia menjadikan kebenaran sebagai tirakatnya. Akhirnya, untuk membayar hutangnya, ia harus menjual istrinya sebagai budak, kemudian putranya, dan akhirnya dirinya sendiri. Walaupun dalam keadaan yang buruk seperti itu, walaupun ia dalam keadaan tidak berdaya, ia tidak bersedia berkata yang tidak benar. Ketika anaknya meninggal, istrinya membawa jenazahnya ke tempat perabuan. Walaupun ia tahu istrinya, Chandramurti, dan jenazah itu adalah anaknya, ia tetap merasa bertanggung jawab melakukan tugas sebagai pengelola tempat perabuan. Dalam keadaan yang amat sulit, Harischandra tidak pernah meninggalkan kejujuran atau menyimpang dari dharma. Ia menganggap kebenaran dan dharma sebagai dua mata, atau seperti dua roda sebuah kereta, atau seperti dua sayap seekor burung, satu dan yang lain tidak terpisahkan.
Orang tua harus mendidik anak-anak sejak dini mengenai pentingnya berbicara jujur. Pada suatu ketika, seorang ayah ingin memberikan hadiah khusus untuk ulang tahun putranya. Karena cintanya kepada anaknya itu, sang ayah memberi anak itu uang logam dari emas serta menyuruh anak itu minta kepada ibunya agar dibuatkan cincin dari mata uang itu. Keesokan harinya anak- laki-laki itu akan mengikuti ujian; ia menaruh uang logam itu di atas meja tempat ia belajar. Anak ini mempunyai adik perempuan yang selalu ingin tahu dan nakal. Ia masuk ke kamar dan melihat uang logam itu. Ia mengambil uang itu dan bertanya, "Kak, apa ini?" Kakaknya menjawab, "Uang logam dari emas." Adiknya bertanya, "Dapat dari mana uang itu?" Dengan berkelakar ia berkata, "Ya, tumbuh di atas pohon." "Bagaimana mungkin uang logam bisa tumbuh dari pohon?", adiknya yang masih kecil bertanya. Kakaknya lalu mengarang cerita dan terus menceritakan kisah-kisah bohong. Katanya, "Jika engkau jadikan uang ini sebagai bibit dan kau tanam dalam tanah, lalu kau sirami, kau urus, dan kau lindungi, nanti akan tumbuh sebatang pohon. Kemudian dari pohon itu engkau akan mendapat banyak uang logam emas." Adiknya mau bertanya lagi, tetapi kakaknya berkata. "Dengar, aku tidak mempunyai waktu untuk bicara lagi dengan engkau sekarang. Aku harus belajar. Nanti saja kalau bertanya." Karena melihat kakaknya sibuk, ia mempergunakan kesempatan untuk mengantongi uang logam emas itu lalu pergi. Dari tempat itu ia pergi ke halaman dan menggali lubang. Ia menaruh uang logam itu dalam lubang dan menimbuninya dengan tanah. Ia menyirami gundukan tanah itu. Sepanjang hari ia memikirkan apa yang telah dikatakan oleh kakaknya bahwa sebatang pohon akan tumbuh dari uang logam itu jika ditanam.
Pembantu rumah tangga yang mengamati anak kecil itu dari jendela, melihat anak itu memasukkan uang emas ke dalam lubang. Ketika anak itu masuk ke rumah, si pembantu menggali lubang tadi dan mengambil uangnya. Tak lama kemudian ibu si anak datang dan menyuruh anak laki-laki tadi bersiap pergi ke sekolah. Anak itu akan memberikan uang logam tadi kepada ibunya agar dibuatkan cincin sebagaimana pesan ayahnya. Tetapi anak tidak menemukan uang logamnya. Ia mencari adiknya dan menanyakan apakah ia melihat uang logam itu. Adiknya berkata, "Kak, saya pikir jika kita tanam uang itu agar tumbuh menjadi pohon, kita akan mempunyai banyak uang logam seperti itu; jadi uang itu saya tanam dalam lubang yang saya buat di kebun." Mereka pergi ke tempat itu dan menggali, tetapi uang logamnya tidak ada di sana.
Nah, anak itu sangat sedih. Pada hari ulang tahunnya, saat mestinya ia bergembira, ia menangis. Ia menceritakan apa yang terjadi kepada ibunya. Ibunya bertanya kepadanya, "Tetapi Nak, katakan kepadaku mengapa adikmu mengambil uang logam itu dan menanamnya di kebun?" Anak laki-laki itu tidak tahu, maka adiknya dipanggil dan ditanya mengapa ia melakukan hal itu. Anak itu berkata, "Kakak mengatakan kepadaku bahwa uang itu bisa tumbuh menjadi pohon uang logam; jadi saya kerjakan seperti yang dikatakan kakak." Ibunya berkata kepada anak laki-laki itu, "Karena engkau mengada-ada cerita ini dan berbohong kepada adikmu, akibatnya engkau bukannya bergembira dan menikmati hari ulang tahunmu, tetapi engkau menangis; bukan hanya itu, engkau kehilangan uang logam emas yang diberi ayahmu." Pada usia muda bila anak diizinkan berbohong dan berbuat yang tidak benar, kebiasaan ini akan menjadi-jadi. Sebaliknya, jika engkau mendidik anak sejak kecil agar menjadikan kebenaran sebagai dasar hidupnya, wataknya akan tumbuh dan ia akan dapat mencapai berbagai hal yang besar.
Pada suatu hari ada seorang jagadguru, guru besar yang banyak menolong orang agar maju dalam bidang kerohanian. Bila ada orang yang datang untuk didiksa, guru ini menanyakan tentang tingkah laku dan wataknya untuk menentukan sifat-sifat orang itu. Sesuai dengan kualitas dan tingkat perkembangan rohaninya, sang guru memberikan mantra. Seorang pencuri, setelah mengetahui kebesaran jagadguru ini, datang kepadanya dan memohon mantra. Sang guru berkata kepadanya, "Baik Nak, bagaimana sifat-sifatmu? Apakah kelemahanmu?" Pencuri itu berkata, "Sifat saya yang tidak baik adalah memasuki rumah demi rumah pada tengah malam dan mencuri barang-barang dalam rumah itu. Karena malam hari saya mencuri, siang hari saya mabuk dan tidur. Minum adalah kebiasaan buruk saya yang kedua. Jika polisi menangkap saya, maka untuk menyelamatkan diri, saya berbohong. Itu kebiasaan buruk saya yang ketiga."
Mahatma bertanya kepadanya, "Baik Nak, dapatkah engkau menghilangkan satu dari tiga sifat yang buruk itu?" Ia berpikir sebentar, "Jika aku tidak mencuri, bagaimana aku mengurus keluargaku, anak-anak dan istriku? Tidak, aku tidak bisa meninggalkan kebiasaan ini. Hanya bila badanku sehat dan kuat aku bisa lolos jika tertangkap. Jadi aku harus cukup tidur, dan minum dapat menolongku agar gampang tidur pada siang hari. Tetapi tidak mungkin polisi sering menangkap aku; jadi aku akan meninggalkan kebiasaan berbohong." Lalu orang mulia ini bertanya, "Dapatkah engkau berjanji bahwa engkau akan selalu mengatakan yang benar mulai besok dan seterusnya?" Pencuri itu menjawab, "Pasti. Bahkan mulai hari ini saya hanya akan berkata yang benar." Inilah tekad pencuri itu. Betul-betul sejak hari itu ia selalu berkata jujur ke manapun ia pergi.
Pada suatu musim panas, malam hari udara panas sekali. Pada masa itu tidak ada pendingin ruang, bahkan kipas angin pun tidak ada. Seorang walikota tertentu, orang yang sangat kaya, sedang beristirahat di teras lotengnya. Karena udara malam yang panas dan pengap, ia tidak bisa tidur. Pencuri tadi berhasil memanjat ke teras lotengnya. Segera setelah pencuri itu masuk ke teras loteng, orang kaya tersebut melihatnya dan tahu bahwa orang itu pencuri. Ia menegurnya dan berkata, "Hai, siapa itu?" Karena pencuri jujur, ia menjawab, "Saya pencuri." Untuk mengetahui apa rencana orang itu, orang kaya berkat, "Oh ya? Baik, saya juga pencuri." Mereka sepakat untuk bekerja sama dan mereka merencanakan mencuri beberapa barang berharga yang disimpan dalam rumah. Orang kaya berkat kepada pencuri, "Ada banyak barang perhiasan terkunci dalam peti di rumah orang kaya ini, tetapi akan sulit membuka peti itu kalau kita tidak mendapat kuncinya. Biar saya yang masuk ke rumah, barangkali saya bisa mencuri kunci peti itu." Orang kaya itu berkata lagi, "Saya sedang menunggu seseorang yang bisa menjaga saya. Sekarang karena ada teman seperti engkau, saya mau masuk."
Ia tinggalkan pencuri itu dan berpura-pura mendobrak rumah, lalu masuk. Ia sibuk mondar mandir dan menunda keluar rumah beberapa saat. Kemudian ia mengambil kunci dan diam-diam keluar. Ia berkat kepada pencuri, "Nah, ini kuncinya, tetapi saya cari petinya di mana-mana tidak ketemu. Biar saya yang berjaga di luar dan engkau masuk. Barangkali engkau bisa menemukan peti itu dan mengambil perhiasan yang disimpan pemiliknya." Orang kaya ini menyimpan tiga butir berlian besar di dalam peti. Pencuri masuk dan segera menemukan peti itu; peti dibuka dan tiga butir berlian diambil. Segera timbul masalah dalam pikirannya. Bagaimana membagi tiga berlian itu di antara mereka berdua? Karena pencuri ini mengikuti jalan kebenaran, secara otomatis sekelumit kebajikan timbul dalam dirinya. Ia membawa ketiga berlian itu keluar dan berkata kepada orang kaya, "Bung, Anda ambil satu berlian. Saya bawa satu. Berlian ketiga tidak dapat dipecah. Saya akan mengembalikan berlian itu ke dalam peti untuk pemilik rumah. Biarlah berlian itu untuk dia sendiri." Dengan keputusan ini, pencuri masuk kembali dan menaruh satu dari tiga berlian itu ke dalam peti, kemudian ia kembali ke loteng.
Setelah selesai pembagian, pencuri itu akan pergi, tetapi orang kaya berkata kepadanya, "Bung, barangkali kita bisa bekerja sama seperti ini lagi di kemudian hari. Tolong beri saya alamat Anda sehingga saya dapat menghubungi Anda." Karena harus jujur, pencuri memberikan alamat yang sebenarnya. Keesokan harinya orang kaya ini, yang menjadi Zamindar atau kepala daerah itu, mengambil alamat itu dan memerintahkan agar dibuat pengaduan kepada polisi tentang hilangnya berlian dari petinya. Ia menyuruh polisi pergi ke kampung sesuai dengan alamat yang diberikan dan menangkap pencuri yang tinggal di sana. Pencuri itu telah terkenal di kampungnya. Polisi pergi ke sana dan dengan mudah menemukan si pencuri. Mereka menangkapnya dan membawanya ke Zamindar. Pencuri tidak mengenali Zamindar yang kemarin menjadi rekan kerjanya.
Zamindar lalu bertanya kepada pencuri. "Nah, bagaimana caramu memasuki rumah? Bagaimana caramu mendapatkan berlian ini?" Pencuri menceritakan dengan cermat petualangannya langkah demi langkah. Ia ceritakan bagaimana ia naik ke loteng, mendapat teman untuk bekerja sama, memasuki rumah, membuka peti, mengambil tiga berlian, memberikan satu berlian kepada temannya, satu untuk dirinya sendiri, lalu kembali masuk ke rumah dan membuka peti lagi, kemudian mengembalikan satu berlian. Seluruh kejadian ini diceritakannya. Zamindar memanggil kepala kantornya dan berkata, "Pergilah dan lihat apakah masih ada satu berlian di dalam peti." Pegawai itu mengambil kunci peti. Ia berpikir, "Adakah pencuri yang mengembalikan berlian?" Sambil berpikir begitu ia membuka peti, melihat berlian yang telah dikembalikan oleh pencuri, lalu mengantonginya, dan kembali ke Zamindar, melaporkan bahwa tidak akan ada berlian di dalam peti.
Zamindar lalu memanggil pencuri itu, Ia berkata, "Saya tahu bahwa apa yang engkau ceritakan kepada saya semuanya benar. Karena itu mulai hari engkau saya angkat menjadi kepala kantor saya. Hanya orang yang jujur boleh menjadi pegawai. Sayang sekali engkau telah menjadi pencuri, tetapi sifatmu tidak begitu." Orang ini sekarang tidak mencuri lagi dan menjadi pegawai tinggi; ia selalu berkata jujur. Dengan sendirinya lama kelamaan ia berhenti minum minuman keras dan mencuri; kemudian menjadi manusia yang lurus dan jujur.
Mungkin pada mulanya engkau menemui banyak kesusahan karena berpegang teguh pada kejujuran. Walaupun menanggung kesusahan, jika engkau tetap mengikuti jalan kejujuran, akhirnya sifat jujur ini akan membuat engkau senang dan bahagia, dan memberimu keberhasilan dalam segala usaha. Karena itu, untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusialah Krishna dalam Gita mengajarkan bahwa kita harus selalu bersikap jujur. Beliau menyatakan bahwa kebenaran adalah cara hidup yang mulia dan jalan kebenaran itu adalah satu-satunya jalan untuk membina tingkah laku yang benar dalam masyarakat. Kadang-kadang dikatakan bahwa dharma telah merosot. Tetapi pernyataan ini tidak benar. Karena didasarkan pada kebenaran, dharma tidak akan pernah berubah. Namun dalam zaman tertentu, pelaksanaan dharma yang mungkin mengalami perubahan. Shri Krishna menjelma untuk menegakkan kembali pengamalan dharma, bukan menegakkan dharma itu sendiri. Dharma tidak pernah musnah, juga tidak pernah berubah, hanya tidak diterapkan.
Ketujuh segi dharma telah ada dalam zaman-zaman yang lampau, entah pada zaman Krita, Treta, Dwapara, atau Kali. Tetapi setiap yuga mempunyai pengalaman yang paling sesuai dengan zamannya. Misalnya, dalam Krita Yuga latihan rohani yang paling tepat adalah meditasi, dalam Treta Yuga latihan rohaninya adalah Yajna atau kurban; dalam Dwapara Yuga latihan rohaninya adalah upacara pemujaan; dan dalam Kali Yuga ialah namasmarana yaitu 'mengulang-ulang nama Tuhan yang suci'. Seperti halnya dalam zaman Krita ada pengaruh Kali, begitu pula dalam zaman kali sekarang ini ada pengaruh Krita dan zaman-zaman yang lain. Maka dalam zaman Kali ini ada orang yang melakukan meditasi, ada yang melaksanakan upacara pemujaan. Demikian pula dalam zaman Krita ada orang yang mengidungkan nama Tuhan. Tetapi pelaksanaannya yang utama tergantung pada sifat dan suasana umum pada zaman itu.
Dapat dikatakan bahwa pelaksanaan yang berbeda memberi bentuk berbeda pula kepada dharma, tetapi ini dharma tetap sama. Kebenaran tidak akan pernah berubah. Kebenaran selalu satu, tidak pernah dua. Dalam ketiga waktu: dahulu, sekarang, dan yang akan datang; dalam ketiga alam: bumi, langit, dan alam bawah; dalam ketiga keadaan: jaga, mimpi, dan tidur nyenyak; dan dalam ketiga guna: sattva, rajas, dan tamas; kebenaran tetap satu. Karena kebenaran itu satu dan merupakan dasar dharma, dharma tidak bisa berubah; ia tidak pernah goyah atau mengalami perubahan. Tetapi tugas manusia sebentar-sebentar akan berubah. Misalnya, orang yang mengerjakan pekerjaan. Berapa lamakah pekerjaan ini menjadi tugasnya? Sampai ia berhenti dari pekerjaan itu. Sebelum itu ia tetap setiap hari pergi ke kantor. Kalau ia sudah pensiun, tugasnya berubah. Setelah pensiun mungkin ia bergerak di bidang bisnis. Lalu ia berkata bisnis adalah tugasnya. Dalam kegiatan bisnis ini mungkin ia tergoda untuk mendapatkan laba lebih banyak dengan cara yang tidak benar; mungkin ia berusaha mendapat uang dengan berbohong dan menipu. Tetapi ia akan tetap berkata bahwa bisnis adalah tugasnya. Walaupun sekarang mungkin ia melakukan kebohongan atau penipuan untuk memperoleh uang, ia tetap menganggap pekerjaan yang dilakukannya itu sebagai tugasnya. Bila tugas itu berubah-ubah bagaimana kita dapat mengatakan bahwa itu dharma? Kegiatan yang berubah-ubah ini hanya merupakan tugas, tetapi tidak dapat dikatakan dharma.
Ada makna yang tepat untuk kata dharma. Segala perbuatan yang tidak mengganggu orang lain, yang tidak melanggar kebebasan orang lain, dapat dikatakan sebagai dharma. Ada sebuah contoh. Engkau memegang sebatang tongkat yang panjang dan bermain dengan tongkat itu, menggerakkan tongkat itu ke kanan dan ke kiri sementara engkau berjalan di jalan raya. Jalan ini penuh orang lalu lalang. Engkau berkata, "Saya berhak berjalan ke mana saya suka. Ini kebebasan saya. Ini dharma saya." Baik, jika ini dharmamu maka orang yang datang dari arah berlawanan mempunyai hak untuk menyelamatkan dirinya agar tidak tertekan tongkatmu. Engkau merasa senang melakukan kegiatan yang mungkin dapat membahayakan orang lain yang sedang lewat. Namun, (kaidah) tingkah laku yang benar menghendaki agar engkau berbuat sedemikian rupa sehingga engkau tidak mengganggu orang lain yang sedang berjalan di jalan itu. Jika engkau dapat bertingkah laku tanpa menyebabkan ketidaknyamanan dan gangguan terhadap kebebasan orang lain maka engkau berperilaku sesuai dengan dharma. Jika setiap orang beranggapan bahwa merupakan dharmanyalah untuk bertingkah laku tanpa mengganggu, merugikan, atau membahayakan orang lain, maka akan terdapat ketenteraman, kesejahteraan, dan kebahagiaan yang berlimpah di dunia ini. Berbuat seperti ini adalah tugasmu yang sesungguhnya, yaitu suatu tugas yang harus dilaksanakan untuk memberi contoh kepada orang lain dan untuk menegaskan cita-cita dharma yang mulia.
Dalam kehidupanmu sehari-hari di dalam keluarga, ada tiga jenis kewajiban yang dapat dianggap sebagai tiga segi dharma; ada tugas kemasyarakatan, ada tugas wajib, dan ada tugas keluarga. Pertama kita perhatikan contoh tugas kemasyarakatan. Misalkan besok hari Minggu, yaitu hari libur bagimu. Engkau ingin mengundang beberapa orang ke rumahmu untuk jamuan teh. Tiba-tiba malam harinya engkau sakit panas. Waktu sedang sakit engkau menyadari bahwa jika engkau mengundang teman esok harinya, engkau tidak akan dapat menerima mereka dengan semestinya, karena itu engkau tidak merasa gembira. Maka engkau putuskan untuk menunda jamuan teh itu. Atas dasar keinginanmu dan perubahan situasi, engkau ubah waktu jamuan teh itu menjadi minggu berikutnya. Itu adalah hakmu. Engkau dapat membuat perubahan, engkau dapat menunda kunjungan, engkau bebas membuat rencana sekehendak hatimu.
Kemudian ambil contoh mengenai tugas wajib. Sehubungan dengan ujian mendatang, wakil rektor telah menetapkan bahwa semua dosen harus hadir dalam suatu rapat. Karena ini merupakan rapat panitia ujian yang penting, engkau harus hadir. Walaupun engkau sedang sakit panas, engkau minum pil aspirin dan pergi menghadiri rapat. Ini wajib, engkau tidak puny hak untuk membatalkannya. Penjadwalan rapat ini tidak dalam kekuasaanmu dan bila telah ditetapkan, engkau harus hadir.
Kita lihat sekarang contoh tentang tugas keluarga. Engkau sedang berada di rumah. Pertengkaran kecil terjadi antara suami dan istri. Di dalam kamar sang suami memperingatkan istrinya dengan keras. Sang istri sangat marah. Sang suami pergi ke ruang tamu dan kebetulan seorang temannya datang berkunjung. Segera setelah ia melihat temannya itu, ia tersenyum lebar dan menyapanya dengan ramah. Ia menyuruh temannya duduk. Di hadapan temannya ia terus tersenyum. Ketika ia ke dapur dan melihat istrinya masih marah, ia kembali berkata keras, tetapi setelah kembali ke ruang depan menemui temannya ia melanjutkan percakapan dengan gembira. Ia berkewajiban menjaga nama baik keluarga dengan berbuat sedemikian rupa sehingga temannya tidak tahu bahwa ia bertengkar dengan istrinya.
Jika seseorang yang sedang marah dengan istrinya di dalam kamar tidur keluar ke ruang tamu dan dengan marah-marah menyuruh temannya meninggalkan rumah, maka temannya itu akan tersinggung, dan mungkin ia menganggap kawannya sinting. Seorang kepala keluarga mempunyai tugas penting untuk menjaga agar rahasia keluarga tidak diketahui umum. Ia harus tetap tanggap untuk melindungi kehormatan keluarga. Jika karena kesemberonoannya kehormatan keluarga terganggu, maka ia dan keluarganya tidak akan mendapatkan kebahagiaan sepanjang hidupnya.
Untuk menjaga nama baik keluarga engkau harus tetap waspada dan sadar akan kepentingan orang lain; ini memerlukan pengendalian indera. Jika engkau tidak dapat mengendalikan indera seperti yang telah dijelaskan beberapa waktu yang lalu, engkau akan bersikap angkuh. Pengendalian indera dalam bahasa Sanskerta adalah dama, terdiri dari dua kata da dan ma. Jika dibalik, dama menjadi mada. Mada artinya keangkuhan; sifat ini sangat buruk. Orang yang telah mampu mengendalikan indera mendapat sebutan sakshara 'orang yang menjadi pemimpin'. Kata sakshara ini pun kalau dibalik menjadi rakshasa atau 'iblis'. Dengan kata lain, orang yang angkuh dan tanpa pengendalian indera tidak berbeda dengan iblis. Karena itu, jika engkau mau mengamalkan dan melindungi dharma, engkau harus mengendalikan indera. Pengendalian indera sangat penting untuk segala hal yang baik dan bermanfaat dalam kehidupan manusia.
Krishna berkata kepada Arjuna, "Arjuna, jadilah seorang stithaprajna, orang yang bijaksana, dan kendalikanlah inderamu sepenuhnya. Jangan tunduk pada ketagihan indera yang berubah-ubah. Nafsu harus dikendalikan. Jangan diperbudak oleh nafsu. Engkaulah yang harus memperbudak nafsu. Engkau adalah Gudakesa, orang yang menguasai nafsu; Karena engkau mampu mengendalikan nafsu engkau diberi hak mendekati Rishikesha 'penguasa indera' (sebutan untuk Sri Krishna). Tanpa pengendalian indera atau nafsu engkau tidak akan bisa mendapat Rishikesha."
Dalam Gita bab kedua mengenai Sankya Yoga semua sifat stithaprajna telah dijelaskan; dari semua sifat itu, pengendalian indera adalah salah satu yang paling penting. Dalam pembicaraan ini kita telah membahas berbagai segi dharma yang dapat diumpamakan sebagai sinar matahari yang mengandung tujuh warna atau segi. Seperti telah dikemukakan sebelum ini, cahaya matahari dharma ini mengandung sinar kebenaran, watak yang baik, tingkah laku yang benar, pengendalian indera, tapa, meninggalkan (keinginan dan nafsu) keduniawian, dan tanpa kekerasan. Milikilah semua sifat ini. Sebelum menghafalkan bait-bait Gita ini, engkau harus berusaha mengerti maknanya, kemudian kembangkan dan amalkan sifat-sifat baik yang diberitahukan di situ.
Yang menjadi keinginan Swami adalah bila engkau demikian berminat dan tekun mempelajari bait-bait Gita ini, engkau harus menunjukkan semangat yang tinggi pula dalam pengamalannya dan dengan demikian engkau akan memperoleh semua sifat baik yang diamanatkan dalam bait-bait itu.