Kamis, 03 Februari 2011

PERCAKAPAN 20 TANPA PENGETAHUAN DIRI SEJATI, PENGETAHUAN KEDUNIAWIAN TIADA BERGUNA

PERCAKAPAN 20
TANPA PENGETAHUAN DIRI SEJATI, PENGETAHUAN KEDUNIAWIAN TIADA BERGUNA
Dalam Bhagawad Gita Krishna mengajarkan bahwa bila engkau mengembangkan pengetahuan spiritual, segala ketidaktahuanmu akan lenyap, maka kesusahan, kesulitan, dan kesedihanmu akan lenyap pula.
________________________________________

Selama engkau menyamakan dirimu dengan tubuh, engkau akan terus menerus mengalami kesulitan dan kesedihan. Sebab utama engkau memperoleh badan ini adalah agar engkau dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang memungkinkan engkau menuai buah dari perbuatanmu yang lampau, karmamu yang lalu. Tetapi mengapa engkau menumpuk karma ini? Sebab terjadinya karma ialah raga dan dwesha, keinginan atau keterikatanmu kepada sesuatu dan ketidaksenangan atau penolakan terhadap yang lain. Apakah kiranya penyebab daya tarik dan penolakan ini? Sebabnya ialah sifat mendua itu. Engkau menganggap dunia ini nyata dan penuh dengan benda-benda yang terpisah dari dirimu. Dari manakah sumber sifat mendua ini? Sumbernya adalah ketidaktahuan, selubung hitam yang menyelimuti pengetahuan kesejatianmu. Engkau telah melupakan sifat keesaan seluruh makhluk, engkau tidak lagi menyadari dasar ketuhanan segala yang ada. Engkau tidak lagi melihat atma, dirimu yang sejati. Karena ketidaktahuan inilah maka engkau mengalami kesedihan dan kesengsaraan. Jika engkau ingin membebaskan diri dari kegelapan ketidaktahuan ini, engkau harus mendapat cahaya pengetahuan. Satu-satunya yang dapat menghilangkan kegelapan ialah terang, demikian juga satu-satunya yang dapat melenyapkan kebodohan ialah kebijaksanaan atau pengetahuan spiritual. Ketidaktahuan telah menutupi pengetahuan ketuhanan sehingga engkau tidak bisa melihat kebenaran. Sama seperti bara yang tertutup abu, kebijaksanaanmu tertutup oleh abu ketidaktahuanmu dan karena itu engkau tidak mampu menyadari kenyataanmu yang sejati.
Di matamu ada daya penglihatan, tetapi kalau ada katarak, engkau tidak dapat melihat. Hanya setelah dilakukan operasi penglihatanmu akan pulih kembali. Begitu pula hanya setelah diadakan operasi spiritual dan awan kebodohan dilenyapkan maka matahari kebijaksanaan akan bersinar dengan leluasa, sama seperti sinar matahari yang masuk ke kamar lewat jendela bila gordennya dibuka. Prinsip ketuhanan ada pada setiap pribadi, jadi tidak mungkin kalau seseorang sama sekali tidak memiliki kebijaksanaan. Tidak dapat diragukan bahwa seluruh umat manusia akan mencapai sifat ketuhanan. Kehidupan manusia, bila dikembangkan hingga tidak terbatas, akan sama dengan Tuhan. Pikiran manusia, bila dikembangkan hingga tidak terbatas, akan sama dengan daya cipta yang telah menjadikan alam semesta ini. Diri sejati pada manusia dan ketuhanan yang ada dalam dirinya adalah satu dan tidak berbeda. Tambahkanlah ketidakterbatasan pada dirimu maka engkau akan menjadi bersifat Tuhan. Sayangnya, karena mempunyai perwujudan badan, engkau lupa akan sifat ketuhananmu, ketidakterbatasanmu; engkau hanya menyadari pribadimu yang terbatas. Jika engkau ingin mencapai ketidakterbatasan, engkau harus melakukan penyelidikan batin mencari ketuhanan yang ada pada dirimu sendiri.
Bayangkan seseorang yang mendirikan rumah untuk dirinya sendiri. Sejak rumah itu selesai dibangun ia menganggap rumah itu miliknya. Jika ia mati, rumah itu diambil oleh ahli warisnya dan orang itu lalu menyatakan bahwa rumah itu rumahnya. Andaikata lama kelamaan pemilik rumah ini jatuh miskin dan ia harus menjual rumah itu untuk membayar hutangnya. Orang yang membeli rumah itu menyatakan rumah yang baru dibeli sebagai rumahnya. Nah, siapa sebenarnya pemilik rumah itu? Apakah milik orang yang membangun, orang yang mewarisi, atau orang yang membeli? Rumah itu tidak berubah; dengan kata lain bendanya tetap sama seperti semula. Yang berubah ialah orang yang menyatakan diri sebagai pemiliknya. Rumah itu tetap berdiri di sana, tetapi yang menempati berkali-kali berubah. Begitu pula ada eksistensi yang tidak berubah, yaitu atma. Seperti halnya rumah itu, atma tidak terpengaruh oleh para pemilik yang selalu berganti-ganti. Masing-masing menyatakan diri sebagai pemilik aku yang mereka anggap sebagai diri pribadinya. Demikianlah rasa kepemilikan ini terus berubah berganti-ganti, tetapi atma yang dinyatakan sebagai milik pribadi itu tetap tidak terpengaruh oleh pernyataan ini. Adakah obat untuk menyembuhkan penyakit rasa memiliki ini? Berbagai wejangan maupun kitab-kitab suci menyatakan bahwa pikiranlah yang menimbulkan sifat kepemilikan ini. Dikatakan bahwa di samping panca indera, pikiran dapat dianggap sebagai indera yang keenam. Tetapi sebenarnya ia bukan indera seperti indera-indera yang lain; sebenarnya pikiran itu adalah penguasa semua indera lainnya.
Jika tidak ada pikiran, baik anggota badan maupun alat-alat penginderaan tidak akan dapat bekerja sama sekali. Pikiran berkedudukan sebagai pengendali alat-alat indera; ia berfungsi sebagai jembatan menuju kehidupan batin seseorang. Mungkin engkau berada di sini, mata dan telingamu menangkap apa yang terjadi, tetapi jika pikiranmu tidak ada di sini, jika ia melayang-layang ke kampungmu dan memikirkan kejadian di kampung itu maka apa yang terjadi di sini tidak akan terkesan dalam ingatanmu. Setelah itu engkau akan bertanya pada orang yang duduk di sebelahmu, "Apa yang dikatakan oleh Swami? Aku sedang melamun". Apa sebabnya engkau tidak mendengar walau telingamu ada di sini? Apakah sebabnya engkau tidak melihat walau engkau duduk di sini? Penyebabnya ialah pikiran. Kalau pikiranmu sedang melayang-layang, meskipun engkau duduk di sini, engkau tidak akan menyadari siapa yang ada di sebelahmu; walaupun telingamu ada di sini, engkau tidak tahu apa yang sedang dibicarakan. Makna yang kita peroleh yaitu, pikiranlah yang mengendalikan alat-alat indera; panca indera harus tunduk kepada pikiran. Kalau pikiran dalam keadaan hening, tenang, panca indera tidak akan berfungsi sama sekali. Ada dua keadaan pikiran. Satu, pikiran yang tidak suci, manas, yang kedua adalah pikiran yang suci, chitta. Kalau pikiran diperbudak oleh indera atau nafsu maka ia tidak suci; bila ia menguasai panca indera, tetapi tunduk kepada budi, maka ia suci. Dua keadaan itu hanya merupakan dua segi dari satu pikiran. Ada suatu contoh.
Sifat saputangan seperti yang Swami pegang ini ialah warna putihnya. Warna putih itu sudah merupakan pembawaannya. Bila saputangan itu engkau pakai, ia kena debu, lalu engkau katakan kotor. Setelah dicuci engkau menganggap saputangan itu bersih lagi. Nah, kain yang bersih dan kain yang kotor itu satu. Kain itu juga, karena kena debu menjadi kotor. Setelah kain itu dicuci dan kotorannya hilang, kain menjadi tanpa noda dan engkau namakan kain bersih. Engkau katakan bahwa tukang cuci membuat kain itu putih. Tetapi sebenarnya ia tidak menjadikan kain itu putih; warna putih sudah merupakan sifat kain itu. Tukang cuci hanya menghilangkan debunya. Begitu juga jika pikiran menyerap kotoran dari panca indera, ia dapat digambarkan sebagai pikiran kotor, tetapi bila pikiran dijauhkan dari panca indera serta kesan indera telah dihapuskan, ia kembali suci. Dalam hubungan inilah engkau dapat mengerti arti kedua kata untuk menggambarkan pikiran, chitta dan manas. Bila pikiran tidak mengandung kotoran atau kecemaran indera, ia dinamakan chitta. Bila terpengaruh oleh indera, ia disebut manas, pikiran yang tidak suci. Manas tidak lain adalah sejumlah buah pikiran; dapat dipandang sebagai proses berpikir. Dalam proses berpikir ini ia menjadi kotor. Ia menyerap kesan indera yang tidak baik dan menjadi kotor; dalam keadaan yang demikian, pikiran engkau namakan manas. Manas tidak mempunyai bentuk tertentu. Jika kau jauhkan pikiran dari indera dan kau arahkan kepada Tuhan, engkau akan dapat membebaskannya dari segala kesulitan dan kesedihan yang berhubungan dengan pikiran yang kotor, yang timbul dari kesan-kesan indera.
Karena itu engkau harus berusaha sekuat tenaga untuk menjauhkan pikiran dari indera dan mengarahkannya kepada Tuhan. Hal ini disebut meditasi atau yoga, persatuan dengan Tuhan. Dengan ini engkau membersihkan pikiran yang kotor dan menjadikannya murni kembali. Pikiran memerlukan sedikit ketenangan. Seperti halnya badan memerlukan istirahat, pikiran perlu ketenangan. Bagaimana pikiran dapat memperoleh ketenangan? Hanya kalau engkau mengendalikan proses berpikir dan memperlambat arus pikiran maka pikiranmu akan mendapat ketenangan. Pikiran selalu mencoba bergerak keluar melalui indera untuk mencapai berbagai objek indera; ini menimbulkan proses berpikir. Jika engkau mengendalikan kecenderungan pikiran yang mengarah keluar ini lalu mengarahkannya ke dalam batin kepada Tuhan, pikiran kotor akan berkurang. Dengan demikian engkau akan menggunakan pikiran dengan baik dan juga memberinya kesempatan beristirahat. Hal ini dinamakan abhyasa yoga 'yoga yang dilakukan terus menerus'. Baiklah kita simak hal ini lebih jauh.
Bila engkau bepergian melalui sungai yang lebar dan deras, pengetahuan apakah yang paling penting engkau miliki? Engkau harus mempunyai pengetahuan berenang. Itu yang nomor satu. Bisa berenang lebih penting daripada pengetahuan yang lain-lain. Jika engkau melalui sungai yang besar, tetapi tidak bisa berenang, betapa pun tinggi pendidikanmu, engkau menghadapi resiko tenggelam. Sebelumnya Swami sudah sering menuturkan cerita ini. Karena ada beberapa murid baru di sini, cerita itu akan diulangi lagi. Ada seorang sarjana terkenal yang harus menyeberangi sungai untuk menghadiri suatu pertemuan penting. Angin dan arus sungai datang dari arah yang berlawanan sehingga perjalanan sangat lambat hari itu. Nah, sarjana ini punya kebiasaan suka bicara, kadang-kadang bicara dalam hati, berulang-ulang mengucapkan ayat-ayat kitab suci, atau bicara kepada siapa saja yang dekat. Hari itu tukang sampan sedang diam asyik mengemudikan sampannya. Sarjana ini, satu-satunya penumpang dalam sampan itu, tidak punya teman bicara sehingga ia mula bicara dengan tukang sampan. "Bapak bisa baca dan menulis?" tanyanya. Tukang sampan menjawab, "Tidak, saya tidak bisa membaca dan menulis". "Wah, Bapak ini orang aneh", kata sarjana itu. "Dewasa ini pemerintah telah mendirikan sekolah di setiap desa, mestinya Bapak sedikit-sedikit bisa membaca dan menulis".
Untuk menghabiskan waktu sang sarjana terus bicara dengan tukang sampan itu, Ia bertanya lagi, "Bapak tahu musik?" Tukang sampan menjawab, "Swami, saya tidak tahu juga!" "Bapak memang orang aneh. Di setiap jalan ada bioskop dan di sekelilingnya ada dua pengeras suara mengumandangkan lagu-lagu populer. Lagi pula siaran radio penuh dengan rekaman lagu-lagu pop. Tidakkah Bapak punya radio transistor untuk mendengarkan musik?" Tukang sampan mengakui, "Saya tidak tahu transistor, apa itu transistor?" Sarjana itu menjawab, "Jika dalam zaman kali ini Bapak tidak tahu transistor, Bapak telah menyia-nyiakan sebagian dari hidup Bapak; sedikitnya seperempat hidup Bapak tenggelam di air". Ia mengajukan pertanyaan yang lain, "Bapak membawa koran?" "Saya tidak punya pendidikan sama sekali; apa gunanya saya membawa koran, Swami?" Sang sarjana berkata lagi, "Tidak apa-apa. Orang biasa bawa koran meskipun tidak punya pendidikan. Lipat saja dan kepit di ketiak; itu sudah umum di mana-mana. Jika Bapak tidak bawa koran, Bapak telah menyia-nyiakan hidup lebih banyak lagi, sekurang-kurangnya separuh hidup bapak sudah masuk ke dalam air".
Beberapa menit kemudian sarjana itu bertanya lagi, "Bapak puja jam? Tolong saya diberi tahu jam berapa sekarang?" "Bila saya tidak berpendidikan dan tidak tahu jam, apa gunanya saya punya jam, Swami?" "Walaupun Bapak tidak tahu cara melihat jam, Bapak paling tidak bisa pakai jam tangan plastik; sekarang ini jam tangan sudah model. Coba pikir berapa banyak hidup Bapak terbuang-buang. Jika Bapak tidak bawa radio, tidak punya koran, dan juga tidak punya jam tangan, maka tiga perempat hidup Bapak sudah masuk dalam air".
Sementara itu angin kencang bertiup dan tiada berapa lama timbul angin ribut. Sampan mulai oleng ke kiri dan ke kanan, air sungai pun segera meluap. Tukang sampan tidak mampu lagi menguasai sampannya. Ia bertanya kepada sarjana itu, "Swami, apakah Swami bisa berenang?" Sarjana menjawab, "Tidak, saya tidak pernah belajar berenang". Ketika ia akan jatuh dari sampan, tukang perahu berkata kepada sang sarjana, "Oh Swami, sungguh sayang! Alangkah sia-sianya! Jika Swami tidak bisa berenang maka sekarang seluruh hidup Swami akan masuk ke dalam air".
Bila engkau bepergian menyeberangi sungai yang deras arusnya, engkau harus bisa berenang. Kalau tidak bisa berenang, segala pengetahuan lainnya; filsafat, fisika, kimia, botani, perniagaan, matematika, politik, dan sebagainya, tidak ada gunanya. Dalam perjalanan hidup engkau melewati sungai yang deras dan tidak dapat diramalkan engkau harus tahu bagaimana caranya agar tetap di atas air dan bisa berenang. Untuk menyeberang dengan selamat engkau harus mempunyai pengetahuan atma dan engkau harus mengembangkan kemampuan timbang menimbang agar mengetahui apa yang berguna dan apa yang tidak berguna untuk menyeberangi sungai kehidupan duniawi. Bila engkau tidak mengembangkan kemampuan dalam bidang ini maka tidak akan ada jalan bagimu untuk berhasil dalam hidup. Selama engkau menjadikan kekayaan, harta benda, dan keduniawian sebagai landasan hidupmu, engkau tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan sejati. Ada dua hal yang harus dicapai oleh setiap orang. Pertama adalah kebebasan luar dan yang lain kebebasan dalam. Kebebasan luar berbicara masalah kemerdekaan, bebas dari ikatan atau pembatasan luar atau lahiriah. Kebebasan dalam atau kebebasan batin berarti bebas dari ikatan indera; engkau mengendalikan inderamu sepenuhnya. Setiap orang harus mewujudkan dua kebebasan ini.
Di dunia luar, selama engkau berada di bawa perintah orang lain seperti raja atau perintah negara asing, engkau tidak akan mendapat kebahagiaan sejati. Dalam dunia spiritual, selama engkau masih diperbudak oleh indera, engkau juga tidak akan dapat menikmati kebebasan sejati. Untuk kebebasan duniawi pun pengendalian indera sangat penting. Tetapi untuk menguasai dunia rohani, satu sifat paling penting yang harus engkau kembangkan adalah pengendalian indera dengan mengendalikan pikiran. Setelah engkau berhasil mengendalikan pikiran, engkau akan mendapat kebahagiaan sejati, lahir dan batin, karena engkau akan dapat melihat Tuhan di mana-mana.
Pengendalian pikiran dan indera merupakan kemenangan yang harus dicapai oleh seluruh umat manusia. Sampai saat ini engkau ketagihan berbagai macam kesenangan dan kenikmatan; engkau terus menerus berdoa memohon kebahagiaan, tetapi engkau tidak berusaha sungguh-sungguh mencari di mana kebahagiaan itu bisa didapatkan. Krishna berkata kepada Arjuna, "Engkau menipu dirimu sendiri, mengira bahwa engkau bisa mendapat kebahagiaan dan ketenangan dalam hidupmu sehari-hari; engkau tidak akan menemukan kebahagiaan sejati dalam hidupmu itu. Objek indera tidak dapat memberikan kebahagiaan yang engkau cari. Hanya bila engkau mengendalikan inderamu engkau akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan." Apakah engkau percaya akan adanya Tuhan atau tidak percaya adanya Tuhan, engkau harus mampu mengendalikan inderamu. Jangan dibiarkan bergairah dan mengejar objek-objek indera. Bila indera bergairah, ini akan mengakibatkan berbagai kelemahan dan dalam proses itu engkau lupa akan Tuhan. Jangan menuruti hawa nafsu, melainkan pusatkan pikiranmu kepada Tuhan; tanpa rahmat-Nya kekuatanmu akan meninggalkan dirimu dan engkau tidak akan dapat melakukan pekerjaan yang berguna.
Selama Arjuna mendapat rahmat dan dekat dengan Krishna, ia seorang pahlawan yang perkasa dan mampu menyelesaikan berbagai pekerjaan yang hebat. Setelah Krishna meninggalkan raga-Nya, Arjuna kehilangan seluruh keberanian dan kekuatannya. Ketika Arjuna membawa para wanita dan anak-anak mereka ke Hastinapura, ibu kota Pandawa, di hutan ia diserang oleh gerombolan perampok. Arjuna berusaha keras melawan para perampok itu dan membebaskan wanita dan anak-anaknya dari cengkraman para perampok yang ganas, tetapi ia tidak berhasil. Dalam berbagai pertempuran selama perang Mahabharata, Arjuna mampu bertempur dan mengalahkan begitu banyak perwira yang perkasa, tetapi ia tidak mampu menyelesaikan pekerjaan kecil seperti menumpas perampok di hutan dan menolong membebaskan wanita dan anak-anaknya yang ia lindungi. Apakah sebabnya? Sampai saat itu Arjuna selalu berpikir bahwa keberanian dan kekuatannya yang telah membawa berbagai kemenangan yang diperolehnya. Tetapi kekuatan itu bukan miliknya; kekuatan itu diberikan kepadanya oleh Tuhan. Walaupun seseorang mungkin dikaruniai kekuatan dan tenaga sorgawi, ia terkecoh dan mengira bahwa kekuatan yang ia miliki semata-mata adalah kekuatannya sendiri sebagai manusia. Demikianlah keadaan Arjuna. Setelah ia kehilangan kekuatan anugerah Tuhan, ia tidak mampu menyelesaikan pekerjaan sekecil apa pun.
Manusia dapat melakukan bermacam-macam kegiatan karena sifat ketuhanan yang ada dalam dirinya. Sifat ketuhanan itu memberinya segala tenaga, kekuatan, dan kemampuan. Tanpa tenaga dan kekuatan Tuhan ini manusia tidak dapat menyelesaikan apa-apa. Tanpa kualitas ketuhanan, pekerjaan yang paling tidak berarti pun tidak akan menghasilkan buah. Perhatikan contoh ini. Misalnya engkau membuat amplop bagus dari kertas. Engkau menuliskan alamat Swami di atas amplop itu dengan tulisan yang indah dan di dalamnya kau masukkan surat yang manis, ditulis dengan huruf indah, dan dihias dengan aneka warna yang menyedapkan mata. Pinggiran amplop ini juga kau beri hiasan yang berseni dan indah serta berwarna. Surat telah engkau masukkan ke dalam amplop, engkau lem dan engkau poskan. Namun dengan segala usaha dan keahlianmu, surat itu tidak pernah sampai kepada Swami. Mengapa demikian? Sebabnya ialah engkau tidak menempelkan perangko pada amplop itu. Segala hiasan dan tulisan indahmu tidak menolong agar surat itu sampai ke Swami.
Surat yang dimasukkan dalam kotak surat di asrama pun tidak akan sampai ke Prasanthi Nilayam yang jauhnya kurang dari satu setengah kilometer jika tanpa perangko. Tetapi jika surat itu dibubuhi perangko, ia akan melalui ribuan kilometer dan sampai ke tempat tujuannya dengan baik. Kantor pos tidak akan melihat hiasan, huruf-huruf yang indah, atau warna serta gambarannya. Mereka tidak akan memperhatikan karya senimu yang indah itu. Mereka hanya melihat apakah surat itu diberi perangko yang benar. Begitu pula Tuhan hanya mau tahu kesucian hati. Ia tidak mengindahkan segala kesarjanaan, keberhasilan, jabatan, serta kekayaanmu. Hanya orang-orang yang memikirkan keduniawianlah yang melihat hal itu, tetapi Tuhan tidak (menghiraukannya). Tidak ada gunanya mempunyai serentetan gelar kesarjanaan dan mencapai keahlian dalam suatu bidang jika hatimu tidak disucikan. Dalam sistem pendidikan yang kita pakai di sini, nilai-nilai yang engkau amalkan setiap hari berupa kebenaran dan kejujuranlah yang akan menopang engkau sepanjang hidupmu dan menjadi harta milikmu yang utama.
Apakah orang lapar akan merasa kenyang jika hanya engkau tunjukkan kepadanya bermacam-macam makanan lezat? Apakah orang miskin dapat bebas dari kemiskinan hanya dengan mendengarkan tentang kekayaan? Apakah orang sakit dapat disembuhkan jika engkau hanya menceritakan kepadanya berbagai macam obat yang bisa menyembuhkannya? Hanya dengan mendengarkan kebenaran utama Bhagawad Gita dan kitab-kitab suci lainnya engkau tidak akan memperoleh manfaat yang banyak. Jika engkau mengambil beberapa pelajaran yang engkau serap dari ceramah-ceramah yang engkau dengarkan, dan kau laksanakan paling tidak satu dua kebenaran maka engkau akan dapat memperoleh kebahagiaan sejati. Yang teramat penting dalam ajaran-ajaran ini adalah pengendalian indera. Krishna berkata kepada Arjuna, "Arjuna, jika engkau tidak mampu mengendalikan inderamu, apa yang dapat engkau capai di dunia ini?" Sama seperti Prahlada mengatakan kepada ayahnya, dan Swami telah berulang kali mengatakan, "Oh Raja, engkau mampu menaklukkan begitu banyak musuh, tetapi engkau tidak dapat menaklukkan pikirannya sendiri, bagaimana ia akan bisa berhasil merasakan madu surgawi yang manis?
Hal paling penting yang harus engkau sadari yaitu, prinsip atma yang sama ada dalam setiap hati manusia. Hanya ada satu matahari untuk semua manusia. Makhluk yang berbeda-beda tidak mempunyai matahari sendiri-sendiri, tidak ada matahari tersendiri untuk setiap jenis kehidupan yang berlainan, tidak ada matahari tersendiri untuk kehidupan yang berlainan di setiap pelosok dunia yang berbeda-beda. Hanya ada satu matahari. Ada jambangan tanah liat, ada mangkuk kuningan, ada mangkuk perak atau tembaga, mungkin ada ribuan mangkuk yang berbeda-beda, semuanya berisi air, tetapi hanya ada satu matahari bersinar di langit yang bayangannya tercermin dalam air di setiap mangkuk. Karena bayangan yang banyak itu, kelihatannya matahari banyak, tetapi walaupun mangkuk-mangkuk itu berbeda dan bayangan matahari banyak, matahari yang dipantulkan hanya satu. Nilai setiap mangkuk juga berbeda; mangkuk perak sangat mahal dibandingkan dengan mangkuk tanah liat, namun demikian matahari yang dipantulkan hanya matahari yang satu itu juga.
Begitu pula dari yang paling pandai sampai kepada orang yang paling dungu, dari yang paling kaya sampai yang paling hina, tubuhnya berbeda-beda, tetapi atma yang dipantulkan dalam badan-badan itu, Yang Maha Esa yang bersemayam dalam semua badan itu adalah satu atma juga. Pakaian yang engkau pakai dan perhiasan yang engkau kenakan mungkin sangat mahal; orang miskin tidak akan mampu memiliki barang yang mahal seperti itu. Ini seperti perbedaan nilai mangkuk-mangkuk itu, tetapi ketuhanan di dalam semua badan itu hanya satu. Kalau engkau telah menyadari kebenaran ini, engkau akan dapat melakukan pengendalian indera dengan mudah. Daripada berusaha mengendalikan orang lain, engkau akan berusaha mengendalikan dirimu sendiri. Karena siapa yang akan menggunakan kekuasaan atau wewenangnya dan siapa yang dikuasai? Cacat dan kesalahan ada pada setiap orang. Kalau seseorang berbuat salah, mungkin tugasmulah menunjukkan jalan yang benar. Tetapi yang paling penting adalah memperbaiki dirimu sendiri dan mengerjakan tugas yang diberikan kepadamu dengan selalu menyadari bahwa Tuhan Yang Maha Esa ada pada setiap orang. Ketidaktahuan itu sangat dalam. Ia menutupi kebenaran yang sejati. Tidak mungkin menyingkirkan ketidaktahuan yang tebal ini bagaimanapun besar usahamu. Pada pagi hari jam 7.00 meskipun tinggi badanmu hanya kira-kira 1,5 meter, panjang bayanganmu kira-kira 15 meter. Bagaimana mengurangi panjang bayangan lima belas meter ini? Mungkinkah melawan bayangan itu? Kalau engkau peringatkan dia, apakah ia akan mendengarkan kata-katamu? Jika engkau mencelanya, akan berkurangkah panjangnya? Apapun yang kau lakukan, panjangnya tidak akan berkurang tetapi bila matahari makin tinggi, panjang bayangan makin pendek dengan sendirinya. Kalau matahari berada di atas kepala bayanganmu dengan sendirinya akan jatuh di kaki dengan kakimu, hilang dari pandangan mata. Walaupun tinggimu 1,5 meter ketidaktahuanmu 15 meter! Karena itu engkau harus berusaha melakukan penyelidikan batin sehingga kebijaksanaanmu tambah. Bila matahari kebijaksanaan membumbung makin tinggi, ketidaktahuan akan makin berkurang, dengan cara ini ketidaktahuanmu dapat dimusnahkan sama sekali, ini salah satu jalan.
Ada jalan lain, pada waktu engkau mengetahui bahwa bayanganmu panjangnya 15 meter. Engkau menyadari bahwa engkau tidak dapat mengalahkannya dengan menghadapi dan mencoba menginjaknya; juga engkau menyadari bahwa dengan berpaling ke arahnya, bayanganmu tidak makin pendek atau lenyap dari pandangan. Jangan melihat ke arah bayangan, berpalinglah ke arah matahari, maka bayanganmu dengan sendirinya akan ada di belakangmu, dan betapapun besarnya, engkau tidak akan melihatnya lagi karena ia tetap berada di luar pandangan. Sebab itu, engkau tidak perlu memikirkan ketidaktahuan ini, melainkan pikirkanlah selalu matahari kebijaksanaan; dengan jalan itu engkau menempatkan bayangan kekaburan batin di belakangmu dan matahari di depanmu, maka engkau tidak akan terkena pengaruh bayangan ini lagi. Ini berarti engkau harus selalu mengarahkan pandanganmu kepada Tuhan. Kedua jalan ini harus kau tempuh. Arahkan selalu pandanganmu kepada Tuhan dan gunakan budimu untuk meningkatkan kebijaksanaan.
Jika engkau tidak mengarahkan dirimu kepada Tuhan dan meningkatkan kebijaksanaan, tetapi harus berpaling kepada keduniawian, maka seperti halnya bayangan dan matahari yang sedang terbenam, kekaburan batinmu akan terus bertambah dan engkau akan tersesat.
"Karena itu," Krishna memperingatkan Arjuna, "Gunakanlah akal budimu untuk meningkatkan pengetahuan dan dengan demikian ketidaktahuanmu akan termusnahkan. Pada saat ketidaktahuan terbinasakan, pandangan mendua akan lenyap. Kalau pandangan mendua sudah tersingkirkan, kebencian dan keterikatanmu akan lenyap. Kalau kebencian dan keterikatan sudah lenyap, kesadaranmu juga musnah. Jika tidak ada lagi kesadaran badan maka tidak akan ada kesedihan."
Ketahuilah, jika engkau ingin mengatasi kesadaran badan makan keterikatan dan kebencian harus disingkirkan. Bila keterikatan dan kebencian hilang, pandangan mendua akan musnah. Bila pandangan mendua lenyap, ketidaktahuan lenyap. Karena itu Wedanta mengajarkan bahwa hanya melalui kebijaksanaanlah engkau dapat memusnahkan ketidaktahuan dan mencapai tujuan akhir. Pengetahuan apakah yang harus engkau kembangkan? Dapatkah pengetahuan itu dicapai dengan memperoleh pengetahuan duniawi di dunia? Tidak. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan keduniawian; pengetahuan ini hanya berhubungan dengan pengalaman batin. Hanya bila engkau mengembangkan rasa percaya diri maka engkau dapat mengembangkan kepercayaan yang kuat kepada Tuhan. Jika engkau tidak percaya kepada dirimu sendiri, engkau tidak dapat benar-benar percaya kepada Tuhan. Jika engkau percaya kepada dirimu sendiri maka engkau dapat percaya kepada Tuhan. Untuk mengembangkan kepercayaan yang kuat dalam dirimu, engkau harus terus menerus melakukan penyelidikan batin.
Sejak bangun bagi sampai mau tidur pada malam hari engkau tak henti-hentinya mengatakan saya, saya, saya, saya sendiri, dan punya saya. Tetapi pada waktu engkau mengatakan saya pun, tahukah engkau siapa sebenarnya saya ini? Engkau berkata, "Ini badanku. Ini akal budiku. Ini perasaan batinku. Ini inderaku", tetapi pernahkah engkau bertanya dalam hati, "Siapakah aku?" Jika engkau tidak pernah menanyakan kebenaran dirimu, apa gunanya segala pengetahuan yang engkau miliki? Jika engkau tidak mau berusaha melakukan sendiri penyelidikan batin ini, siapa yang mau datang dan menghapus tulisan di dahimu? Engkau bukannya melakukan penyelidikan diri, tetapi malahan engkau biarkan pikiran buruk memasuki kepalamu sehingga segala yang engkau pikirkan sia-sia. Engkau harus menyadari bila engkau mengatakan, "Ini saputangan saya", maka engkau berbeda dengan objek itu, yaitu saputangan. Engkau mengatakan, "Ini badan saya", engkau tidak mengatakan, "Saya badan ini". Bila engkau berkata, "Ini badan saya", engkau mengatakan bahwa engkau dan badan berbeda dan terpisah satu dengan yang lain. Jika engkau menyelidiki siapakah engkau ini yang mengatakan hal tersebut maka engkau akan dibimbing kepada sang penghuni. Engkau harus menyelidiki siapakah penghuni itu, dengan kata lain, siapa yang memiliki ini semua. Hanya bila ada pemiliknya akan ada artinya mengatakan, "Ini barang saya, ini tanah saya". Hanya si pemilik barang akan berkata, "Ini barang saya". Dalam hal badan dan pikiran, pemilik ini adalah penghuninya. Pemilik ini tidak akan mengalami perubahan apa pun; ia tidak akan pernah meninggalkan engkau. Karena itu, dengan jalan penyelidikan batin, engkau harus berusaha menemukan dan menyadari ketuhanan yang tidak berubah dalam dirimu, yaitu kenyataan yang sejati.
Setiap peminat kehidupan rohani harus melakukan penyelidikan batin. Dalam segala kegiatan spiritual yang engkau lakukan, engkau harus menggunakan tiga perempat waktumu untuk penyelidikan batin, maka engkau akan mendapat hasil yang penuh. Hanya dengan menggunakan waktumu sebaik-baiknya, dengan menyucikan badanmu, dan dengan menyucikan semua perbuatanmu, engkau akan dapat mencapai tujuan. Sebab utama segala penderitaan adalah kelemahan indera. Jagalah agar inderamu kuat dan terkendali, arahkan pikiranmu ke jalan yang benar dan milikilah tekad yang membaja. Bhagawad Gita mengajarkan bahwa engkau harus menguasai inderamu, bukan membinasakan mereka. Gita tidak mengajarkan bahwa engkau harus meninggalkan pekerjaan, melainkan agar engkau tidak mengharapkan hasil dari karyamu. Karena itu engkau harus melakukan pekerjaanmu. Walaupun Tuhan tidak perlu melakukan pekerjaan tertentu, engkau dapatkan Beliau bekerja dengan tiada hentinya. Jika Tuhan terus bekerja, tidakkah engkau harus pula bekerja?
Laksanakan tugasmu dan gunakan inderamu dengan benar. Gunakan inderamu dalam batas-batas yang wajar, untuk tujuan yang telah ditetapkan. Jangan menggunakan inderamu untuk hal yang tidak benar. Inilah ajaran utama dalam Bhagawad Gita.