Kamis, 03 Februari 2011

PERCAKAPAN 31 LAKUKAN TUGASMU SELALU DAN SUCIKAN SEGALA PERBUATANMU

PERCAKAPAN 31
LAKUKAN TUGASMU SELALU DAN SUCIKAN SEGALA PERBUATANMU
Krishna berkata, "Arjuna, engkau mempunyai tugas. Kerjakanlah! Tetapi jangan ingin menikmati hasil dari pekerjaanmu itu." Krishna tidak mengatakan bahwa tidak akan ada hasilnya. Pasti buahnya ada, tetapi buah itu bukan urusanmu; engkau tidak boleh menginginkannya. Karena itu, inti ajaran Krishna adalah engkau harus mengerjakan tugasmu, namun engkau harus melakukannya tanpa membayangkan hasilnya.
________________________________________
Setiap perbuatan mempunyai akibat atau hasil; dengan kata lain setiap perbuatan ada buahnya. Selanjutnya, buah itu melahirkan perbuatan baru. Rentetan perbuatan dan hasil, hasil dan perbuatan, yang tiada putusnya ini mewujud seperti rentetan benih dan pohon. Benih dan pohon juga timbul bergantian, benih menjadi pohon dan pohon menghasilkan buah atau benih. Tanpa benih engkau tidak bisa mendapat pohon dan tanpa pohon engkau tidak bisa mendapat benih. Begitu pula dengan perbuatan dan hasilnya. Ini merupakan siklus yang alamiah di dunia. Kalau demikian halnya, yang satu selalu mengikuti yang lain, mengapa engkau menaruh perhatian khusus pada buahnya? Tugas dan kewajibanmu adalah melakukan perbuatan yang baik tanpa memperhatikan hasilnya. Krishna berkata kepada Arjuna, "Dalam perang ini engkau tidak perlu merisaukan apa yang akan terjadi dengan bangsamu atau apa yang akan terjadi padamu. Lakukanlah tugasmu tanpa memikirkan hasilnya."
Dalam peperangan, prajurit memakai tameng dan baju perang. Barang-barang itu melindungi mereka dari senjata yang dilepaskan oleh musuh. Dalam perjuangan spiritual, engkau pun harus memakai semacam tameng dan baju perang. Dalam hal ini tamengnya adalah bakti dan kasih kepada Tuhan, dan baju perangnya adalah kebijaksanaan. Dalam perang biasa yang berhubungan dengan keduniawian, pertempurannya mungkin hanya berlangsung beberapa hari atau mungkin berlanjut sampai beberapa bulan, bahkan beberapa tahun, tetapi perjuangan spiritual berlangsung terus, tidak ada akhirnya. Perjuangan ini telah dilakukan oleh umat manusia sejak purbakala. Sejak zaman dahulu selalu ada pergulatan antara baik dan buruk, antara kebajikan dan perbuatan dosa, antara keterikatan dan kebebasan; manusia tak henti-hentinya berperang melawan perasaan keakuan dan kepemilikan, melawan perasaan benci dan cemburu, dan sifat-sifat buruk lain yang ada dalam dirinya. Egoisme dan keterikatan, khususnya, mempunyai kekuatan yang luar biasa; sifat-sifat itu amat berbahaya. Dibandingkan dengan sifat-sifat itu, orang yang melawannya tidak begitu kuat; ia sangat lemah. Bila orang yang lemah mencoba melawan musuh dan sifat yang begitu kuat, ia harus memakai tameng dan baju perang yang kuat sekali, Tameng dan baju perang yang ampuh yang harus engkau pakai dalam perjuangan spiritual ini adalah bakti dan kebijaksanaan; tameng semacam itu akan melindungi engkau dari musuh yang amat hebat.
Jika engkau memakai payung, engkau tidak akan terganggu oleh panas matahari. Bila engkau memakai sandal atau sepatu, engkau tidak khawatir akan menginjak duri. Bila engkau memakai tameng dan baju perang, engkau tidak akan takut menghadang senjata musuh. "Karena itu Arjuna," kata Krishna, "Dalam perjuangan batin ini engkau harus memakai tameng dan baju perang spiritual." Dalam Sankhya Yoga Krishna memberi Arjuna baju perang kebijaksanaan. Itulah ajaran pertama yang diberikan oleh Krishna. Ia berkata kepada Arjuna, "Segala keterikatanmu, segala keinginan untuk memiliki berbagai hal, bukan suatu kecenderungan yang baru engkau dapatkan kemarin atau kemarin dulu; kecenderungan itu telah ada dalam dirimu pada kelahiran-kelahiran sebelumnya, dan merekalah yang menjadi sumber kesengsaraan yang engkau alami.
Engkau tidak akan tahu kapan akhirnya engkau mampu melepaskan dirimu dari kesengsaraan yang disebabkan oleh hal itu. Tetapi jangan terlalu khawatir tentang hal ini. Jauh lebih baik jika engkau memusatkan pikiran untuk mengatasi kesedihan yang mungkin timbul di masa yang akan datang.
"Lazimnya engkau pergi ke dokter bila menderita sakit, tetapi jauh lebih penting bila pertama-tama engkau berusaha mencegah agar tidak terserang penyakit. Kata orang, pencegahan jauh lebih berharga daripada pengobatan. Dalam peperangan yang akan berlangsung ini engkau telah memakai baju perang. Baju itu dapat melindungi tubuhmu terhadap serangan musuh dari luar, tetapi bagaimana engkau dapat melindungi dirimu dari serangan musuh yang ada dalam dirimu sendiri? Untuk menyelamatkan dirimu engkau harus memakai baju kebijaksanaan. Engkau takut kepada musuh dari luar, tetapi engkau sama sekali tidak memikirkan musuh dalam dirimu. Jika engkau menyerah kepada musuh dalam dirimu, engkau tidak akan mampu menaklukkan musuh dari luar. Karena itu, pertama engkau harus mengalahkan musuh yang ada di dalam dirimu."
Sejak zaman dahulu musuh dalam diri sendiri ini telah mengalahkan manusia dan menyebabkan manusia menderita kesengsaraan. Selama engkau diliputi oleh egoisme dan keterikatan, engkau tidak akan dapat membebaskan dirimu dari kesedihan dan kesengsaraan itu. Selama ini engkau telah melakukan perbuatan yang keliru dan itulah yang menyebabkan segala penderitaanmu. Apakah ini berarti engkau harus menjauhkan diri dari segala kegiatan dan perbuatan? Tidak. Tidak ada pilihan lain kecuali berbuat; engkau haus melakukan perbuatan dan engkau bebas menikmati perbuatanmu itu, tetapi engkau harus melakukan segala perbuatanmu dengan benar. Karena itu penting sekali bagimu memahami prinsip-prinsip dengan benar.
Perbuatan adalah karma. Setia orang lahir dalam karma, hidup dalam karma, dan mati dalam karma. Karmalah sumber baik atau buruk, dosa atau kebajikan, laba atau rugi, kebahagiaan atau kesedihan; sebenarnya, karmalah penyebab kelahiranmu. Karma sesungguhnya adalah pencipta manusia. Karena itu engkau harus sangat berhati-hati dengan perbuatanmu. Seluruh hidupmu berkaitan dengan perbuatanmu. Karena itu engkau harus mengetahui pentingnya perbuatan dan lakukanlah segala sesuatu dengan sebaik-baiknya. Jangan mengira bahwa perbuatan itu soal yang tidak berarti. Mungkin permulaannya merupakan bibit pohon yang kecil, tetapi lama kelamaan ia akan menjadi pohon yang besar. Sebelum sebuah benih menjadi pohon, ia harus menembus keluar dari tanah tempat ia ditanamkan. Kemudian setelah menjadi pohon yang besar, ia memberikan buahnya kepadamu. Apakah buah itu memberikan kebahagiaan atau kesengsaraan kepadamu tergantung kepada benih yang engkau tanam. Untuk mendapat buah yang terbaik benih perbuatan yang engkau lakukan harus menembus tanah egoisme sehingga perbuatan itu dapat diubah menjadi yoga. Kemudian engkau akan memetik buah kebijaksanaan.
Apakah sumber egoisme itu? Mengapa engkau memiliki rasa keakuan? Egoisme timbul karena ketidaktahuan yang meliputi manusia. Setiap orang harus memikirkan sendiri dari mana asal keakuan itu, dari mana datangnya dan kemana perginya. Perhatikanlah contoh ini. Cahaya merambat dengan kecepatan 670 juta mil (kira-kira 1.132 juta km) per jam; dengan kelajuan ini cahaya merambat dengan kecepatan satu triliun mil setahun (kira-kira 1,6 triliun km). Kita menganggap matahari sangat dekat; jarak antara bumi dan matahari kira-kira 90 juta mil (kira-kira 152 juta km). Bagi kita cahaya matahari luar biasa terangnya, tetapi cahaya ini hanya dari satu matahari. Di langit ada milyaran matahari dan bintang; jarak ke bintang yang terdekat hampir 4 tahun cahaya atau kira-kira 23-24 triliun mil.
Bintang-bintang itu tampak sangat berdekatan satu dengan yang lain, tetapi sesungguhnya jarak antara dua bintang masa saja tidak kurang dari berpuluh-puluh triliun mil. Kerumunan bintan tampak seperti susu yang ditumpahkan di langit. Bintang yang dapat dilihat manusia dengan teleskop jumlahnya bermiliar-miliar. Masih banyak yang tidak dapat dilihat. Apa arti ukuran bumi kita ini jika dibandingkan dengan luas alam semesta yang berisi bermiliar-miliar bintang, tersebar di antara jarak bermiliar-miliar mil? Apa artinya bumi dalam tata surya dengan mataharinya, sedangkan matahari ini hanyalah salah satu bintang dari bermiliar-miliar bintang? Di bumi ini, betapa tidak berarti ukuran negara India. Apa artinya negara bagian Andhra Pradesh? Dalam negara bagian itu, betapa kecil distrik yang kita diami ini? Dan lebih kecil lagi kampung ini. Kemudian betapa kecil dirimu dibandingkan dengan luas kampung ini? Bila alam semesta ini demikian luas dan engkau demikian kecil, apa artinya rasa keakuanmu itu? Jika engkau betul-betul menyadari kemahaluasan alam semesta dihubungkan dengan ukuranmu yang amat sangat kecil, maka engkau mempunyai pikiran dungu seperti itu.
Mungkin engkau membanggakan badanmu. Tetapi badan itu hanya terdiri dari lima unsur. Pada suatu ketika badan itu akan musnah. Hanya penghuninya yang tetap. Ia tidak lahir dan tidak mati, ia tidak tumbuh dan tidak membusuk. Di mana-mana ia bersinar. Yang Maha Esa ini memancarkan kecemerlangan-Nya di seluruh alam. Telah dikatakan bahwa dalam keadaan tidak ada kedamaian pun sebenarnya ada kedamaian karena di balik segala sesuatu terdapat cahaya ini. Cahaya itu adalah paramjyohi 'nyala abadi yang selalu bersinar dalam diri kita'. Ia adalah penghuni dalam badan yang lembam ini. Lihatlah penghuni ini maka engkau tidak disesatkan oleh rasa sombong dan egoisme. Carilah yang kekal dan abadi; berlindunglah pada kaki suci Tuhan. Jangan terus menerus memikirkan badan dan merasa sombong. Badan ini penuh dengan penyakit dan selalu mengalami perubahan. Ia tidak mampu mengarungi lautan kehidupan dan tetap utuh. Badan ini hanya barang yang lembam; ia tidak lebih dari tujuh ember air, besi dari empat batang paku sepanjang lima sentimeter, fosfor dari 1.100 batang korek api, karbon (arang) yang terdapat pada empat pensil dan dua batang sabun. Bila engkau campur semua itu ditambah beberapa bahan lain, maka akan engkau dapatkan sebuah badan. Demikianlah badan hanya terdiri dari bahan yang lembam itu, tetapi ia dapat bergerak dan tampak hidup karena adanya penghuni di dalam.
Perhatikanlah jam dinding yang tergantung di tembok. Jam itu mempunyai tiga jarum; Jarum detik, jarum menit, dan jarum yang menunjukkan jam. Bila engkau memutar kuncinya, ketiga jarum itu akan bergerak sesuai dengan kecepatan masing-masing. Berapa lamakah jarum-jarum itu akan bergerak seperti itu? Jarum-jarum itu terus bergerak selama masih ada kekuatan per yang menjadi sumber tenaga. Pada saat tenaga itu habis, jarum-jarum itu akan berhenti pada tempatnya masing-masing. Badanmu dapat dibandingkan dengan jam dinding. Napas dapat dibandingkan dengan pegas. Perbuatanmu dapat dibandingkan dengan jarum detik, perasaanmu sebagai jarum menit, dan kebahagiaanmu ibarat jarum pendek. Kekuatan Tuhan yang ada di dalamlah yang memberi tenaga dan kehidupan pada semua itu. Dari contoh jam tersebut engkau dapat menjawab pertanyaan mengapa engkau berbuat sesuatu. Engkau ketahui bahwa jarum detik yang dapat diibaratkan sebagai perbuatanmu, bergerak sangat cepat dan membuat satu putaran selama 60 detik. Pada saat itu jarum menit yang merupakan perasaanmu bergerak sepernampuluh putaran. Dan hanya bila jarum detik telah membuat enam puluh putaran yang masing-masing berjumlah enam puluh detik, dan bila jarum menit telah membuat satu putaran, jarum pendek yang ibaratkan sebagai kegembiraan dan kebahagiaan suci, akan bergerak satu titik. Jarum pendek bergerak sangat lambat sehingga tidak kentara, walaupun engkau dapat melihat gerakan jarum menit dan jarum detik. Ada suatu rahasia dalam hal ini. Satu kali dalam satu jam ketiga jarum itu akan berimpit. Bila perbuatan yang dihubungkan dengan badan dan alam, dan bila kebahagiaan yang dikaitkan dengan Tuhan, semuanya bertemu, maka engkau akan mengalami manunggalnya manusia, alam dan Tuhan.
Alam digambarkan sebagai medan kegiatan; tempat itu memberi kesempatan kepada manusia untuk menyucikan pekerjaannya dan mencapai tujuan. Bila engkau melaksanakan 60 perbuatan yang baik, akan timbul satu perasaan yang baik. Karena itu untuk mendapatkan satu perasaan yang baik engkau harus melaksanakan begitu banyak perbuatan yang baik. Dan hanya bila engkau mempunyai 60 perasaan yang baik seperti itu, engkau bergerak selangkah seperti jarum pendek, yaitu mengalami suatu kebahagiaan yang sejati. Karena itu Krishna menyuruh Arjuna agar melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. Bila engkau melakukan perbuatan baik yang tidak terhitung jumlahnya, kemungkinan engkau akan mengalami satu atau dua kali perasaan baik yang sangat memuaskan dan menetap dalam batinmu. Dan hanya bila engkau banyak mengalami perasaan yang baik seperti itu, engkau dapat mencapai kebahagiaan yang merupakan keadaan atma yang abadi. Karena itu, engkau harus banyak melakukan perbuatan yang baik. Badan telah diberikan kepadamu dengan tujuan khusus untuk melakukan perbuatan yang baik. Tidak mungkin (manusia) tinggal diam barang sesaat pun. Itulah sebabnya karma Kanda 'pelaksanaan kegiatan suci' termasuk upacara dan ritus persembahyangan sangat ditekankan dalam kitab suci Weda. Tetapi Karma Kanda tidak hanya mengajarkan tentang beramal, bertirakat, dan melaksanakan kurban suci. Di antara berbagai perbuatan yang diajarkan dalam karma Kanda, banyak yang harus dilakukan tanpa menginginkan hasilnya. Itulah yang dimaksud dengan karma yoga, yaitu melakukan perbuatan tanpa mengharapkan hasilnya.
Bila perbuatan dilakukan tanpa pamrih dan tanpa rasa keakuan, maka perbuatan itu dapat disebut karma yoga. Hilangkanlah rasa keakuan itu. Enyahkanlah sifat itu. Hilangkan keinginan untuk menikmati buahnya. Bila engkau melakukan perbuatan dengan sikap itu, perbuatan itu menjadi yajnya, bekerja dengan semangat pengorbanan, ini menjadi tapa atau penebusan dosa, dan menjadi yoga. Ketiga hal ini: yajnya, tapa, dan yoga, mempunyai pengertian yang sama. Setiap perbuatan yang dilakukan manusia harus disucikan seperti itu. Bernapas pun adalah suatu perbuatan; tanpa malakukan karma manusia tidak dapat hidup sedetik pun di dunia ini. Tetapi karma yang didasari oleh ego selalu akan sempit dan merusak, karena itu lakukanlah segala pekerjaan hanya dengan rasa pengorbanan dalam hatimu. Apakah hasilnya baik atau buruk, bermanfaat atau merugikan, tergantung pada jenis perbuatan yang engkau lakukan. Perbuatan itu sendiri tergantung pada perasaanmu. Selanjutnya perasaan itu tergantung pada pikiranmu. Dan pikiran tergantung pada makanan yang engkau makan. Karena itu urut-urutannya adalah: makanan menimbulkan pikiran, pikiran menimbulkan perasaan, kemudian menimbulkan perbuatan, dan akhirnya menimbulkan hasil. Maka jelaslah perlunya makan makanan yang suci, yang bersifat satvik. Inilah contohnya.
Misalnya engkau membuat api dalam melaksanakan upacara Weda. Asap yang keluar akan tergantung pada jenis api yang engkau buat. Asap yang mengepul itu akan menimbulkan awan. Uap air memadat dalam awan dan akan terjadi titik hujan. Tanaman tergantung pada hujan. Makanan yang dimakan tergantung pada tanaman. Akhirnya badanmu karena sama dengan makanan, tergantung pada makanan yang kau makan. Karena itu, makanan pun dapat ditelusuri kembali asalnya dari perbuatanmu, dalam hal ini, dari api yang engkau buat dan yajnya 'korban api' yang engkau persembahkan. Jika perbuatanmu baik maka kelahiranmu akan baik pula. Perbuatanmulah penyebab yang pertama dan kelahiran merupakan hasil terakhir. Dalam hubungan ini Krishna berkata, "Curahkan seluruh perhatianmu untuk melakukan perbuatan yang baik dan jangan kau perhatikan hasilnya." Hasil akan timbul dengan sendirinya, tetapi engkau harus memusatkan pikiran pada perbuatannya.
Dahulu engkau telah melakukan hal yang baik dan buruk, sebagai hasilnya kini engkau menikmati atau menderita akibatnya dalam bentuk kebahagiaan atau kesedihan. Bagaimana caranya menghilangkan kesedihan akibat perbuatan burukmu dahulu? Hanya dengan berbuat kebaikan engkau dapat menghilangkan penderitaan dan kesedihan ini. Itulah sebabnya mengapa perbuatan sangat penting adalah ajaran Weda. Perbuatan buruk harus diganti dengan perbuatan baik, dan akhirnya menjadi perbuatan tanpa pamrih, tidak ada kepentingan pribadi untuk menikmati hasilnya; dengan demikian perbuatan itu akan menjadi karma yoga dan membuat engkau manunggal dengan Tuhan. Jika engkau ceroboh atau menyia-nyiakan perbuatanmu, seluruh hidupmu akan sia-sia. Engkau diberi kehidupan agar dapat malakukan karma yang baik dan perbuatan yang ideal. Karma tidak berarti hanya melakukan kegiatan dengan badan. Karma adalah nama badan itu sendiri. Karena badan itu lahir sebagai akibat perbuatan yang dilakukan sebelumnya, salah satu arti karma ialah badan.
Badan adalah hasil perbuatan; ia ada hubungannya dengan waktu, keadaan, dan hal yang menyebabkannya. Tetapi ini hanya berlaku pada keadaan jaga. Dalam keadaan mimpi badan itu tidak giat, jadi tidak ada kegiatan sama sekali; hanya ada khayalan maya. Dalam mimpi semua indera tidak berfungsi. Dalam keadaan tidur nyenyak yang dinamakan alam kausal, bahkan pikiran tidak berfungsi. Di luar alam ini terdapat alam asal yang maha besar, mahakarana, yang melebihi alam kausal. Itulah ketuhanan. Uraian berikut dan akan menjelaskan hal itu.
Engkau sebagai siswa datang ke mari dari asrama yang jauhnya kurang lebih satu kilometer. Pada pukul 4.15 sore engkau berangkat dari asrama dan pukul 4.30 engkau sampai di Prasanthi Nilayam. Jadi diperlukan lebih kurang 15 menit bagi badanmu untuk berjalan dari asrama ke Prasanthi Nilayam. Tujuannya adalah untuk mendengarkan wejangan Swami. Setiap perbuatan yang engkau lakukan mengandung empat faktor yaitu: waktu, kegiatan, sebab atau tujuan, dan hasil. Waktu, sebagaimana engkau ketahui, 15 menit. Kegiatannya adalah berjalan dari asrama ke tempat sembahyang. Tujuannya adalah untuk mendengarkan ceramah Bhagawad Gita. Hasilnya, dengan demikian engkau menyucikan hidupmu. Dengan cara ini keadaan jaga dapat digunakan untuk meningkatkan spiritual.
Selanjutnya setelah ceramah selesai engkau kembali ke asrama. Sesudah makan malam engkau beristirahat di tempat tidur dan tertidur. Engkau bermimpi. Dalam mimpi itu engkau berjalan-jalan di kota Madras. Kapankah engkau berangkat dari asrama ke Madras dan berapa lama dalam perjalanan? Pertanyaan itu tidak dapat dijawab. Dalam hal ini tidak ada masalah waktu. Dengan apa engkau pergi ke sana? Dengan mobil, bis, atau kapal terbang? Pertanyaan-pertanyaan ini juga tidak dapat dijawab. Tidak ada kegiatan tertentu untuk perjalanan itu. Mengapa engkau pergi ke Madras? Engkau tidak tahu, tidak ada alasan yang jelas mengapa engkau berada di sana. Apa yang engkau nikmati di sana? Apa hasil perjalananmu? Itu pun tidak bisa engkau jawab. Tidak ada hasil tertentu yang engkau peroleh dari kegiatanmu yang dapat dilihat di sana. Maka dalam keadaan mimpi atau dalam alam mimpi tidak ada faktor waktu, kegiatan, tujuan, maupun hasil yang dapat dinikmati; semua itu tidak ada.
Kemudian, misalkan segera setelah engkau tidur, ada orang yang membangunkan engkau. Engkau terbangun dan menyadari bahwa engkau baru tertidur lima menit. Dalam waktu lima menit itu engkau bermimpi pergi ke Madras. Bagaimana mungkin, Tentu tidak mungkin. Mimpi itu hanya merupakan pengalaman mental. Engkau tidak melakukan perbuatan itu baik dengan badan maupun dengan inderamu. Pengalaman batin itu berhubungan dengan badan halusmu. Hanya badan kasar yang mempunyai empat faktor itu: waktu, perbuatan, sebab, dan keadaan. Engkau mengetahui bahwa faktor-faktor itu tidak ada dalam pengalaman batin atau pengalaman mental yang ada dalam keadaan mimpi. Hanya karena permainan pikiran engkau dapat menciptakan dunia baru. Piki8rkan menciptakan banyak orang di jalan raya di Madras, banyak kendaraan, dan benda-benda lainnya.
Pikiran mempunyai kekuatan yang luar biasa. Ia mempunyai kemampuan luar biasa untuk menciptakan apa saja atau menghancurkan apa saja. Semua perbuatanmu itu disebabkan oleh pikiran. Bila engkau mempersembahkan pikiranmu yang sangat hebat itu kepada Tuhan maka segala yang engkau perbuat telah dipersembahkan kepada-Nya. Bila engkau mempergunakan pikiranmu untuk memikirkan Tuhan, segala perbuatanmu menjadi suci.
Kata seorang maharesi, "Jika engkau mempersembahkan lagu pujian kepada Tuhan dan mempersembahkan nyala pelita kepada-Nya maka seluruh alam akan bersinar karena cahaya pelita itu." Engkau mengambil pelita dan mempersembahkan nyalanya kepada Tuhan. Pikiranmu yang terdiri dari berbagai keinginan dapat diumpamakan dengan minyak, sumbunya dapat diibaratkan sebagai kebijaksanaan. Suci yang engkau miliki; bila engkau gabungkan keduanya dengan menggunakan kebijaksanaamu untuk mengarahkan keinginanmu kepada Tuhan, maka engkau akan dapat memperoleh sinar yang memancar dari pelita itu. Untuk minyak dan sumbu itu harus ada suatu tempat. Badan dapat dianggap sebagai wadah yang menyimpan minyak keinginan pikiran dan sumbu kebijaksanaan. Kebahagiaan yang engkau rasakan adalah kecemerlangan sinar yang memancar dari lampu suci itu. Atau jika engkau ingin menyalakan minyak saja, juga lampu itu tidak akan menyala. Tetapi jika sumbu dihubungkan dengan minyak maka barulah lampu itu dapat dinyalakan sehingga timbul sinar.
Perbuatan dapat juga dibandingkan dengan minyak; ini dihubungkan dengan pikiran, perasaan, dan keinginan-keinginannya. Budi atau akal dapat pula dianggap sebagai sumbu; hubungannya dengan kebijaksanaan. Bila kedua hal ini: perbuatan dan budi, digabung, bila engkau membuat semua kegiatanmu menjadi perbuatan suci, mengikuti budi, maka engkau akan mendapat cahaya. Lampu mempunyai ciri sendiri-sendiri. Ciri-ciri itu hanya berkaitan dengan lampu dan dengan cahaya yang memancar dari lampu. Cahaya hanya mempunyai satu ciri; yaitu sifat menerangi seluruhnya. Sebaliknya, nyala mempunyai sifat yang berbeda-beda. Bila ada angin nyala akan bergetar. Bila kena air nyala api berbunyi. Kalau minyaknya kotor, nyala berasap. Kalau kena jarimu, nyala api akan membakar jarimu. Tetapi sinar Atma hanya mempunyai satu sifat yaitu menyinari setiap orang. Sinar itu sama untuk semua orang. Sinar itu disebut Atmajyothi yaitu sinar batin yang abadi; sifatnya suci, tidak punya sifat lain, dan sama bagi setiap orang. Sebaliknya, bagi nyala kehidupan, terdapat sifat-sifat pribadi yang dapat berubah-ubah dan menimbulkan kesulitan.
Ada tiga jenis perbuatan; perbuatan yang dinamakan Karma, Wikarma dan Akarma. Karma ibarat nyala api yang tetap. Kalau nyala itu bergerak dan goyang, ia menjadi Wikarma. Nyala yang suci, nyala Atmajyothi adalah Akarma. Akarma tidak menghasilkan buah. Kata Akarma berarti tanpa Karma, tetapi ini tidak berarti bahwa tidak ada perbuatan yang dilakukan. Bila engkau melakukan perbuatan dan memperlakukan semua orang sama, bila engkau tidak menginginkan hasil perbuatanmu dan bila engkau mempersembahkan segala sesuatu yang engkau kerjakan kepada Tuhan, maka engkau telah melakukan Akarma. Hal ini berlaku untukmu tugas-tugas duniawi maupun kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti Yajnya dan upacara korban suci. Weda menyatakan bahwa berbagai kegiatan keagamaan yang didasari atas keinginan akan hasilnya, hanya akan mengantar engkau sampai ke sorga. Engkau tidak boleh beranggapan bahwa sorga akan memberikan kekekalan; Weda juga mengajarkan bahwa bila kebajikan telah habis, engkau harus kembali ke bumi. Mungkin engkau tidak sependapat dengan ajaran Weda tentang Karma ini, tetapi engkau tidak usah memperdebatkan masalah itu. Yakini saja bahwa bila engkau menginginkan hasilnya saja, hasil itu akan habis, dan perbuatan lain harus dilakukan terus menerus, tak pernah ada akhirnya.
Misalnya ada seorang anggota DPR yang ingin dipilih, jika ia terpilih, ia akan menjadi anggota selama lima tahun. Sementara waktu berlalu, masa jabatannya berakhir. Sesudah lima tahun masa tugasnya habis dan ia harus pulang. Begitu pula seluruh pahala perbuatan baik yang engkau peroleh dengan kegiatan-kegiatanmu dapat dibandingkan dengan masa jabatan yang terbatas selama lima tahun itu; pada akhirnya masa itu engkau harus kembali. Selama pahalamu masih ada, engkau dapat menikmati surga, tetapi jika pahala itu habis engkau jatuh kembali ke bumi. Karena itu, pada waktu menjelaskan tentang karma kepada Arjuna, Krishna berkata, "Jangan menginginkan hasil yang tidak kekal dari perbuatanmu, tetapi berusahalah mencapai pribadi kosmik yang tertinggi itu, sesudah itu engkau tidak perlu kembali lagi. Jika dalam hidupmu engkau selalu berjalan pulang pergi, kapan engkau akan mencapai tujuan? Ada suatu cerita untuk menggambarkan hal itu.
Ada seorang pencuri tertangkap pada waktu sedang beraksi dan dijebloskan ke dalam penjara. Keputusan hakim menyatakan bahwa ia harus menjalani hukuman kurungan selama enam bulan. Masa enam bulan segera berlalu dan tibalah saat ia harus dilepas. Petugas penjara datang dan berkata kepada pencuri, "Besok petang masa hukumanmu telah selesai dan engkau boleh bersiap-siap pulang. Ambil semua barangmu yang kami tahan dan siaplah pergi!" Pencuri tidak terlalu gembira mendengar hal ini, tetapi juga tidak sedih. Ia tidak begitu acuh karena ia tahu apa yang akan terjadi, "Biarkan saja barang-barang itu di sini," katanya. Petugas bertanya, "Kenapa engkau tidak mau membawa barang-barangmu?" Pencuri itu menjawab, "Tidak ada gunanya juga saya membawa barang-barang itu, satu dua hari lagi saya akan kembali. Tidak lama lagi Bapak akan melihat saya lagi di penjara ini. Karena hanya beberapa hari saja, mengapa saya harus membawa barang-barang itu?" Pencuri ini menyadari bahwa ia akan mencuri lagi lalu akan tertangkap dan dihukum lagi, dan pasti akan dijebloskan ke dalam penjara itu juga.
Begitu pula perbutanmu dapat dibandingkan dengan pencuri yang keluar masuk penjara. Dalam hidupmu ini engkau melakukan berbagai perbuatan; setelah itu engkau naik ke surga. Setelah masamu di surga habis, engkau kembali ke bumi lagi. Krishna berkata, "Proses naik turun ini tidak baik." Maka Beliau mengajarkan kepada Arjuna yang suci. Krishna mengajarkan agar ia mencari tempat yang kekal, tinggal di tempat kebenaran yang abadi dan tidak akan pernah kembali.